Amortisasi Adalah Proses dalam Akuntansi, Ketahui Tarif Hingga Contohnya

Merdeka.com - Begitu banyak istilah dalam pelajaran akuntansi dan ekonomi. Akuntansi sendiri merupakan salah satu dari cabang ekonomi yang mempelajari tentang pembukuan keuangan beserta seluruh kegiatan di dalamnya yang melibatkan harta (aktiva) dan utang (pasiva).
Sementara itu, akuntansi pun juga memiliki banyak istilah yang digunakan untuk merujuk suatu kegiatan pembukuan tertentu. Salah satunya yakni istilah amortisasi.
Secara garis besar, amortisasi adalah suatu kegiatan pembayaran utang yang dimiliki suatu perusahaan atau perseorangan. Amortisasi adalah suatu proses yang dilakukan dalam jangka waktu tertentu.
Selayaknya istilah dalam akuntansi lainnya, amortisasi juga memiliki beberapa jenis yang patut diketahui. Bagi Anda yang kini tengah mempelajari akuntansi secara formal maupun informal, informasi yang satu ini perlu untuk dipahami.
Lantas, apa sebenarnya definisi secara spesifik mengenai amortisasi tersebut? Lalu, apa saja jenis-jenis dari proses amortisasi yang menyangkut aktiva dan pasiva suatu perusahaan? Melansir dari berbagai sumber, Rabu (27/10/2021), berikut ulasan selengkapnya.
Definisi Amortisasi
Melansir dari laman Kementerian Keuangan RI, amortisasi adalah sebuah istilah yang digunakan untuk merujuk suatu proses tertentu di dalam perhitungan keuangan suatu perusahaan. Proses tersebut tak lain yakni berupa penyusutan aset tak berwujud yang dimiliki suatu perusahaan.
Sementara itu, istilah amortisasi juga disebut dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Di dalam peraturan Pasal 6 ayat (1) Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 serta Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, amortisasi adalah suatu istilah yang digunakan sebagai salah satu solusi atas fenomena yang terjadi di dalam pembukuan.
shutterstock
Amortisasi adalah suatu kegiatan yang disebut juga dengan penyusutan yang disebabkan oleh pembebanan biaya atas perolehan harta berwujud dan tak berwujud. Kedua jenis harta atau aktiva tersebut memiliki masa manfaat yang digunakan selama lebih dari 1 tahun lamanya.
Amortisasi adalah proses yang secara umum dapat dibebankan sebagai pengurang penghasilan atau pembiayaan secara fiskal. Sementara itu, tujuan dari amortisasi adalah untuk mengalokasikan nilai perolehan ke masa manfaat harta tetap serta harta tak berwujud.
Sebagai hasilnya, aktiva tak berwujud tersebut dapat dibebankan sebagai biaya dalam proses penghitungan laba neto atau keuntungan bersih.
Penghitungan Tarif Amortisasi
Amortisasi adalah salah satu kegiatan akuntansi yang penghitungannya telah diatur pada Pasal 11 A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Sementara itu, amortisasi memiliki beberapa metode yang digunakan untuk menghitung pengeluaran atas perolehan harta berwujud suatu perusahaan.
Pengeluaran tersebut yakni misalnya untuk biaya pendirian, biaya perawatan, hingga biaya perluasan modal yang dikehendaki perusahaan. Untuk menghitung jenis pengeluaran ini, dapat dibebankan untuk dihitung sebagai amortisasi sesuai waktu terjadinya pembiayaan dan table masa manfaat hingga tarifnya.
Berikut tarif penyusutan suatu harta berwujud yang memiliki penyusutan sebagai harta tak berwujud sesuai dengan peraturan yang berlaku,
1. Bukan BangunanMemiliki masa manfaat 20 tahun dengan tarif penyusutan sebesar 5 persen
3. Bangunan Tidak PermanenMemiliki masa manfaat 10 tahun dengan tarif penyusutan sebesar 10 persen
©Shutterstock/YURALAITS ALBERT
Amortisasi Atas Perolehan Harta Tak BerwujudSementara itu, amortisasi dalam perolehan harta tak berwujud serta pembiayaan lainnya dapat dihitung pada waktu bulan tersebut. Artinya, amortisasi adalah penghitungan yang dapat langsung dilakukan pada bulan penjualan atau mulai terjadi pengeluaran.
Hal itu juga berlaku di bidang usaha tertentu yang berupa:
Contoh Amortisasi
Sebagai contohnya, amortisasi adalah penyusutan yang terjadi pada suatu perusahaan peternakan sapi. Suatu waktu, perusahaan memiliki pengeluaran untuk hak penguasaan lahan yang berpotensi menghasilkan 10 juta ton bahan baku senilai Rp 500 juta rupiah.
Maka, amortisasinya langsung dikenakan pada tahun yang bertepatan dengan masa pengeluarannya. Jika jumlah produksi dalam satu tahun mencapai 30 persen dari potensi, maka besar amortisasi diperbolehkan untuk dikurangkan dari penghasilan kotor.
Penghitungan amortisasi adalah 20 persen dari pengeluaran pada waktu tersebut. Besarannya yakni Rp100 juta yang dihitung berdasarkan 20 persen dari Rp500 juta. (mdk/mta)
Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya