Lockdown Jakarta Tak Lagi Relevan untuk Cegah Penyebaran Corona

Merdeka.com - Direktur Riset Center of Reform on Economy (CORE), Piter Abdullah, mengatakan bahwa wacana lockdown di wilayah Jabodetabek harus segera dihapuskan. Sebab, hal tersebut dinilai tidak lagi relevan karena sebagian penduduknya telah mencuri start lebih awal untuk mudik.
"Setop wacana, waktunya sudah tidak pas. Khususnya Jabodetabek," tegas Piter saat dihubungi Merdeka.com pada Sabtu (4/4).
Menurut Piter, lockdown atau karantina wilayah pada hakikatnya bertujuan untuk mengetahui sebaran penderita virus covid-19 di suatu wilayah. Sedangkan, di Jabodetabek sebagian besar penduduknya telah melakukan mobilitas yang luas termasuk melakukan kegiatan mudik. Sehingga, lockdown sudah kehilangan esensinya.
"Masyarakat sudah menyebar luas, memang waktunya menghentikan wacana (lockdown)," lanjut dia.
Oleh karena itu, pemerintah maupun dinas terkait diharuskan lebih sigap melakukan sejumlah tindakan preventif guna mencegah penyebaran virus covid-19 yakni dengan melakukan rapid tes lebih luas. Selain itu tindakan represif juga mutlak diperlukan untuk mencegah jumlah korban jiwa lebih banyak.
Moodys: Karantina Wilayah Mendorong Perlambatan Pertumbuhan Ekonomi Lebih Dalam
Lembaga pemeringkat internasional, Moody's, menilai perekonomian Indonesia mendapatkan tantangan yang serius dari penyebaran virus corona. Terutama sisi fiskal dan neraca eksternal.
Vice President and Senior Analyst Moodys, Anushka Shah, mengatakan kondisi itu dapat menyebabkan terjadinya perlambatan ekonomi sejak krisis 1997-1998.
Moody's memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 melambat hingga 3,0 persen sebelum mengalami pemulihan hingga meningkat sebesar 4,3 persen pada 2021.
"Perekonomian Indonesia mulai melambat di triwulan satu, namun potensi terjadinya karantina di wilayah Jakarta dan bagian lain di Jawa, yang menjadi pusat pertumbuhan, bisa mendorong perlambatan lebih dalam," ujarnya seperti dikutip dari Antara, Jumat (3/4).
Shah mengatakan pelemahan Rupiah dan kenaikan imbal hasil untuk surat utang juga berpengaruh kepada kinerja pasar keuangan bila terjadi secara berkepanjangan.
"Nilai tukar Rupiah yang melemah hingga 20 persen sejak Februari dan kenaikan yield surat utang negara dapat berpengaruh ke ekonomi apabila terjadi secara berkelanjutan," katanya.
Sementara itu, masuknya arus modal dalam kondisi saat ini bisa saja menambah beban utang dan neraca eksternal yang secara tidak langsung mempunyai implikasi kepada kesehatan perusahaan dan kualitas aset bank.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya