Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Pemerintah Nilai RI Jauh dari Potensi Resesi, Inilah Alasannya

Pemerintah Nilai RI Jauh dari Potensi Resesi, Inilah Alasannya Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kemenko Perekonomian Iskandar Simorangkir. ©2019 Merdeka.com/Yayu

Merdeka.com - Ekonomi global saat ini tengah mengalami tren perlambatan. Beberapa negara bahkan sudah mengalami resesi seperti Argentina, Turki bahkan Singapura. Resesi adalah suatu kondisi di mana terjadi pertumbuhan ekonomi yang negatif selama dua kuartal berturut-turut.

Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan Kementerian Koordinator Perekonomian, Iskandar Simorangkir, mengungkapkan meski ekonomi global mengalami perlambatan namun pemerintah optimistis Indonesia tidak akan mengalami resesi.

Dia menjelaskan hal itu tercermin dari struktur neraca perdagangan yang pada Oktober mengalami surplus, meski tipis. Namun, jika dilihat secara keseluruhan komposisi ekspor dan impor masih berimbang.

"Kalau dilihat komposisi ekspor impor masih berimbang dan konsumsi rumah tangga masih bisa dipertahankan," kata dia, dalam sebuah acara diskusi bertajuk "Bagaimana Politik Anggaran Menjawab Ancaman Resesi Global", di Kemenkominfo, Jakarta, Jumat (15/11).

Di tengah kondisi global seperti saat ini, kata dia, meningkatkan ekspor menjadi salah satu keharusan jika ingin selamat dari jerat resesi. Namun, hal itu sangat sulit dilakukan mengingat hampir semua negara tengah mengalami kesulitan. Akan tetapi, Indonesia terbukti berhasil mengatasi hal itu.

Iskandar menjelaskan pelemahan kinerja ekspor masih tertolong oleh impor yang penurunannya lebih tajam. Selain itu, kinerja ekspor akan dibantu oleh konsumsi rumah tangga yang sampai saat ini berkontribusi besar terhadap pertumbuhan ekonomi. Tercatat, kontribusinya sekitar 54 persen.

"Kita bisa mengantisipasi pelemahan ekonomi global dan menambah pertumbuhan ekonomi ketika perekonomian global menurun sulit ekspor, makanya kita berdayakan domestik kita. Barang yang mengalami pelemahan ekspor kita jual ke dalam," ujarnya.

Salah satu contohnya adalah percepatan program B30 di mana nantinya akan menggunakan CPO dalam negeri sebagai campuran untuk bio diesel. "Itu kan meningkatkan penghasilan petani. Petani sawit tadi harganya menjadi lebih tinggi berarti daya beli petani menjadi lebih tinggi. Ketika daya beli menjadi tinggi, konsumsi barang-barang yang dihasilkan industri dalam negeri jadi naik," ujarnya.

"Makanya saya cerita tadi kita tidak akan jatuh (resesi) seperti negara lain," dia menambahkan.

Selanjutnya, upaya yang dilakukan pemerintah juga dengan menurunkan suku bunga KUR (kredit usaha rakyat) yang berdampak langsung pada masyarakat. Pemerintah memutuskan untuk menurunkan bunga KUR menjadi 6 persen dari sebelumnya 7 persen dengan harapan dapat meningkatkan daya beli masyarakat.

"Faktor kunci kita cepat preemtive policy (pencegahan) mengantisipasi perubahan global, setidaknya BI sudah menurunkan bunga, ini responsif ketika tahu gejala global lemah BI menurunkan, termasuk Pemerintah menurunkan suku bunga KUR jadi 6 persen," tutupnya.

2 Faktor Pemicu Resesi Ekonomi

Indonesia diminta untuk melakukan antisipasi terhadap ancaman resesi ekonomi. Apalagi, kondisi politik dalam negeri dinilai belum stabil.

Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS), Pingkan Audrine Kosijungan, mengatakan langkah preventif yang dilakukan pemerintah sangat diperlukan untuk melindungi perekonomian nasional dari gejolak ekonomi global.

"Kondisi perekonomian Indonesia saat ini masih tergolong cukup realistis dengan target pertumbuhan ekonomi mencapai 5,3 persen di tengah kondisi riil saat ini yang masih bertengger pada level 5,08 persen. Walaupun demikian, pemerintah tetap perlu terus mewaspadai ancaman resesi global yang mungkin terjadi pada tahun depan," katanya seperti dikutip dari Antara di Jakarta, Kamis (3/10).

Pingkan mengungkapkan setidaknya ada dua faktor utama yang perlu diantisipasi oleh pemerintah dalam menyikapi gejolak ekonomi global yang berada di ambang resesi ini.

Pertama adalah faktor internal yang mencakup stabilitas kondisi sosial-politik yang berdampak pada pertumbuhan investasi. Hal itu dilihat dari dinamika sosial-politik dalam negeri dalam beberapa minggu belakangan ini yang ditandai dengan masih adanya gelombang demonstrasi menuntut parlemen meninjau kembali beberapa RUU yang dinilai mengandung pasal-pasal kontroversial dan merugikan masyarakat.

Masyarakat dari berbagai lapisan turun ke jalan menyuarakan aspirasi mereka. Sayangnya, beberapa di antara demonstrasi tersebut berujung ricuh dan mendorong sentimen negatif dalam pasar sehingga membuat investor mengambil langkah wait and see.

"Faktor berikutnya adalah faktor eksternal yang mencakup kondisi perekonomian dari negara-negara mitra dagang maupun para penanam modal asing. Hal ini tentu mengancam iklim investasi di Indonesia. Pemerintah harus waspada karena resesi ekonomi dapat menyebar dengan cepat," tambah Pingkan.

Dia menuturkan memasuki kuartal terakhir 2019, perekonomian global masih kian melesu. Lembaga keuangan internasional seperti Bank Dunia, Dana Moneter Internasional (IMF) hingga Organisasi Kerja Sama dan Pembangunan Ekonomi (OECD) pun kerap mengoreksi pertumbuhan ekonomi global sejak dua kuartal belakangan.

Seiringan dengan perlambatan pertumbuhan ekonomi tersebut, Pingkan menyebut kemungkinan akan adanya resesi global dalam waktu dekat kembali menjadi sorotan.

Setidaknya tiga negara besar seperti Amerika Serikat, Inggris, dan Jerman, menjadi sangat rentan terhadap kemungkinan resesi dalam waktu dekat. Pasalnya, perang dagang antara Amerika Serikat dengan China yang sudah bergulir lebih dari satu tahun lamanya belum memperlihatkan tanda-tanda akan berakhir.

Di sisi yang lain, perekonomian di benua biru juga tidak jauh dari kemungkinan resesi yang menghantui akibat dari adanya tensi geopolitik antara Inggris dengan Uni Eropa menjelang keputusan final Brexit yang akan ditetapkan pada 31 Oktober mendatang.

(mdk/bim)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP
Di ISF 2024, Sri Mulyani: Situasi Ekonomi Global Sedang Tidak Baik hingga 2026
Di ISF 2024, Sri Mulyani: Situasi Ekonomi Global Sedang Tidak Baik hingga 2026

Situasi global yang tidak berjalan baik saat ini sejalan dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi global yang semakin merosot.

Baca Selengkapnya
Ketidakpastian Global Mereda, Bos BI: Tetap Perlu Hati-Hati
Ketidakpastian Global Mereda, Bos BI: Tetap Perlu Hati-Hati

Ekonomi Amerika Serikat (AS) diperkirakan mulai melambat di semester II-2024 seiring dengan penurunan permintaan domestik.

Baca Selengkapnya
Ternyata Begini Dampak Parah Bakal Dirasakan Indonesia Jika Ekonomi AS Resesi
Ternyata Begini Dampak Parah Bakal Dirasakan Indonesia Jika Ekonomi AS Resesi

Angka pengangguran yang melonjak tak terduga di Amerika Serikat (AS).

Baca Selengkapnya
Jepang dan Inggris Masuk Jurang Resesi, Ternyata Begini Dampaknya ke Ekonomi Dunia
Jepang dan Inggris Masuk Jurang Resesi, Ternyata Begini Dampaknya ke Ekonomi Dunia

Padahal, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan ekonomi dunia lebih baik dari proyeksi semula.

Baca Selengkapnya
Ada Ketegangan Geopolitik, BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,9 Persen
Ada Ketegangan Geopolitik, BI Revisi Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Global Jadi 2,9 Persen

Ekonomi dunia diperkirakan melambat akibat konflik global saat ini.

Baca Selengkapnya
VIDEO: Pengakuan Sri Mulyani, Indonesia Telah Jadi Korban Kekacauan Dunia Disorot Jokowi
VIDEO: Pengakuan Sri Mulyani, Indonesia Telah Jadi Korban Kekacauan Dunia Disorot Jokowi

Kekacauan dunia terjadi dipicu oleh potensi resesi Amerika Serikat hingga perang yang terjadi di Eropa dan Timur Tengah

Baca Selengkapnya
Waspada, Sri Mulyani Ingatkan Proyeksi Ekonomi Global 2024 Lebih Gelap Dibanding 2023
Waspada, Sri Mulyani Ingatkan Proyeksi Ekonomi Global 2024 Lebih Gelap Dibanding 2023

Perekonomian di China yang merupakan ekonomi terbesar kedua di dunia, masih menunjukkan kinerja yang lemah

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang
Sri Mulyani Sebut Ekonomi Makin Melemah: Amerika Kuat, China Terlilit Utang

Bank Dunia memprediksi ekonomi global dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan.

Baca Selengkapnya
Rupiah Ditutup Melemah Jadi Rp15.955 Per Dolar Amerika Serikat
Rupiah Ditutup Melemah Jadi Rp15.955 Per Dolar Amerika Serikat

Pasar telah mengalami minggu yang kacau, sebagian besar dipicu oleh angka penggajian Amerika.

Baca Selengkapnya
Ketua OJK Prediksi Ekonomi 2025 Masih Penuh Ketidakpastian, China Pegang Kartu Truf
Ketua OJK Prediksi Ekonomi 2025 Masih Penuh Ketidakpastian, China Pegang Kartu Truf

Di lain pihak, pemerintah negara barat dan industri menghadapi stimulus fiskal yang sangat terbatas.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani: Evergrande, Perusahaan Properti Terbesar di China Bangkrut!
Sri Mulyani: Evergrande, Perusahaan Properti Terbesar di China Bangkrut!

Situasi ini memberikan tekanan pada pasar keuangan dunia.

Baca Selengkapnya
Sri Mulyani Ingatkan Perjalanan Indonesia Jadi Negara Maju Tidak Mudah, Ini Alasannya
Sri Mulyani Ingatkan Perjalanan Indonesia Jadi Negara Maju Tidak Mudah, Ini Alasannya

Menteri Keuangan Sri Mulyani menilai menuju target tersebut bukan perkara gampang.

Baca Selengkapnya