Indef Sebut Langkah Pemerintah Pisahkan Izin Tiktok Shop dan Sosial Media Sudah Tepat
Media sosial TikTok dan TikTok Shop menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.
Langkah pemerintah dinilai sudah tepat untuk melindungi UMKM Tanah Air.
Indef Sebut Langkah Pemerintah Pisahkan Izin Tiktok Shop dan Sosial Media Sudah Tepat
Izin TikTok Shop Dibedakan
Pemerintah Indonesia melalui Menteri Perdagangan akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan sosial commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 50 Tahun 2020. "Nanti e-commerce dengan social commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau dia ada media sosialnya terus ada komersialnya itu izinnya akan beda. Izinnya harus dua dan aturan izinnya diajukan ke Kemendag" ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan dikutip dari Antara di Jakarta, Selasa (8/8).
Revisi Permendag tersebut tengah dikejar dengan salah satu alasan platform media sosial TikTok atau TikTok Shop yang menggabungkan dua fitur tersebut, padahal secara aturan seharusnya memiliki izin operasi yang berbeda.
Peneliti Indef, Izzudin Farras mengatakan, langkah pemerintah sudah tepat. Social commerce selama ini belum ada peraturan tersendiri dan hanya ada dua peraturan terpisah, yakni peraturan mengenai e-commerce di kemendag dan peraturan mengenai platform sosmed di Kominfo.
"Dengan adanya revisi Permendag 50 tahun 2020 ini justru mau mengakomodasi social commerce di Indonesia sehingga itu merupakan langkah baik, justru mengakui sosial commerce di Indonesia karena sudah masuk perundang-undangan, jadi artinya tidak perlu ada pemisahan antara media sosial dan e-commerce," ucap Izzudin saat dihubungi merdeka.com di Jakarta, Selasa (8/8).
“Revisi Permendag 50/2020 diharapkan mampu menekan serbuan barang impor dan melindungi produk UMKM dalam negeri. Revisi permendag tersebut harus mencakup pengenaan pajak terhadap seluruh barang impor yang dijual oleh reseller/afiliator,” tambah Farras.
Di sisi lain, pemerintah juga mengeluhkan algoritma Tiktok di mana cara dagang di Tiktok Shop mengancam pelaku UMKM. Algoritma TikTok dapat membaca kebiasaan penggunanya, sehingga dapat menjadi data yang digunakan untuk menggambarkan ketertarikan konsumen di Indonesia. Menurut Farras, jalan keluarnya yaitu pemerintah bisa mempercepat pembahasan dan pengesahan peraturan turunan dari UU Perlindungan Data Pribadi (UU PDP) agar data milik publik dapat dikelola sesuai dengan baik dan terstandar.
"Algoritma TikTok juga diharapkan bisa turut mempromosikan UMKM lokal, bahkan mendorong ekspor produk UMKM lokal, sehingga produk UMKM lokal dapat bersaing dengan produk impor," kata Farras.
Sebelumnya, Menteri Perdagangan, Zulkifli Hasan akan mengatur perizinan yang berbeda antara platform e-commerce dan sosial commerce melalui revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Pemendag) Nomor 50 Tahun 2020. “Nantinya e-commerce dengnan social commerce beda, izinnya mesti beda. Jadi kalau ada media sosialnya terus ada komersialnya itu izinnnya akan beda. Izinnya harus dua dan aturan izinnya diajukan ke Kemendag,” ujar Menteri Perdagangan Zulkifli Hasan di Jakarta, Jumat (4/8).
Lewat revisi Permendag 50 Tahun 2020 tentang Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan dan Pengawasan Pelaku usaha dalam Perdagangan Sistem Elektronik, Mendag berharap kekosongan aturan tersebut akan diperjelas aturan mainnya.
Di lain hal, Menteri Koperasi dan UKM, Teten Masduki menyebut algoritma Tiktok cara dagang di Tiktok Shop mengancam pelaku UMKM. Buktinya, algoritma TikTok dapat membaca kebiasaan penggunanya, sehingga dapat menjadi data yang digunakan untuk menggambarkan ketertarikan konsumen di Indonesia. "Kalau mereka jualan barang juga, algoritma mereka akan mengarahkan pada produk-produk mereka, sehingga konsumen di pasar digital akan membeli produk afiliasi bisnis," Menteri Koperasi dan UKM Teten Masduki
Pemerintah melihat fenomena project S TikTok Shop di Inggris akan merugikan pelaku UMKM jika masuk ke Indonesia. Project S TikTok Shop dicurigai menjadi cara perusahaan untuk mengoleksi data produk yang laris manis di suatu negara, untuk kemudian diproduksi di China. "Di Inggris itu 67 persen algoritma TikTok bisa mengubah behavior konsumen di sana dari yang tidak mau belanja jadi belanja. Bisa mengarahkan produk yang mereka bawa dari China. Mereka juga bisa sangat murah sekali," kata TetenNamun demikian, TikTok Indonesia membantah menjalankan bisnis lintas batas (cross border) melalui Project S di Tanah Air. “Tidak benar bahwa kami akan meluncurkan inisiatif lintas batas di Indonesia. Kami tidak ada niatan untuk menciptakan produk e-commerce sendiri atau menjadi wholesaler yang akan berkompetisi dengan para penjual Indonesia," ungkap Head of Communications of TikTok Indonesia Anggini Setiawan di Kementerian Koperasi dan UKM, Jakarta Selatan, Rabu (26/7).