Ekonomi tumbuh tinggi, tapi pemerintah punya PR merosotnya nilai tukar Rupiah

Merdeka.com - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menilai, pertumbuhan ekonomi Indonesia sepanjang 2018 masih akan terus meningkat. Namun sebaliknya, dia memperingatkan bahwa nilai Rupiah yang terus melemah juga bisa berdampak pada banyak hal, mulai dari harga BBM dalam negeri hingga peningkatan harga barang konsumsi.
Menurut dia, pertumbuhan ekonomi kuartal I/2018 sebesar 5,06 persen (sedikit terangkat dibanding Kuartal I 2017, 5,01 persen) merupakan sinyal bagus untuk menggapai target pertumbuhan ekonomi sampai 5,4 persen pada tahun ini.
"Ada peningkatan (pertumbuhan ekonomi), yakni 5,06 persen (2018) dibandingkan 5,01 persen tahun lalu. Menurut saya, kita bisa sampai 5,3-5,4 persen tahun ini," ucap dia di Jakarta, Senin (7/5).
Meski begitu, pelemahan nilai tukar Rupiah akan berdampak pada kenaikan harga bensin dalam negeri. Pemerintah harus mewaspadai ini karena pembelian minyak dunia untuk konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) menggunakan Dolar Amerika Serikat.
Indonesia sendiri masih harus mengimpor sekitar 800 ribu barel minyak. Pemerintah harus mengeluarkan sekitar USD 60 juta setiap harinya untuk mendatangkan minyak yang seharga USD 74 per barel.
"Ini jadi tantangan besar. Kalau subsidi (BBM) ditarik maka inflasi naik, belum lagi ada tahun politik. Kalau harga tetap, APBN bakal tergerus," tegasnya.
Akan tetapi, Tito percaya, bila target pertumbuhan ekonomi Indonesia bisa mencapai 5,4 persen pasa tahun ini maka pendapatan negara tidak akan turun. Tapi, dia menekankan, pemerintah harus mengantisipasi akibat pelemahan Rupiah lain seperti potensi kenaikan harga barang konsumsi.
"Yang menakutkan adalah, kenaikan harga barang-barang konsumsi seperti makanan cepat saji. Itu yang mesti ditata," tukas Tito.
Reporter: Maulandy Rizky Bayu Kencana
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya