Prajogo Pangestu, Mantan Sopir Angkot Masuk Daftar 22 Orang Terkaya Dunia dengan Kekayaan Rp1.145 Triliun
Dengan nilai kekayaan tersebut, Prajogo Pangestu berhasil masuk dalam daftar 25 besar orang terkaya di dunia.
Prajogo Pangestu didapuk sebagai orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes. Prajogo tercatat memiliki kekayaan mencapai USD 74 miliar. Artinya kekayaan Prajogo Pangestu tersebut bisa mencapai Rp1.145 triliun dengan asumsi nilai tukar sekitar Rp15.483 per USD.
Dengan nilai kekayaan tersebut, Prajogo Pangestu berhasil masuk dalam daftar 25 besar orang terkaya di dunia.
Secara rinci, Forbes menempatkan Prajogo Pangestu dalam peringkat ke 22 orang terkaya di dunia. Adapun, peringkat pertama orang terkaya di dunia masih ditempati CEO Tesla, Elon Musk dengan nilai kekayaan mencapai USD 239 miliar.
Menariknya, Prajogo Pangestu tidak terlahir dari keluarga kaya. Bahkan dia pernah berprofesi sebagai seorang sopir angkot sebelum menjadi orang terkaya di Indonesia.
Pekerjaan itu dia lakoni pada tahun 1960. Menjadi sopir angkot menjadi batu loncatan dalam kehidupannya. Saat menjadi sopir, Prajogo bertemu dengan pria yang bernama Bon Sun On atau dikenal dengan nama Burhan Uray. Pria tersebut seorang pengusaha kayu asal Malaysia. Pertemuan itulah yang kemudian mengubah kehidupannya.
Dia kemudian bekerja sebagai karyawan dari Burhan Uray yang dikenal sebagai pendiri dari PT Djajanti Group di tahun 1969. Tujuh tahun bekerja di sana dengan keras, Burhan Uray mengangkat Prajogo sebagai General Manager (GM) di Pabrik Plywood Nusantara yang berada di Gresik, Jawa Timur.
Selanjutnya, Prajogo mencoba menjalankan bisnisnya sendiri. Langkah pertama yang diambil yaitu meminjam modal melalui BRI untuk membeli perusahaan kayu bernama CV Pacific Lumber Coy.
Perusahaan Alami Kesulitan Keuangan
Perusahaan tersebut kala itu sedang mengalami kesulitan keuangan. CV Pacific Lumber Coy pun sepenuhnya milik Prajogo. Berbekal pengalaman yang dia miliki dan insting bisnis yang baik, CV tersebut berganti nama menjadi PT Barito Pacific.
Berkat tangan dinginnya, Barito Pacific berkembang pesat. Di zaman pemerintahan Presiden Soeharto, Prajogo banyak bekerja sama dengan perusahaan dari anak-anak dan kolega dari Soeharto. Memasuki tahun 2000, bisnis pengolahan kayu mengalami kemunduran. Ini ditandai dengan ditutupnya beberapa pabrik pengolahan kayu perusahaan mulai tahun 2004 hingga tahun 2007.
Prajogo kemudian mengubah arah bisnis perusahaan ke bisnis Petrokimia dan Energi sejak tahun 2007. Di tahun itu juga, ia mengambil alih 70 persen saham perusahaan petrokimia bernama PT Chandra Asri.
Di tahun 2011, Chandra Asri dan Tri Polyta Indonesia melakukan merger atau penggabungan. Ini kemudian membuat perusahaan yang dimiliki oleh Prajogo Pangestu menjadi perusahaan petrokimia terbesar di Indonesia.