Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pelaku Usaha Makanan dan Minuman Ngaku Tak Terdampak Pelemahan Rupiah

Pelaku Usaha Makanan dan Minuman Ngaku Tak Terdampak Pelemahan Rupiah dolar AS. ©2015 merdeka.com/muhammad luthfi rahman

Merdeka.com - Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (Gappmi), Adhi Lukman memastikan pelemahan nilai tukar Rupiah yang nyaris menyentuh Rp16.000 per USD tak memberatkan pelaku industri. Sebab, sebagian bahan baku pengolahan yang diimpor harga pembeliannya masih jauh lebih rendah.

Dia mencontohkan seperti halnya komoditas gula. Harga rata-rata pembelian masih di bawah Rp10.000 per kilogram. Sementara harga jual eceran ditetapkan pemerintah berkisaran Rp12.500. Sehingga masih ada keuntungan didapat pihaknya.

"Iya tidak (memberatkan). Memang harga di luar negeri itu murah, kalau modalnya luar negeri saya katakan di bawah Rp10.000," kata dia di Jakarta, Kamis (19/3).

Seperti diketahui, Nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) tercatat melemah di perdagangan hari ini, Kamis (19/3). Sore ini, Rupiah ditutup di level Rp15.912 per USD atau nyaris menyentuh level Rp16.000 per USD.

Mengutip data Bloomberg, tadi pagi Rupiah dibuka di level Rp15.288 per USD atau melemah tipis dibanding penutupan perdagangan sebelumnya di Rp15.222 per USD.

Rupiah Melemah Disebabkan Wabah Virus Corona

Direktur PT TRFX Garuda Berjangka, Ibrahim Assuaibi mengatakan, penyebaran wabah virus corona atau covid-19 yang semakin mengkhawatirkan dan menyebabkan kepanikan pasar membuat Bank Indonesia (BI) hari ini memutuskan menurunkan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 4,5 persen

"Apa yang dilakukan oleh Bank Indonesia sudah mengikuti anjuran bank sentral global, namun BI tidak bisa menjaga stabilitas mata uang Rupiah akibat pasar yang panik karena dinamika dinamika penyebaran virus corona sangat cepat," ujar Ibrahim.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP