Better experience in portrait mode.
Iklan - Geser ke atas untuk melanjutkan

Perbaikan data produksi beras mendesak dilakukan, ini alasannya

Perbaikan data produksi beras mendesak dilakukan, ini alasannya Beras impor. Merdeka.com /Arie Basuki

Merdeka.com - Anggota DPR RI Komisi IV, Ono Surono meminta adanya perbaikan data produksi beras yang selalu menimbulkan sengketa antar instansi seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan. Ini perlu dilakukan karena berkaitan dengan pasokan komoditas tersebut.

"Sistem pendataan yang benar perlu segera dibuat untuk menjadi acuan bagi Kementan, Kemendag bahkan Presiden, sebagai dasar bila akan membuat kebijakan beras," kata Ono seperti ditulis Antara, Jumat (17/8)

Ono mengatakan, penyediaan data yang benar bisa membuat pemerintah mengambil keputusan yang tepat, terutama apabila ingin mengambil kebijakan impor, untuk stabilisasi harga beras.

Menurut dia, kebijakan impor yang dilakukan untuk pemenuhan stok bisa berdampak pada kesejahteraan petani, padahal konsumen juga membutuhkan beras dengan harga yang wajar. "Ketika pada saat tertentu harga beras naik tidak wajar, terlihat jelas siapa yang diuntungkan, yaitu orang-orang yang selama ini menguasai distribusi," kata politisi PDI-Perjuangan ini.

Ono juga meminta adanya perbaikan tata niaga perberasan dari sisi regulasi maupun praktik di lapangan serta evaluasi atas program cetak sawah maupun benih bagi petani yang bertujuan meningkatkan produksi dalam negeri.

"Kalau produksi beras berdasarkan laporan Kementan selalu meningkat, berarti sudah 'on the track'. Semua program harus dievaluasi, yang belum wajib diperbaiki, yang baik harus ditingkatkan," ujarnya.

Selama ini pengadaan data beras selalu menimbulkan sengketa, karena Kementerian Pertanian mengklaim produksi mencukupi bahkan surplus, namun sejak awal tahun, impor beras juga dilakukan.

Menurut Data Direktorat Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan, total persetujuan impor beras periode 2018 kepada Perum Bulog (Persero) hingga saat ini mencapai 2 juta ton. Persetujuan impor beras untuk Bulog tahap I dan II sendiri telah keluar pada Februari dan Mei 2018, masing-masing jumlahnya 500.000 ton.

Sedangkan izin impor tahap III sendiri telah dikeluarkan pada Juli 2018. Sementara berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), sepanjang Januari—Juli 2018 impor beras melalui Bulog telah mencapai 1,181 juta ton. Mengacu pada izin impor yang dikeluarkan, beras yang masih akan masuk ke Indonesia hingga September sekitar 820.000 ton.

Pengamat Pertanian, Khudori mengatakan, selama ini tidak ada data pembanding dari instansi terkait mengenai produksi beras, karena yang memproduksi data hanya Kementerian Pertanian.

Padahal, menurut dia, metode perolehan data tersebut diragukan karena tidak ada penghitungan secara riil untuk jumlah luasan lahan. Sedangkan, luas lahan dapat menentukan seberapa besar produksi beras. "Pengumpulan datanya memang bukan survei lapangan. Itu tadi perkiraan-perkiraan," kata Khudori.

Meski demikian, persoalan impor tidak hanya mengacu pada produksi beras, karena ada masalah lain yaitu tidak optimalnya penyerapan Bulog karena masih rendahnya Harga Pokok Pembelian yang ditetapkan pemerintah. "Problem utama terkait impor beras adalah kemampuan Bulog menyerap beras atau gabah hasil produksi dalam negeri," tambahnya.

Selain itu, musim kemarau di 2018 yang lebih panjang bisa menambah persoalan karena dapat menyebabkan terjadinya kegagalan panen dan berkurangnya produksi.

(mdk/idr)
Geser ke atas Berita Selanjutnya

Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya

Buka FYP