Cuaca Ekstrem Phanfone Hantui Mudik Natal 2019 dan Tahun Baru 2020

Merdeka.com - Momen libur Natal dan Tahun Baru (Nataru) kali ini dihantui oleh adanya potensi badai dan gelombang tinggi di laut. Hal itu akibat adanya siklon tropis Phanfone.
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) per hari ini (24/12) telah mengeluarkan peringatan adanya siklon Tropis 'Phanfone' yang berdampak pada ketinggian gelombang di wilayah Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua yang diperkirakan mencapai 2,5 - 4,0 meter.
Sebagai informasi, karena ukurannya yang sangat besar serta angin kencang dan gumpalan awan yang dimilikinya, siklon tropis menimbulkan dampak yang sangat besar pada tempat-tempat yang dilaluinya. Dampak ini bisa berupa angin kencang, hujan deras berjam-jam, bahkan berhari-hari yang dapat mengakibatkan terjadinya banjir, gelombang tinggi, dan gelombang badai (storm surge).
Oleh karena itu, Kementerian Perhubungan dalam hal ini Direktorat Jenderal Perhubungan Laut mengingatkan para nakhoda kapal khususnya yang menjadi armada angkutan laut Natal 2019 dan Tahun Baru 2020 (Nataru) untuk meningkatkan kewaspadaan dan mengantisipasi kemungkinan terjadinya cuaca ekstrem selama pelayarannya.
Peringatan ini juga berlaku bagi para penumpang agar memahami bila berada pada kondisi cuaca yang kurang baik dan jangan memaksa berangkat jika cuaca tidak bersahabat. "Kondisi ini mengakibatkan peningkatan tinggi gelombang di sekitar wilayah tersebut (Samudra Pasifik utara Halmahera hingga Papua)," kata Direktur Kesatuan dan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Ahmad melalui keterangan resminya di Jakarta, Selasa (24/12).
Lebih lanjut, Ahmad mengimbau agar para Nakhoda memperhatikan risiko tinggi terhadap keselamatan pelayaran seperti Perahu Nelayan (mewaspadai kecepatan angin lebih dari 15 knot dan tinggi gelombang di atas 1,25 m). Kemudian Kapal Tongkang (mewaspadai kecepatan angin lebih dari 16 knot dan tinggi gelombang di atas 1.5 m).
Sementara itu untuk Kapal Ferry (mewaspadai kecepatan angin lebih dari 21 knot dan tinggi gelombang di atas 2,5 m), dan Kapal ukuran besar seperti Kapal Kargo/Kapal Pesiar (mewaspadai kecepatan angin lebih dari 27 knot dan tinggi gelombang di atas 4,0 m). "Kondisi gelombang tinggi ada di beberapa titik dan harus menjadi perhatian nakhoda dan Syahbandar," ujarnya.
Selain itu, telah diinstruksikan kepada seluruh Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Ditjen Perhubungan Laut di seluruh Indonesia untuk meningkatkan kewaspadaan dan pengawasan keselamatan pelayaran terhadap kapal-kapal yang berlayar di wilayah kerjanya masing-masing.
Instruksi untuk Nahkoda Kapal
Ahmad mengatakan bahwa dalam mencegah terjadinya musibah atau insiden di laut, agar para Kepala UPT melakukan beberapa tindakan preventif. Pertama, melakukan pemantauan ulang kondisi cuaca setiap hari melalui portal Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) untuk selanjutnya menyebarluaskan hasil pantauan kepada pengguna jasa dan menempelkannya di terminal penumpang.
"Bila kondisi cuaca membahayakan keselamatan, maka pemberian Surat Persetujuan Berlayar (SPB) agar ditunda hingga kondisi cuaca di wilayah yang akan dilayari benar-benar aman," ujar Ahmad.
Kepada operator kapal khususnya nakhoda, diminta untuk melakukan pemantauan cuaca sekurang-kurangnya enam jam sebelum berlayar untuk selanjutnya melaporkan kepada syahbandar guna mengajukan permohonan Surat Persetujuan Berlayar.
Saat dalam pelayaran, nakhoda juga harus melaporkan kondisi cuaca minimal enam jam sekali dan melaporkan kepada Stasiun Radio Pantai (SROP) terdekat dan dicatatkan dalam log book. "Bila kapal mendadak menghadapi cuaca buruk, maka nakhoda segera melayari kapalnya ke tempat yang lebih aman dengan ketentuan kapal dalam kondisi siap digerakan," imbuh Ahmad.
Setelah berlindung, nakhoda kapal wajib melaporkan ke Syahbandar dan Vessel Traffic Services (VTS) atau SROP terdekat dengan menginformasikan posisi kapal dengan jelas.
Tak hanya kepada nakhoda, Kepala Pangkalan PLP dan Kepala Distrik Navigasi agar memastikan seluruh kapal patroli KPLP dan kapal negara Kenavigasian pada posisi siaga dan segera dilayarkan pada saat menerima informasi bahaya dan atau kecelakaan kapal. "Kepala SROP dan nakhoda kapal negara juga agar memantau dan menyebarluaskan kondisi cuaca dan bila terjadi kecelakaan maka harus segera berkoordinasi dengan Kepala Pangkalan," tutupnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya