Keluarkan Jurus Silat, Presiden Prabowo Kepalkan Tangan Keras Ingin Bersih-Bersih Respons Korupsi BBM Pertamina
Gesture 'jurus silat' Prabowo Subianto saat ditanya soal kasus korupsi PT Pertamina.

Presiden Prabowo Subianto mengeluarkan 'jurus silat' dan kepalan tangan saat diminta merespon kasus korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina yang merugikan negara lebih dari Rp900 triliun.
Gesture tersebut kemudian ramai dinilai sebagai tanda bahwa Prabowo akan menyikat habis kasus mega korupsi yang menyeret nama Dirut PT Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan, dan sejumlah petinggi Pertamina lainnya.
"Lagi diurus semuanya oke. Kita bersihkan, kita tegakkan, kita akan pokoknya membela kebenaran," kata Prabowo sambil mengepalkan tangan kepada wartawan seperti dikutip dari Youtube MerdekaDotCom (27/2).
Setelah itu, Prabowo tak banyak berkomentar tentang kasus korupsi yang saat ini tengah ramai diperbincangkan itu. Namun dia menyebut berkomitmen akan mengusut tuntas praktik korupsi ini.
Kasus Korupsi PT Pertamina

Kejaksaan Agung mengungkap korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang di PT Pertamina (Persero), subholding, dan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) periode 2018-2023. Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap fakta terbaru mengenai jumlah kerugian negara akibat kasus ini.
"Rp190 triliun itu satu tahun, itu saja. Jadi nanti pelaksanaannya ini 5 tahun. Dari tahun 2018 sampai 2023. 5 tahun. Silakan aja hitung berapa," kata Jaksa Agung kepada wartawan, Rabu (26/2/2025).
Jika dihitung secara kasar, total kerugian selama periode 2018-2023 mencapai angka yang sangat fantastis yakni Rp968,5 triliun. Namun demikian, angka ini masih bersifat sementara dan bisa bertambah karena investigasi masih berlangsung.
Picu Kemarahan Masyarakat

Terungkapnya praktik korupsi tersebut memancing kemarahan masyarakat. Dugaan adanya modus blending BBM, di mana Pertamax (RON 92) dicampur dengan Pertalite (RON 90) dinilai sebagai kecurangan yang rugikan rakyat secara nyata.
Praktik ini merugikan konsumen karena mereka membayar harga Pertamax, namun yang mereka terima justru Pertalite dengan kualitas yang lebih rendah. Selain itu, praktik mark-up impor minyak mentah dan BBM juga terjadi dalam kasus ini.
Proses impor minyak mentah yang seharusnya dilakukan dengan harga wajar justru dibumbui dengan mark-up harga yang tidak wajar. Karena hal itu, negara harus menanggung biaya lebih tinggi untuk impor tersebut.
Bahkan, biaya pengiriman pun dikenakan tambahan ilegal sebesar 13 hingga 15 persen, yang memperburuk keadaan. Praktik korupsi ini tentu tidak hanya merugikan negara, tetapi juga masyarakat sebagai konsumen BBM, yang harus membayar harga tinggi untuk BBM berkualitas rendah.
Tersangka Kasus Korupsi PT Pertamina

Kejaksaan Agung menetapkan tujuh tersangka dalam kasus korupsi tata kelola minyak mentah Pertamina, Senin (24/2). Ketujuh tersangka terdiri dari Dirut PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan, Direktur Optimasi Feedstock dan Produk PT Kilang Pertamina Internasional Sani Dinar Saifuddin, Dirut PT Pertamina Internasional Shipping Yoki Firnandi.
Kemudian Vice President Feedstock Manajemen PT Kilang Pertamina Internasional Agus Purwono. Tersangka selanjutnya, Beneficial Owner PT Navigator Khatulistiwa berinisial MKAN, Komisaris PT Navigator Khatulistiwa sekaligus Komisaris PT Jenggala Maritim berinisial DW, dan Komisaris PT Jenggala Maritim sekaligus Dirut PT Orbit Terminal Mera berinisial YRJ.
Kejagung menjelaskan tersangka RS melakukan pembelian untuk minyak mentah Ron 92 atau Pertamax. Padahal, RS membeli Ron 90 atau bensin Pertalite. Kemudian ketika di depo, bensin Ron 90 dioplos menjadi Ron 92. Hal seperti itu melanggar dan tidak diperbolehkan.
