Anak Broken Home ini Pilih Tinggal Sendiri di Hutan Pakai Tenda, Ngaku Tak Lagi Mendapat Perhatian
BM sempat tidur di teras rumah orang dan emperan toko, di halaman masjid.
Sebelumnya, BM sempat tidur di teras rumah orang dan emperan toko, di halaman masjid.
Anak Broken Home ini Pilih Tinggal Sendiri di Hutan Pakai Tenda, Ngaku Tak Lagi Mendapat Perhatian
Perceraian orangtua akan berdampak ke psikologis anak. Sebagian anak korban perceraian terkadang merasa kurang kasih sayang penuh dari orangtuanya.
Seperti yang dialami BM anak berusia 13 tahun asal Samarinda. Sejak orangtuanya bercerai, BM merasa tidak mendapatkan perhatian.
Bahkan dia tidak memiliki tempat tinggal tetap untuk sekedar tidur dan beristirahat.
BM terkadang tinggal di keluarga pihak ibu atau di keluarga ayahnya. Namun, ketidakpastian itu ternyata membuatnya tidak nyaman.
Sehingga dia memilih untuk tinggal sendiri di tenda di area perkebunan milik warga Jalan Wahid Hasyim/Gang Salam RT 13, Kelurahan Sempaja Selatan, Kecamatan Samarinda Utara.
Sebelumnya, BM sempat tidur di teras rumah orang dan emperan toko, di halaman masjid. Ada pula Ketua RT setempat yang merasa kasihan. BM diambil Ketua RT itu dan tinggal di rumahnya selama dua bulan.
"Namun, BM merasa dirinya merepotkan dan keluar lagi dari rumah Pak Ketua RT. Dia kemudian tinggal di tenda yang dipinjamkan oleh Bu Dwi dan Bu Yana di kebun mereka, selama hampir sebulan," kata Ketua Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Rina Zainun, dilansir dari Antara, Senin (20/11).
Keberadaan BM di area kebun membuat warga resah sehingga sempat mengembalikan kepada ibunya. Tidak hanya itu, TRC PPA juga sudah koordinasi dengan ayahnya, namun bocah tersebut menolak kembali kepada orangtuanya.
"Dia ingin menjadi anak negara dan tinggal di pondok pesantren," kata Rina.
Kemudian, TRC PPA Kaltim membawa anak itu ke salah satu pondok pesantren di wilayah Samarinda Utara yang menerima anak-anak tidak mampu secara gratis dan memberikan pendidikan kepada mereka.
"Anak itu sudah kelas 3 sekolah dasar, tapi terlambat 4 tahun karena tidak sekolah secara rutin. Kami berharap dia bisa mengikuti paket pendidikan di pondok pesantren agar bisa melanjutkan pendidikannya," ujar Rina.
TRC PPA Kaltim akan berkoordinasi dengan Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kota Samarinda untuk memberikan bantuan dan perlindungan kepada anak tersebut.
"Anak itu menjadi korban perpisahan dengan orang tua. Kami selalu menyampaikan, boleh gagal menjadi suami-istri, tapi jangan gagal menjadi orang tua. Kami berharap anak itu bisa mendapatkan kehidupan yang lebih baik,"
kata Rina.
merdeka.com
UPTD PPA Dinas Kependudukan, Perlindungan Perempuan dan Anak Kaltim, terus menggali masalah kenapa BM tidak mau kembali ke orangtuanya. Sebab bocah tersebut masih tanggung jawab orangtua.