Bos BCA yakin BI punya strategi respons pelemahan Rupiah

Merdeka.com - Presiden Direktur PT Bank Central Asia Tbk (BCA), Jahja Setiaatmadja mengatakan, pihaknya masih menunggu tindakan Bank Indonesia (BI) sebagai pemangku kebijakan dalam menangani nilai Rupiah yang terus melemah. Rupiah saat ini hampir menyentuh angka Rp 14.000 per USD.
"Jadi kalau ditanya bagaimana Rupiahnya, ya tergantung kebijakan BI. Jadi, ini menyangkut sekali dari kebijakan moneter BI. Apakah memang kurs di bawah Rp 14.000 ini akan terus dipertahankan dengan catatan misalnya dalam kurun waktu 8 bulan lagi tidak ada kenaikan rupiah," kata dia di Hotel Kempinski, Jakarta, Senin (23/4).
Menurut dia, pengaruh nilai tukar Rupiah yang melemah akan berdampak pada sisi ekspor dan impor. "Meskipun itu salah satu faktor, tapi yang kita mesti lihat adalah ekspor dan impor, negatif atau positif ketersediaan Dolar di pasaran," tuturnya.
Dia juga mengungkapkan, Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) berencana akan menaikkan suku bunga kreditnya tahun ini sebanyak tiga sampai empat kali. The Fed telah menaikkan suku bunganya menjadi 1,5 persen hingga 1,75 persen atau 25 basis poin (bsp).
"Kita tidak tahu nantinya seperti apa Fed arahnya. Artinya, paling tidak masih ada dua kali lagi. Jadi, kalau diantisipasi seperti itu, bunga USD pasti akan bergerak naik. USD akan pengaruhi juga currency lain di Euro, Poundsterling, Yen, dan major currency," katanya.
"Biasanya pakemnya, kalau Dolar naik, yang lain akan mengikuti menyesuaikan. Interestnya berapa ya, tergantung justifikasi tiap negara," sambung Jahja.
Sebelumnya, Direktur Departemen Pengelolaan Moneter Bank Indonesia (BI), Rahmatullah, mengatakan Rupiah yang saat ini tengah terpuruk memiliki peluang untuk kembali menguat (rebound) terhadap Dolar Amerika Serikat (AS). Tercatat sejak awal tahun hingga tiga hari lalu, Rupiah telah terdepresiasi hingga 2,23 persen.
"Bisa saja (rebound), namanya juga nilai tukar dan yield itu bergerak sangat fluktuatif artinya bisa naik bisa turun," kata Rahmatullah, di Gedung BI Jakarta.
Dia menjelaskan, rebound bisa terjadi dengan adanya sejumlah sentimen global. Di mana, salah satunya, tidak menutup kemungkinan The Fed akan mengeluarkan pernyataan yang bisa mengurangi gejolak dan kekhawatiran yang saat ini tengah terjadi di pasar global.
Sebagai informasi, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) bergerak fluktuatif pada perdagangan Senin (23/4) ini. Rupiah dibuka pada level Rp 13.908 atau melemah dibanding penutupan perdagangan kemarin pada posisi Rp 13.789 per USD.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya