Perundingan Dagang Regional Bisa Jadi Tameng RI Hadapi Ketidakpastian Global

Merdeka.com - Pengamat perdagangan internasional, Fithra Faisal Hastiadi mengapresiasi upaya pemerintah yang kembali membahas perundingan atau Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) dengan anggota ASEAN plus enam negara.
Fithra mengatakan, perundingan perjanjian perdagangan internasional ini dapat menghilangkan hambatan perdagangan dari sisi tarif maupun non-tarif di kawasan serta mengatasi dampak dari ketidakpastian ekonomi global.
Dia menambahkan, negara-negara lain menyadari pentingnya penyelesaian perundingan perjanjian perdagangan, apalagi RCEP ini diproyeksikan dapat memperkuat ikatan perdagangan di regional hingga menembus 70 persen dari yang tadinya kisaran 25 persen.
"Usaha kita sudah lebih baik untuk menyelesaikan RCEP ini sehingga ini patut diapresiasi," kata pengajar Universitas Indonesia ini.
RCEP, yang sempat dikesampingkan karena adanya TPP atau Kemitraan Trans Pasifik, kembali diminati oleh 10 negara ASEAN plus enam negara yaitu Jepang, China, Korea Selatan, Australia, Selandia Baru dan India, setelah tensi perang dagang meningkat.
Perundingan RCEP ini telah dimulai pada 2012 dengan putaran pertama dilakukan pada Mei 2013. Namun hingga 2017, perundingan belum menghasilkan kesepakatan. Setahun kemudian, 16 negara kembali menegaskan komitmen untuk segera menyelesaikan perundingan ini.
Fithra mengatakan titik terang dari keberlanjutan perundingan, yang ditandai dengan pertemuan yang berlangsung di Bangkok, Thailand, dapat memberikan kepastian bagi Indonesia dalam mengatasi kondisi global yang dikhawatirkan mengalami resesi.
Pengamat Ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menambahkan kesepakatan RCEP dapat menjadikan komitmen ini sebagai integrasi ekonomi terbesar di dunia dan membuka pasar baru bagi Indonesia.
"RCEP ini kalau jadi akan jadi integrasi ekonomi terbesar di dunia karena melibatkan miliaran populasi," katanya.
Untuk itu, dia mengharapkan Kementerian Perdagangan yang menjadi inisiator perundingan bisa melakukan konsultasi kepada pengusaha untuk tahapan akhir negosiasi agar pelaku usaha bisa memahami kerja sama dan peluang dari perjanjian regional ini.
Kementerian Perdagangan, tambah dia, juga dapat berkolaborasi dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Pertanian dalam menangkap peluang ekspor serta mendorong investasi berupa pendirian pabrik baru di Indonesia.
Dalam kesempatan terpisah, pengamat Hubungan Internasional Universitas Pelita Harapan Amelia Joan Liwe mengatakan realisasi kesepakatan yang mencakup 30 persen volume perdagangan dunia ini bisa menjadi kekuatan blok ekonomi baru.
Namun, ia mengharapkan pemerintah dapat mengkaji lebih detail kesepakatan antar anggota, karena blok ekonomi dapat berhasil apabila sifatnya saling melengkapi dan menguntungkan atau terdapat saling ketergantungan yang setara.
"Kalau asimetris atau tidak setara, biasanya bermasalah di kemudian hari," ujarnya.
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya