Kisah Pendiri Ayam Bakar Mas Mono, Jadi OB Belasan Tahun & Keliling Jualan Gorengan

Merdeka.com - Hanya lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA), tak menjadi hambatan bagi Agus Pramono berkembang menjadi pebisnis. Rumah makan Ayam Bakar Mas Mono yang dapat dijumpai di setiap kota menjadi tanda kegigihan Mas Mono, sapaan akrab Agus Pramono.
Sebelum merintis sebagai pemilik rumah makan ayam bakar, pria kelahiran Madiun, 28 Agustus 1974, pernah menjadi office boy (OB) bertahun-tahun di sebuah perusahaan swasta di Jakarta.
Satu waktu, Mono sudah merasa di titik jenuh menjadi OB. Dia ingin mencoba peruntungan lain, namun urung dilakukan. Saat masih menjadi OB, ayahnya meninggal. Mono pulang kampung, namun tak bisa kembali ke Jakarta karena tidak memiliki ongkos.
Dia kemudian berjualan gorengan di kampung halamannya. Setiap hari Mono berkeliling dari sekolah ke sekolah, dari komplek ke komplek untuk menjajakan gorengan. Mono kemudian menemukan lahan yang dirasa cukup nyaman untuk ‘mangkal’ berjualan gorengan.
Lahan tersebut disewa oleh Mono dari hasil berjualan gorengan. Namun lambat laun, dia merasa berdagang gorengan tidak cukup untuk berkembang. Dia kemudian beralih berjualan ayam bakar.
Awal Mula Jual Ayam Bakar
Dengan modal Rp500.000 dari pendapatan yang dia peroleh dari berdagang gorengan, bisnis itu dimulai. Pada tahun 2001, dia memulai berjualan ayam bakar. Di awal, Mono menjual 5 ekor ayam per hari.
Aroma dari asap selama proses membakar ayam menarik masyarakat untuk mampir. Semakin hari, jumlah pengunjung lapaknya terus bertambah. Pernah satu hari dia menjual 80 ekor ayam per hari.
Tantangan kemudian datang, area tempat lapak Mono berdagang digusur. Pangsa pasarnya pun hilang. Mono frustasi sebab penggusuran itu terjadi di saat pelanggan ayam bakarnya sangat banyak. Dia juga kelimpungan mengenai nasib 6 karyawan pertamanya saat itu.
Mono kemudian mendapat lapak di Tebet, Jakarta Selatan. Tantangan belum reda, di lokasi itu tidak cukup strategis, karena berada di pojok dan sulit akses lalu lalang. Warung Ayam Bakar Mas Mono pun sepi pengunjung.
Dia mencari jalan bagaimana agar warungnya didatangi pengunjung. Dia beberapa kali mengajak bekas pelanggannya di tempat dulu untuk mampir ke lokasi barunya. Hasilnya, pelan tapi pasti berkat kegigihannya dan perjuangannya, pelanggan pun terus berjejalan. Mono pun memutuskan membuka cabang tak jauh dari lokasi warung makannya saat itu.
Usaha Kembali Terancam
Usaha Mono kembali terancam dengan penyebaran virus flu burung. Penjualannya merosot tajam, pasokan ayam berhenti akibat wabah ini. Di masa ini, Mono pasrah atas nasib usahanya.
Nasib baik masih berpihak pada Mono, usahanya tidak bangkrut. Meski sempat berhenti beroperasi. Justru, saat ini, dia sudah mematenkan merek rumah makannya "Ayam Bakar Mas Mono". Mono bahkan sudah memiliki sekitar 20 cabang lebih rumah makan Ayam Bakar Mas Mono, yang tersebar di Jabodetabek.
Setiap satu cabang, rerata menjual 100 ekor ayam dengan omzet sekitar Rp8 juta. Mono kembali mencoba peluang dengan berjualan kuliner lain seperti bakso. Usahanya ini kemudian dijadikan sebagai bisnis waralaba.
Pada tahun 2012, Mono mengukuhkan eksistensi Ayam Bakar Mas Mono dengan meneken MOU dalam event "Go Global Official Signing of Ayam Bakar Mas Mono's launch into Malaysia" yaitu sebuah acara kerja sama Master franchise ayam bakar Mas Mono di Malaysia.
Kerja sama Master franchise ini diawali dengan dibukanya tiga Outlet Ayam Bakar Mas Mono di Malaysia, dua di antaranya akan dibuka di Bandar Udara Internasional Kuala Lumpur.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya