Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPR geram lihat penggusuran pengusaha di Muara Baru

DPR geram lihat penggusuran pengusaha di Muara Baru Pengusaha ikan Muara Baru mogok kerja. ©2016 merdeka.com/arie basuki

Merdeka.com - Anggota Komisi IV DPR RI, Daniel Johan mengaku geram dengan aksi penggusuran paksa yang dilakukan Perum Perikanan Indonesia (Perindo) kepada para pengusaha perikanan di Pelabuhan Muara Baru. Daniel melihat langsung fakta ini saat melakukan sidak di Pelabuhan Muara Baru, Jakarta, Selasa (11/10).

Menurutnya, aksi Perindo berdampak langsung pada nelayan, buruh, anak buah kapal (ABK), dan tenaga kerja lain yang menggantungkan hidupnya di industri perikanan.

"Kami harus menanyakan hal ini kepada Perindo, kenapa sampai menggusur paksa para pengusaha kecil, menengah, dan besar yang sudah menggerakan ekonomi masyarakat di wilayah Muara Baru," kata Daniel Johan di Jakarta.

Menurut politikus PKB ini, kalau pengusiran dilakukan hanya untuk membangun pasar ikan modern 20 lantai maka akan mubazir. Sebab, wilayah yang akan dibangun pasar ikan tersebut merupakan lahan bisnis.

"Kenapa enggak sekalian bangun 58 lantai biar mengalahkan menara BCA, biar sekalian ada restorannya juga," canda Daniel.

Daniel mengingatkan agar pembangunan pasar modern ini tidak menjadi akal-akalan Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) untuk mengalihkan dana yang diperuntukkan bagi pembangunan UPT (tapi mangkrak). Karena programnya menteri KKP tidak jalan, akhirnya dialihkan ke Perindo untuk kepentingan bisnis terselubung.

"Kami tidak akan menyetujui usulan dana Rp 250 miliar untuk pembangunan pasar modern tersebut sebelum jelas duduk persoalannya. Jangan sampai Perindo yang kelola karena BUMN ini bukan fokus mencari keuntungan. Komisi IV juga tidak pernah berpiki‎r BUMN harus untung tapi mengorbankan banyak pihak seperti nelayan," paparnya.

‎Ketua Paguyuban Pengusaha Perikanan Muara Baru, Tachmid Widiasto Pusoro‎ mengatakan, pihaknya bukan menolak untuk penataan. Namun, mereka hanya minta diberikan kepastian setelah ditata status pengusaha lama bagaimana.

Mengenai mafia, Tachmid menegaskan, tuduhan tersebut tidak berdasar. Karena kalau mafia bisa mengatur dan mengendalikan usaha perikanan. Di Muara Baru, ada pengusaha skala kecil, menengah, dan besar. Masing - masing mempunyai skala usaha yang berbeda, jadi wajar kalau pabrik besar punya lahan besar. Menurutnya, Perindo hanya akal - akalan untuk mencari celah agar ambisi mereka tercapai dengan merugikan banyak pihak.

"Jadi bagaimana ada mafianya wong yang besar saja cuma dua hektare lahan yang disewanya. " ujarnya.

‎Soal lahan disewakan kembali, Tachmidi menjelaskan, pengusaha menyewa lahan posisi kosong. Kemudian dibangun cool storage dan disewakan. "Apa salahnya. Ini statusnya seperti Gelora Bung Karno yang disampingnya dibangun Plaza Senayan, kan Sekretariat Negara tidak tanya-tanya. Mereka bukannya menyewakan lahan, tapi menyewakan ruangan pendingin. Perum Perindo ini selalu membuat pernyataan yang sama sekali tidak benar " ucapnya.

Tachmidi lagi-lagi menegaskan sewa lahan Rp 365 ribu meter per segi sangat tidak masuk akal. Sebagai perbandingan di Thailand sewa lahan Rp 11 ribu meter per segi. Di Muara Baru Rp 65 ribu per meter, nanti naik lagi Januari dan seterusnya sampai 365 rb sehingga kalau dihitung-hitung dalam lima tahun kenaikannya 450 persen. Bahkan tahun 2021 dengan kenaikan development charge menjadi 7.5859 persen dan NJOP tarif sewa bisa naik 1000 persen.

"Bagaimana kita bisa bersaing dengan negara lain kalau iklim berinvestasi di Indonesia seperti ini. Kami pengusaha sudah berusaha memberdayakan nelayan dan tenaga kerja di kawasan Muara Baru, tapi bila kami diusik, otomatis berimbas kepada rakyat kecil lagi," pungkas Tachmidi.

(mdk/sau)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP