Pemerintah harus tagih tunggakan pajak Freeport Rp 2,6 triliun

Merdeka.com - Pemerintah Provinsi Papua meminta PT Freeport Indonesia untuk dapat mematuhi keputusan Pengadilan Pajak Jakarta yang menolak gugatan perusahaan itu dan segera membayar denda air permukaan. Jumlah pokok pajak sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2011 mencapai hampir Rp 2,6 triliun.
Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, mengatakan pemerintah harus menagih tunggakan pajak Freeport. Sebab, pajak tersebut membantu meningkatkan penerimaan ppajak daerah penghasil.
"Jadi bagaimanapun inikan kewajiban kontraktor kewajiban pihak swasta ke daerah yg harus dilaksanakan jadi tetep harus ditagih meskipun tetap tidak bisa memaksakan atau memberikan penalti. Dalam artian, kewajiban pajak tetep harus dilaksanakan tapi biasanya kewajiban pajak tidak bisa dihubungkan dengan masalah Pemutusan kontrak, ini harus dilaksanakan," kata Komaidi dalam diskusi Energi Kita yang digagas merdeka.com, RRI, IJTI, IKN dan JTI di Gedung Dewan Pers, Jakarta, Minggu (29/1).
Dia juga mengatakan perhitungan data antara Pemprov dan Freeport tak sama. Sehingga, dapat menimbulkan kesalahpahaman dengan adanya kekurangan pembayaran pajak tersebut. "Sama kayak kita kurang bayar pajak biasa kalau pajak pribadi punya NPWP kadang ada pendapatan lupa dimasukan kan itu ada koreksi dengan teman-teman di perpajakan," katanya.
"Kalau kurang bayar kita bayar kalau lebih bayar biasanya dipotong tahun depan atau dikembalikan, kalau pajaknya ke daerah yg berwenang daerah, kalau pajak pusat ke kemenkeu," tutupnya.
Sebelumnya, Pemerintah Provinsi Papua meminta PT Freeport Indonesia untuk dapat mematuhi keputusan Pengadilan Pajak Jakarta yang menolak gugatan perusahaan itu dan segera membayar denda air permukaan. Jumlah pokok pajak sesuai dengan Perda Nomor 4 Tahun 2011 mencapai hampir Rp 2,6 triliun.
Kita harap dia melaksanakan kewajiban putusan. Dia harus bayar dendanya, kemudian melaksanakan sesuai dengan peraturan daerah Nomor 4 Tahun 2011," kata Gubernur Papua Lukas Enembe ditemui di Hotel Pullman, Jakarta pada Jumat.
Menurut Lukas, jumlah itu belum termasuk dengan denda yang harus dibayarkan perusahaan tambang asal Amerika Serikat tersebut. "Sampai sekarang belum dibayar sama sekali, dan jumlahnya hampir mencapai Rp 2,6 triliun. Itu pokoknya, kalau dengan denda sekitar Rp 3 triliunan," tegas Lukas.
Menurut Lukas, Pengadilan Pajak Jakarta telah memutuskan menolak gugatan PTFI terkait Pajak Air Permukaan pada 17 Januari 2017. Pemda akan menanti pemberian salinan putusan Pengadilan Pajak guna proses pelunasan pokok pajak dan denda lebih lanjut.
"Ini adalah langkah awal menuju perbaikan ekonomi Indonesia. Kita harus tegas dalam hal-hal seperti ini dan negara ini bisa maju kalau pajaknya dipenuhi oleh pengusaha-pengusaha atau investor atau perorangan seperti itu," tegas Lukas.
Manajemen PT Freeport Indonesia menolak membayar pajak air permukaan sesuai nilai yang dirumuskan dari Peraturan Daerah Provinsi Papua Nomor 4 tahun 2011 tentang Pajak Daerah.
Dalam persidangan sengketa pajak pada pertengahan 2016, PT Freeport tetap mengacu pada Kontrak Karya (KK) Tahun 1991 dan Perda Nomor 5 Tahun 1990. Perbedaan antara kedua perda itu yaitu pada harga denda air permukaan yang sebelumnya Rp 10 per meter kubik per detik menjadi Rp 120 per meter kubik per detiknya.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya