Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Kemacetan di Jakarta Sebabkan Kerugian Ekonomi Rp65 Triliun per Tahun

Kemacetan di Jakarta Sebabkan Kerugian Ekonomi Rp65 Triliun per Tahun Kemacetan. ©2013 Merdeka.com/Dwi Narwoko

Merdeka.com - Pengamat transportasi sekaligus Ketua Bidang Advokasi dan Kemasyarakatan MTI Pusat Djoko Setijowarno, menyebut bahwa keterbatasan kapasitas fiskal daerah menjadi salah satu penyebab tidak berkembangnya transportasi umum perkotaan. Dana yang terbatas tidak mampu membangun sistem angkutan umum massal perkotaan.

"Keterbatasan kelembagaan/otoritas yang mampu mengintegrasikan pengembangan transportasi perkotaan lintas administrasi dan lintas sistem angkutan di kawasan metropolitan," kata Djoko kepada Liputan6.com, Minggu (27/6).

Berdasarkan kajian Bappenas bersama Bank Dunia (2019), pangsa angkutan umum Jakarta, Bandung, Surabaya dan kota-kota lainnya rata-rata kurang dari 20 persen. Kota Jakarta, Surabaya dan Bandung masuk dalam kota termacet di Asia.

"Kota Jakarta menduduki peringkat 10 dengan 53 persen tingkat kemacetan dibandingkan kondisi normal atau tidak macet di kota tersebut. Keterbatasan sistem angkutan umum massal menyebabkan kemacetan yang akhirnya berdampak pada kerugian ekonomi," ujarnya.

Sehingga akibat kemacetan, peningkatan 1 persen urbanisasi di Indonesia hanya berdampak pada peningkatan 1,4 persen PDB per kapita. Kerugian ekonomi akibat kemacetan lalu lintas di Jakarta mencapai Rp65 triliun per tahun. Pada 5 wilayah metropolitan (Bandung, Surabaya, Medan, Semarang, Makassar) kerugian mencapai Rp12 triliun per tahun.

Dia menilai saat ini, payung hukum untuk pembangunan proyek angkutan massal perkotaan termasuk dalam hal dukungan Pemerintah, masih belum menyeluruh atau bersifat untuk masing-masing proyek (arbitrary).

Kurangnya Dukungan Pusat

Hal itu terlihat dari dukungan pusat, misalnya, LRT Sumatera Selatan 100 persen, MRT Jakarta 49 persen, LRT Jabodebek berupa sinergi BUMN (PT Adhi Karya, PT Inka, dan PT Kereta Api Indonesia). Selain DKI Jakarta, tidak ada kota yang mampu membangun MRT dan LRT jika hanya mengandalkan APBD.

"Untuk mengimplementasi kebijakan pengembangan angkutan umum massal perkotaan, diperlukan payung hukum berupa Peraturan Presiden (Perpres) terkait Pembangunan Sistem Angkutan Umum Massal Perkotaan," pungkasnya.

Reporter: Tira Santia

Sumber: Liputan6.com

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP