Integrasi Pipa Transmisi, Penyaluran Gas Bumi dari Sumatera Sampai Jawa Jadi Berkelanjutan
Pemenuhan gas bumi dari Sumatra sampai ke Jawa akan lebih berkelanjutan ke depannya melalui integrasi pipa transmisi.
PT PGN Tbk terus mengembangkan pemanfaatan gas bumi, salah satunya melalui integrasi pengelolaan infrastruktur baik pipeline maupun beyond pipeline dan komoditas gas bumi untuk bisa menjawab tantangan pada sektor hilir energi bersih tersebut.
Group Head, Gas, and LNG Supply PGN, Muhammad Anas Pradipta mengatakan, integrasi pengelolaan infrastruktur dan komoditas gas akan semakin memberikan keandalan, fleksibilitas, dan keterjangkauan interkoneksi pusat-pusat pasar yang semakin kuat.
"Dengan integrasi ini kami siap melakukan penyesuaian dari sisi pola operasi agar layanan gas bumi bisa lebih fleksibel, kemudian dari sisi market bisa lebih mudah mendapatkan kepastian pasokan. Tahun ini, introduksi produk LNG dan layanan beyond pipeline ke dalam market eksisting PGN menjadi enabler untuk quick win sesuai dinamika yang terjadi atas kondisi supply, demand, dan lingkungan bisnis gas," ujarnya seperti ditulis Antara.
Anas melanjutkan, pemenuhan gas bumi dari Sumatra sampai ke Jawa akan lebih berkelanjutan ke depannya melalui integrasi pipa transmisi. Sedangkan melihat tantangan geografis dan ketersediaan terminal LNG yang ada saat ini, PGN sedang mendesain moda LNG skala kecil.
"Moda transportasi LNG bisa menyediakan kebutuhan gas bumi bagi pusat-pusat pasar yang ada. Memang tantangan yang ada adalah kondisi demand yang tersebar, sehingga ini menjadi tantangan dari sisi supply chain. Namun, akan tetap kami lakukan sebagai solusi untuk penyaluran gas di Indonesia tengah dan timur," jelas Anas.
Pembangunan infrastruktur LNG, yang salah satunya adalah LNG hub juga ditujukan untuk menjawab tantangan imbalance supply & demand.
LNG Hub akan menjadi key enabler dalam memperkuat reliability & availability penyaluran gas bumi sebagai energi transisi.
Infrastruktur LNG yang saat ini dimiliki oleh PGN di seluruh Indonesia antara lain FSRU Lampung (240 MMSCFD), FSRU Jawa Barat (500 MMSCFD), LNG RT di Lhokseumawe, Aceh (400 MMSCFD), serta LNG Lamong (25-30 BBTUD).
Perencanaan LNG hub berlokasi di Arun yang terletak di jalur perdagangan internasional merupakan optimasi aset dan sesuai dengan rencana strategis menyesuaikan potensi pengembangan lapangan migas ke depan.
Melalui Perta Arun Gas, saat ini PGN tengah melakukan revitalisasi satu unit tangki LNG dan diperkirakan dapat beroperasi pada 2025. PGN juga merencanakan pengembangan LNG bunkering di beberapa lokasi seperti Arun, Tanjung Priok dan Bontang.
Target Jangka Pendek
Target dalam jangka pendek adalah bunkering di Bontang yang dapat melayani LNG fueled vessel kapasitas 1.000-15.000 m3 di jalur pelayaran melalui Selat Makassar menuju Australia (efisiensi 2-3 hari) dengan target operasi pada 2026.
Selain membangun LNG hub, mekanisme untuk mengatasi imbalance supply & demand adalah melalui pengembangan bisnis ritel dengan moda CNG dan LNG berdasarkan kategori pelanggan (volume) serta jarak antara lokasi supply dan demand pelanggan.
Selanjutnya, adalah pemetaan lokasi SPBU di seluruh wilayah Indonesia (24 SPBG milik PGN dan Pertamina) dengan potensi kebutuhan pelanggan 15,5 BBTUD, yang dapat dilayani menggunakan CNG.
Layanan CNG dan penetrasi pasar ritel juga memungkinkan penggunaan tabung silinder berkapasitas 24 m3. Proyeksi kebutuhan gasnya mencapai 0,5 BBTUD, yang membutuhkan 1.320 tabung. Sedangkan, untuk supply chain LNG menggunakan isotank, yang sudah dijalankan di Bontang oleh PT Pertagas Niaga.
"Sinergi perencanaan dengan kawasan-kawasan industri merupakan kunci optimasi pemanfaatan gas bumi sebagai energi transisi," kata Anas.
Menurut dia, pengelolaan gas PGN selama ini hampir 60 persen untuk industri.
"Jika upaya quick win PGN ini sinergis dan dapat menjadi satu orkestrasi perencanaan cetak biru stakeholder layanan gas bumi nasional, kami yakin dan berkomitmen bahwa perluasan akses gas bumi dengan menjadikan kawasan industri sebagai jangkar penyerapan gas bumi, yang dapat melahirkan multiplier effect, yang signifikan bagi perekonomian nasional," ujarnya.
Hal tersebut, lanjut Anas, juga akan meningkatkan efektivitas dan efisiensi pengembangan infrastruktur gas bumi ke depan yang akan berdampak pada keekonomian hilir gas yang diterima seluruh stakeholder dan mata rantai layanan gas bumi.