Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Besaran DP KPR dan Kendaraan Turun, Bahayakah untuk Rasio Kredit Macet Perbankan?

Besaran DP KPR dan Kendaraan Turun, Bahayakah untuk Rasio Kredit Macet Perbankan? Teller Bank

Merdeka.com - Bank Indonesia (BI) memutuskan melonggarkan uang muka melalui loan to value (LTV) dan financing to value (FTV) di sektor properti dan kendaraan bermotor. Berbahayakah kebijakan ini untuk rasio kredit macet perbankan?

Pengamat Ekonomi Universitas Indonesia, Telisa Aulia Falianty, berharap kelonggaran yang diberikan oleh Bank Indonesia diharapkan tidak menimbulkan sifat impulsif dari masyarakat. Selain itu, bank juga diharapkan tidak melonggarkan syarat pemberian kredit hanya demi menggenjot kinerja penyaluran dana.

"Jadi, kredit bisa meningkat tapi aturannya tidak direlaksasi sehingga prudensial regulation banking dan non-banknya juga masih terjaga. Asalkan kita tetap patuh terhadap prudensial itu, sebenarnya tidak perlu dikhawatirkan," jelasnya saat dihubungi Merdeka.com, Jumat (20/9).

"Di satu sisi, kita dipermudah dari sisi loan value atau DP, tapi di sisi lain prudensialnya tidak dipermudah. Aturan itu tetap dalam arti bahwa calon pembeli harus memenuhi prinsip 5C yang harus terpenuhi. Jadi, yang direlaksasi ini hanya DP saja," tambahnya.

Dia juga berharap menggenjot produktivitas tenaga kerja sehingga bisa bermanfaat bagi ekonomi. Salah satunya kemampuan membayar cicilan masyarakat tetap terjaga. "Dampak kredit ini kan sebenarnya yang kita butuhkan untuk menggenjot produktivitas. Jadi kita berharap kredit-kredit ini bukan hanya ke arah konsumsi, tapi kredit untuk membantu usaha. Jadi bukan hanya ke arah konsumsi," jawabnya.

Perlu Sinkronisasi Kebijakan

Telisa mengakui potensi masalah lain dari pelanggaran aturan ini. Salah satunya meningkatkan intensitas kemacetan. Terutama di wilayah Jakarta.

"Kalau kemacetan lebih spesifik ke wilayah Jakarta ya, tapi kan ini kita lihat ada level nasional dan level regional. Kalau di wilayah Jakarta, kebijakan ini kurang sinkron. Dari hulunya, kredit mobil dipermudah, tetapi masih ada aturan ganjil genap," ujarnya.

Jika kredit kendaraan bermotor dipermudah, tetapi trotoar di Jakarta diperlebar dan juga adanya aturan ganjil genap guna menurunkan tingkat kemacetan, artinya ada ketidaksesuaian peraturan dari pusat dengan pemerintah daerah.

"Artinya, belum ada integrasi antar kebijakan daerah yang di level nasional. Jadi, masyarakat disuruh meningkatkan pembelian dengan mempermudah kredit, tapi di sisi lain trotoar diperlebar sehingga ini dipertanyakan," ucapnya.

"Ini kan kebijakan di pemerintah pusat. Kalau peraturan daerahnya sendiri harus sinkron. Itu yang terkadang kita missed," tutupnya.

Reporter Magang: Rhandana Kamilia

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP