Pembangunan Pengolahan Limbah Nikel Ditargetkan Rampung Akhir Tahun Ini

Merdeka.com - Pemerintah tengah melakukan finalisasi pembangunan fasilitas pengolahan limbah nikel maupun limbah lithium baterai. Proses finalisasi ditargetkan rampung akhir tahun ini.
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengatakan, proses ground breaking fasilitas pengolahan limbah tersebut dapat mulai setelah keluarnya aturan yang menjadi payung hukum.
"Masalah Lithium baterai masalah HPAL dan limbahnya, tadi kita finalisasi kita harap tanggal 18 Desember, selama satu bulan ini kita kerja terus," kata dia, di Kantornya, Jakarta, Senin (18/11).
Sementara itu, syarat lain untuk pembangunan fasilitas tersebut, yakni proses pengurusan AMDAL pun diharapkan selesai pada akhir tahun ini. Menurutnya, hasil dari pengolahan limbah smelter dan limbah lithium baterai tersebut dapat dipakai kembali. Dengan demikian, lanjut Luhut, pengambilan nikel ore dapat ditekan.
"Jadi nanti dari itu kita bisa ekstrak 98,5 persen lithiumnya, sehingga nanti akan mengurangi kita mengambil nikel ore, membuat kita lebih sustain," jelas dia.
Terkait nilai investasi untuk pembangunan tersebut, kata Luhut, bakal membutuhkan dana USD 3,2 miliar. "Sekarang lagi proses finalisasi. Itu nanti kalau semua jalan, insya Allah kita jadi akhir tahun ini sudah bisa announce mungkin USD 3,2 miliar," jelas dia.
"(investor?) Macam-macam, makanya kami nanti lihat Volkswagen, Mercedes, Audi dan sebagainya," imbuhnya.
Mantan Kepala Staf Kepresidenan ini mengatakan angka USD 3,2 miliar tersebut merupakan investasi di area pengolahan nikel di Morowali juga di area milik Harita Group. "Harita juga ada. Jangan pikir hanya Morowali saja. Harita pun ada" tandasnya.
Pelarangan Ekspor Nikel
Direktur Jenderal Mineral dan Batubara Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) Bambang Gatot mengatakan, pelarangan ekspor nikel ditetapkan per 1 Januari 2020, untuk mendorong pengembangan industri mobil listrik. Pelarangan ini termasuk untuk kadar rendah di bawah 1,7 persen yang sebelumnya boleh diekspor.
"Pemerintah dengan pertimbangan cost benefit-nya mengambil insiatif menghentikan ekspor nikel segala kualitas. Dulu di bawah 1,7 diekspor atas dasar itu kita hentikan," kata Bambang, di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta, Senin (2/9).
Menurutnya, nikel kadar rendah yang mengandung mengandung lithium dan kobalt, saat ini sudah bisa diolah dengan teknologi hidrometalurgi untuk dijadikan komponen baterai yang bisa mendukung pengembangan industri kendaraan listrik di Indonesia.
"Kedua saat ini perkembangan teknologi sudah maju, justru dapat mengelola nikel kadar rendah, nikel tersebut dapat digunakan sebagai komponen baterai," imbuhnya.
Saat ini ada empat perusahaan yang sedang dibangun untuk mengelola nikel kadar rendah menjadi baterai kendaraan listrik. Jika empat pabrik tersebut beroperasi maka total kebutuhan nikel kadar rendah pada 2021 akan mencapai 27 juta ton per tahun.
(mdk/azz)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya