PLN raup laba Rp 2,3 T di Semester I-2017, turun dari Rp 7,9 T
Merdeka.com - PT PLN (Persero) mencetak laba bersih Semester I-2017 sebesar Rp 2,3 triliun. Pencapaian ini lebih rendah dibanding laba pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 7,9 triliun.
Hal tersebut disebabkan oleh beberapa hal yang bersifat insidental yaitu meningkatnya beban lain-lain di luar operasi yang bersumber dari beban tahun 2013 sebesar Rp 3,1 triliun, serta berkurangnya pendapatan selisih kurs sebesar Rp 2,1 triliun.
Selama Semester I-2017, realisasi kinerja operasi yang lebih baik dibanding tahun sebelumnya. Hal ini tercermin dengan meningkatnya laba operasi sebesar Rp 2 triliun atau meningkat 12,84 persen dibanding periode Juni 2016, sehingga menjadi Rp 17,6 triliun.
-
Bagaimana PLN meningkatkan pendapatan? Peningkatan laba bersih PLN ini ditopang semakin tumbuhnya penjualan listrik yang mencapai 6,3% atau total 273,8 Terawatt hour (TWh) sehingga berdampak pada kenaikan pendapatan penjualan listrik hingga 7,7% dari Rp288,8 triliun di 2021 menjadi Rp311,1 triliun di 2022.
-
Kapan PLN mencapai kinerja keuangan terbaik? Direktur Utama PLN, Darmawan Prasodjo mengatakan, inovasi dan transformasi digital yang dilakukan PLN mampu membawa perusahaan mengantongi kinerja keuangan yang terbaik sepanjang sejarah.
-
Apa yang membuat PLN masuk ke dalam 2 besar Fortune Indonesia 100? Keberhasilan ini pun semakin memantapkan PLN sebagai jantung perekonomian Indonesia dalam mewujudkan akses listrik yang adil dan merata serta menjadi motor penggerak transisi energi.
-
Apa yang dilakukan Jakarta Electric PLN? Jakarta Electric PLN berhasil menang dengan skor 3-2.
-
Bagaimana PLN menarik investor di proyek kelistrikan? Dua prinsip tersebut diterapkan PLN untuk menarik minat para investor agar akses listrik untuk seluruh masyarakat bisa dieksekusi dengan cepat,“ katanya.
-
Bagaimana PT Timah mengalami kerugian? 'Penurunan produksi, harga jual menurun itu karena di pasar dunia itu oversupply,' sambung Virsal. Virsal mencatat ada sejumlah negara yang produksinya mengalami peningkatan. Salah satu yang disebut Malaysia karena produksinya mampu bertambah sepanjang 2023 lalu.
Nilai penjualan tenaga listrik PLN juga mengalami kenaikan sebesar Rp 13,8 triliun atau 13,22 persen sehingga menjadi Rp 118,5 triliun dibanding periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 104,7 triliun. Pertumbuhan penjualan ini berasal dari kenaikan volume penjualan menjadi sebesar 108,4 Terra Watt hour (TWh) atau naik 1,17 persen dibanding dengan periode yang sama tahun lalu sebesar 107,2 TWh.
"Peningkatan penjualan tersebut sejalan dengan keberhasilan PLN selama semester pertama tahun 2017 menambah kapasitas pembangkit sebesar 1.663 MW yang berasal dari Pembangkit PLN sebesar 463 MW dan tambahan kapasitas dari Independent Power Producer (IPP) sebesar 1.199 MW, serta menyelesaikan 1.489 kilometer sirkuit (kms) jaringan transmisi dan Gardu Induk sebesar 5.750 MVA," ujar Direktur Keuangan PLN Sarwono dalam keterangannya di Jakarta, Kamis (27/7).
Sarwono menegaskan peningkatan konsumsi kWh ini juga didukung dari adanya kenaikan jumlah pelanggan, di mana sampai akhir Semester I-2017 telah mencapai 65,9 juta atau bertambah 1,6 juta pelanggan dari akhir tahun lalu sebesar 64,3 juta pelanggan. Kenaikan konsumsi kWh tersebut didominasi oleh konsumsi listrik di golongan tarif industri.
Dia menjelaskan bertambahnya jumlah pelanggan ini juga mendorong kenaikan rasio elektrifikasi nasional yaitu dari 91,16 persen pada 31 Desember 2016 menjadi 92,79 persen pada 30 Juni 2017. Meskipun pada paruh pertama 2017 ini, beberapa kondisi makro yang mempengaruhi penyesuaian tarif tenaga listrik yaitu Kurs Dollar Amerika (USD), Indonesia Crude Price (ICP) dan Inflasi mengalami kenaikan dibanding dengan acuan APBN, namun Perseroan memutuskan untuk tidak menaikkan tarif. PLN melakukan efisiensi pada beberapa elemen biaya operasi yang berada dalam kendali perusahaan, untuk menutup kekurangan marjin usaha tersebut.
Seiring dengan meningkatnya produksi listrik, beban usaha perusahaan naik sebesar Rp 9,2 triliun atau 7,65 persen menjadi Rp 128,9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 119,7 triliun. Beban usaha yang mengalami kenaikan terbesar adalah beban pembelian tenaga listrik yang mengalami kenaikan sebesar Rp 6,7 triliun, sehingga menjadi Rp 34,6 triliun.
Selain itu, beban bahan bakar juga meningkat sebesar Rp 3,2 triliun dari Rp 52 triliun pada Juni 2016 menjadi Rp 55,3 triliun pada Juni 2017. Penyebab utama kenaikan beban pembelian tenaga listrik dan beban bahan bakar ini adalah naiknya harga rata-rata ICP sebesar 35,22 persen yang mendorong kenaikan harga BBM, dan naiknya rata-rata Harga Batubara Acuan (HBA) sebesar 58,61 persen yang mendorong kenaikan harga batubara.
Perseroan juga mencetak EBITDA pada Semester I-2017 sebesar Rp 32,82 triliun, naik sebesar Rp 2,3 triliun dibandingkan dengan periode yang sama tahun 2016 sebesar Rp 30,42 triliun. Hal ini menunjukkan peningkatan kemampuan PLN dalam berinvestasi dengan dana internal dan kemampuan untuk mengembalikan pinjaman.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya
PLN menyetorkan dividen bagi negara sebesar Rp3,09 triliun.
Baca SelengkapnyaKeuangan PLN pernah diramal hampir ambruk. Salah satu penyebabnya adalah terjadinya kelebihan pasokan (supply) listrik di Pulau Jawa pada 2021 lalu.
Baca SelengkapnyaPLN berkontribusi dengan dividen bagi negara sebesar Rp3,09 triliun atau mencapai satu setengah kali dari target yang ditetapkan.
Baca SelengkapnyaPLN Indonesia Power juga mengoptimalkan dan mempercepat pembentukan corporate transformation office, sehingga target-target program di moonshot dapat dimonitor.
Baca SelengkapnyaPertumbuhan aset ini menjadikan PLN sebagai BUMN utilitas terbesar di Indonesia.
Baca SelengkapnyaPLN melakukan berbagai upaya untuk meningkatkan penjualan listrik.
Baca SelengkapnyaTerdapat penurunan nilai penerimaan pajak hingga April 2024.
Baca SelengkapnyaAstra tetap optimis kinerja sisa tahun 2024 tetap resilien.
Baca SelengkapnyaPenggunaan PLTS atap disinyalir bakan bikin PLN merugi.
Baca SelengkapnyaPer Maret 2024, realisasi PPh Migas mencapai Rp14,53 triliun atau 19,02 persen dari target.
Baca SelengkapnyaPenurunan pendapatan negara terutama disebabkan oleh turunnya harga komoditas, khususnya batubara dan CPO.
Baca SelengkapnyaPajak penghasilan (PPh) non migas terkontraksi sebesar 5,41 persen dengan realisasi sebesar Rp443,72 triliun, sekitar 41,73 persen dari target.
Baca Selengkapnya