Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Jelang Harbolnas, YLKI Ingatkan Masyarakat Tak Terjerat Diskon Abal-Abal

Jelang Harbolnas, YLKI Ingatkan Masyarakat Tak Terjerat Diskon Abal-Abal Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi. ©2019 Merdeka.com/Wilfridus Setu Embu

Merdeka.com - Perilaku belanja berbasis daring atau makin digandrungi masyarakat, khususnya di kalangan generasi muda milenial. Harga yang lebih murah menjadi pertimbangan utama, apalagi masih diiming imingi diskon, cash back, pay later dan lain sebagainya.

Tidak heran jika strategi marketing, iklan dan promosi para pelaku market place di Indonesia makin ofensif menjerat calon konsumennya. Salah satu bentuk strategi marketingnya yang ofensif itu adalah Harbolnas atau Hari Belanja Online Nasional, setiap tanggal 11 November.

Belanja online banyak sisi positifnya, seiring dengan keniscayaan fenomena ekonomi digital. Namun demikian banyak catatan terkait hal ini, terkhusus pada aspek perlindungan konsumen.

Ketua Pengurus Harian YLKI, Tulus Abadi mengingatkan konsumen untuk tetap mengedepankan perilaku belanja yang kritis dan rasional. Belanjalah berdasar pada kebutuhan (bukan keinginan.

"Jangan terjerat bujuk rayu diskon, sebab banyak diskon hanyalah gimmict marketing, alias diskon abal abal. Cermatilah bentuk bentuk diskon yang diberikan, termasuk jenis barang yang diberikan diskonnya. Konsumen juga jangan makin konsumtif berbelanja dengan iming iming pay later, yang pada akhirnya akan terjerat hutang," ucap Tulus dikutip keterangannya.

Hati-hati Belanja Online

Tulus mengingatkan agar konsumen mengedepankan kewaspadaan dan ekstra hati hati dalam belanja online. Cermatilah profil pelaku usaha dari market place yang menawarkan belanja online yang bersangkutan. Jangan sampai konsumen dirugikan oleh transaksi belanja online dari market place yang tidak kredibel.

"Alih alih konsumen malah tertipu. Sebab berdasar data pengaduan YLKI selama 5 tahun terakhir, pengaduan belanja online selalu menduduki rating tiga besar. Dan ironisnya persentase pengaduan tertinggi yang dialami konsumen adalah barang tidak sampai ke tangan konsumen. Artinya masih banyak persoalan dalam belanja online dalam hal perlindungan konsumen," tegasnya.

Selanjutnya, Tulus mengingatkan agar para pelaku market place juga harus mengedepankan strategi promosi, iklan dan marketing yang bertanggungjawab, dan menjunjung etika bisnis yang fairness, dan mematuhi regulasi yang ada. Bukan malah sebaliknya, iklan dan promosi yang membius konsumen yang beda beda tipis dengan aksi penipuan;

"Pemerintah harus secara ketat mengawasi praktik belanja online, khususnya Kementerian Perdagangan, Kementerian Kominfo, Otoritas Jasa Keuangan, Badan POM, dan kementerian/lembaga lainnya yang berkompeten. Kuatnya fenomena belanja online, ironisnya, justru tidak paralel dengan kuatnya pengawasan oleh pemerintah," jelas Tulus.

Sahkan RUU Perlindungan Data Pribadi

Oleh karenanya, dari sisi regulasi, sangat mendesak untuk segera mengesahkan RUU Perlindungan Data Pribadi, dan RPP Belanja Online. Kedua regulasi inilah yang akan secara kuat memayungi konsumen dalam transaksi belanja online. Jika kedua regulasi ini tidak segera disahkan, sama artinya pemerintah melakukan pembiaran terhadap berbagai pelanggaran hak konsumen dalam transaksi belanja online.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP