Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

DPR pelototi status opini tidak wajar laporan keuangan SKK Migas

DPR pelototi status opini tidak wajar laporan keuangan SKK Migas Bareskrim geledah SKK Migas. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) menghadiri rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI. Dalam rapat kali ini, DPR menyoroti hasil pemeriksaan laporan keuangan yang mendapat opini tidak wajar dari Badan Pemeriksa Keuangan.

Wakil Ketua Komisi VII DPR, Mulyadi mengakui bahwa pihaknya mendapat kecaman dari komisi lain akibat opini tidak wajar terhadap laporan keuangan SKK Migas. Komisi lain di DPR mempertanyakan kinerja komisi VII dalam menjalankan fungsi pengawasannya terhadap SKK Migas.

Kecaman-kecaman tersebut membuat komisi VII dianggap lalai dalam mengawasi mitra kerjanya. Hal ini pun membuat komisi VII meminta penjelasan kepada SKK migas atas status opini tidak wajar yang mereka peroleh.

Orang lain juga bertanya?

"Jadi kami minta penjelasan atas status tersebut kepada SKK Migas," ujarnya di Gedung Nusantara I DPR, Jakarta, Senin (5/12).

Kepala SKK Migas, Amien Sunaryadi menjelaskan jika status opini tidak wajar diperoleh karena adanya perbedaan terhadap standar perhitungan akuntansi yang dilakukan oleh BPK. Dalam kesepakatan yang dilakukan dengan BPK, kata Amien, SKK Migas akan menyiapkan laporan keuangan dengan menggunakan Standar Akuntansi Keuangan (SAK) dan Standar Akuntansi Pemerintah (SAP).

Dalam perjalannya, kedua laporan keuangan tersebut hanya dipilih satu. Auditor BPK memutuskan untuk memilih SAK untuk menjadi rujukan pemeriksaan. Sayangnya, BPK melakukan blunder karena tidak mengeluarkan opini untuk laporan keuangan dengan menggunakan metode SAK. Mereka malah mengeluarkan opini menggunakan prinsip akuntansi yang berlaku umum (PABU).

"Seharusnya yang berlaku di Indonesia itu hanya SAP dan SAK," kata dia.

Lanjutnya, BPK juga menyoroti beberapa hal yang menyebabkan pemberian opini tidak wajar. Pertama, dalam metode SAK, kewajiban SKK Migas terhadap pesangon pegawai harus dimasukkan dalam neraca dan dicantumkan laporan keuangan.

"Namun, menurut BPK, hal tersebut tidak perlu dimasukan. Tetapi, karena SKK Migas menggunakan SAK, maka, hal tersebut tetap dimasukan. Hal ini lah yang menjadi perbedaan dalam melakukan perhitungan," tuturnya.

Penyebab kedua adalah perihal dana pemulihan tambang pasca eksplorasi migas (abandonment and site restoration/ASR). Dalam laporan tersebut, SKK Migas dianggap tidak sesuai dengan PSAK 09 atau standar akuntansi.

Hasil laporan tersebut bersinggungan dengan hasil diskusi Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) jika standar tersebut sudah tak lagi digunakan sejak tahun 1999. "Kalau saya mau mendebat juga, nanti takut mencoreng teman-teman di BPK," pungkasnya.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Laporan Keuangan KPK Kembali Dapat Opini WTP, Tapi BPK Beri Catatan Ini
Laporan Keuangan KPK Kembali Dapat Opini WTP, Tapi BPK Beri Catatan Ini

WTP ini kelima kalinya diterima KPK. BPK tak menemukan permasalahan signifikan yang berdampak kepada kewajaran penyajian LK KPK.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Curhat, Sering Ditanya DPR Soal Data Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron
Sri Mulyani Curhat, Sering Ditanya DPR Soal Data Pemerintah Pusat dan Daerah yang Tak Sinkron

Melalui BAS, Pemerintah pusat dan Daerah bisa mengkonsolidasikan program nasional seperti, program di sektor ketahanan pangan, hingga program ketahanan energi.

Baca Selengkapnya
BPK Temukan Kelemahan dalam Laporan Keuangan Polri: Belanja Barang Tidak Gambarkan Kondisi Sebenarnya
BPK Temukan Kelemahan dalam Laporan Keuangan Polri: Belanja Barang Tidak Gambarkan Kondisi Sebenarnya

BPK menemukan kelemahan dalam penggunaan langsung penerimaan negara bukan pajak (PNBP) yang tanpa melalui mekanisme anggaran.

Baca Selengkapnya
Blak-blakan Kasdi Sebut BPK Minta Uang Rp12 M untuk Muluskan Audit Kementan Raih WTP
Blak-blakan Kasdi Sebut BPK Minta Uang Rp12 M untuk Muluskan Audit Kementan Raih WTP

Hal ini terungkap dalam sidang lanjutan perkara gratifikasi dan pemerasan di Kementerian Pertanian

Baca Selengkapnya
Ini Kata KPK soal Laporan Korupsi Lelang Barang Rampasan yang Seret Nama Jampidsus Kejagung
Ini Kata KPK soal Laporan Korupsi Lelang Barang Rampasan yang Seret Nama Jampidsus Kejagung

Laporan ini terkait kasus dugaan korupsi lelang barang rampasan benda sita korupsi berupa satu paket saham PT Gunung Bara Utama (GBU).

Baca Selengkapnya
VIDEO: Anggota DPR Mencak-Mencak Semprot Dirut PT Timah,
VIDEO: Anggota DPR Mencak-Mencak Semprot Dirut PT Timah, "Laporannya Lecehkan Kita!"

"Enggak ada guna, laporannya lecehkan kita seolah-olah tak ada persoalan," tegas Anggota Komisi VI DPR, Deddy Sitorus.

Baca Selengkapnya
Tata Kelola BUMN di Bawah Kementerian Keuangan Jadi Sorotan, Ada Apa?
Tata Kelola BUMN di Bawah Kementerian Keuangan Jadi Sorotan, Ada Apa?

Ryan menyampaikan, Kementerian BUMN yang sudah melakukan sejumlah terobosan besar melalui transformasi saja masih dihadapkan pada sejumlah persoalan.

Baca Selengkapnya
Rieke PDIP Minta Rincian Data PMN BUMN 5 Tahun Terakhir, Sindir Utang Kereta Cepat
Rieke PDIP Minta Rincian Data PMN BUMN 5 Tahun Terakhir, Sindir Utang Kereta Cepat

Rieke mengatakan, total alokasi yang telah digelontorkan negara kepada BUMN sebesar Rp243 T

Baca Selengkapnya
KAI Dapat Suntikan Modal Rp2 Triliun tapi DPR Minta Ini
KAI Dapat Suntikan Modal Rp2 Triliun tapi DPR Minta Ini

Pemerintah perlu menyampaikan roadmap perkeretaapian Indonesia tentang kebutuhan transportasi penduduk.

Baca Selengkapnya
BPK Temukan 11 Perusahaan BUMN Bermasalah, Erick Thohir: Kalau Ada Korupsi Kita Bawa ke Kejagung
BPK Temukan 11 Perusahaan BUMN Bermasalah, Erick Thohir: Kalau Ada Korupsi Kita Bawa ke Kejagung

Erick menyebut, temuan BPK atas permasalahan yang terjadi di perusahaan BUMN merupakan hal yang lumrah.

Baca Selengkapnya
Anggap Peraturan Menteri LHK Tidak Tepat Hitung Kerugian Ekologis, Kubu Tersangka Kasus Korupsi Timah Beberkan Alasannya
Anggap Peraturan Menteri LHK Tidak Tepat Hitung Kerugian Ekologis, Kubu Tersangka Kasus Korupsi Timah Beberkan Alasannya

Pada permen LHK 7/2014 dibuat untuk mengatur mekanisme penyelesaian sengketa perdata lingkungan baik di dalam maupun di luar pengadilan.

Baca Selengkapnya