Pelemahan Rupiah saat ini berbeda jauh dibanding 1998, ini buktinya

Merdeka.com - Pengamat Ekonomi Universitas Mulawarman (Unmul), Aji Sofyan Effendi menegaskan bahwa kondisi pelemahan nilai tukar Rupiah terhadap Dolar Amerika Serikat (USD) kali ini berbeda jauh dibandingkan dengan yang terjadi pada 1998 silam. Perbedaan tersebut dapat dilihat dari fundamental ekonomi dan beberapa indikator makro ekonomi.
"Jauh berbeda. Dari berbagi indikator makro, saat ini kondisi kita jauh lebih kuat dibandingkan 1998 sehingga sama sekali tidak mengkhawatirkan," kata Aji dikutip keterangannya di Jakarta, Jumat (7/9).
Katanya, fundamental ekonomi era Soeharto sangat rapuh. Buktinya, ketika pelemahan menimpa mata uang negara-negara Asia Tenggara, hanya Indonesia yang tidak bisa bangkit. Sedangkan Singapura dan Malaysia cepat bangkit. Termasuk Baht Thailand yang mengalami pelemahan cukup parah. Indonesia sendiri pada 1998, jangankan recovery. Pelemahan nilai tukar Rupiah justru merembet pada krisis yang sangat kompleks. Mulai krisis moneter, hingga krisis kepercayaan dan krisis politik yang menyebabkan Soeharto tumbang.
Bertolak belakang dengan 1998, fundamental ekonomi Indonesia yang dibangun Pemerintahan Jokowi dinilai sangat kuat. Sehingga tidak mungkin merembet ke krisis moneter apalagi krisis kepercayaan kepada Pemerintah.
Dua indikator makro terkait kuatnya fundamental ekonomi Indonesia saat ini, kata Aji, adalah pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi. Pertumbuhan ekonomi Indonesia 5,2-5,3 persen, sedangkan inflasi juga bagus, di bawah 5 persen. "Pertumbuhan ekonomi dan tingkat inflasi adalah indikator terpenting. Ibarat manusia, keduanya adalah jantung. Dan karena masih kuat, dipastikan bahwa kondisi Indonesia masih sangat aman," kata dia.
Tak kalah penting, tingkat pelemahan (depresiasi) pada 1998 dan sekarang juga berbeda jauh. Pada 1998 depresiasi mencapai sekitar 600 persen, yaitu dari Rp 2.000-an menjadi Rp 15.000-an per USD. Sedangkan sekarang hanya sekitar 10 persen, yaitu Rp 13.500 menjadi Rp 15.000. "Kita jauh lebih baik dibandingkan Turki yang sekarang anjlok 300 persen," lanjutnya.
Terpisah, guru besar Universitas Indonesia (UI) Profesor Budyatna juga setuju bahwa kondisi 1998 dan saat ini sangat berbeda jauh. Dulu terjadi krisis moneter, saat ini tidak. Sekarang, tingkat kepercayaan terhadap Pemerintahan Jokowi masih sangat tinggi, sedangkan 1998, kepercayaan terhadap Soeharto begitu anjlok.
Tingginya kepercayaan kepada Jokowi, menurut Budyatna, tidak lepas dari kinerja pemerintahan yang memang baik serta sikap antikorupsi Presiden Jokowi. "Jokowi orang yang jujur, tidak korupsi. Uangnya dipakai untuk membangun. Itu yang membuat kepercayaan kepada Pemerintah masih sangat tinggi," lanjut dia.
Tingginya kepercayaan terhadap Jokowi, memang bertolak belakang dengan kondisi yang dialami Soeharto pada saat krisis 1998. Ketika itu korupsi terjadi dalam lingkar dalam (inner circle) Soeharto, termasuk para kroni dan anak-anaknya. Bahkan, anak-anak Soeharto yang semuanya terjun ke dunia bisnis, menurut Budyatna, sudah terbiasa meminjam uang dari bank dan tidak mengembalikan.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya