Pungutan e-money seharusnya rata dikenakan saat isi ulang di atas Rp 200.000

Merdeka.com - Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartati mengapresiasi langkah Bank Indonesia (BI) yang telah menerbitkan aturan mengenai pengenaan biaya isi ulang uang elektronik atau e-money. Aturan tersebut yaitu bila melakukan isi ulang melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu di bawah Rp 200.000 maka tidak akan dikenakan biaya. Namun jika isi ulang di atas Rp 200.000 maka akan dikenakan biaya Rp 750.
Meski begitu, kata Enny, seharusnya aturan seperti ini berlaku juga di toko atau ritel-ritel yang selama ini bisa melakukan isi ulang e-money. Sebab, dalam aturan BI, pengisian ulang e-money melalui kanal pembayaran milik penerbit kartu yang berbeda atau mitra, dikenakan biaya sebesar Rp 1.500.
"Mestinya ini tidak hanya berlaku di bank, tapi di merchant-merchant seperti ritel-ritel, di Indomaret kan kena. Jadi mau mengisi di ATM, Indomaret mestinya balance (tidak kena), kalau isi di atas Rp 200.000 kena," kata Enny, saat dihubungi merdeka.com, Kamis (21/9).
Menurutnya, aturan BI yang menyebut dapat dikenakan biaya itu secara bahasa hukum hanya pilihan. Artinya bisa dikenakan biaya atau pun tidak, akan tetapi secara ekonomi ini dikenakan. Sehingga dia khawatir bank yang tidak mengenakan menjadi mengenakan biaya.
"Bahasa ini ada bahasa hukum ini pilihan, bisa dikenakan bisa tidak. Dapat dikenakan itu Rp 1.500 pdahal ada bank yang selama ini tidak mengenakan, kita khawatir bank yang sebenarnya tidak mengenakan jadi mengenakan," jelasnya.
Dia mengatakan, aturan ini harus proposional jika memang bank tidak mengenakan insentif buat masyarakat. Masyarakat bisa memilih isi ulang e-money dari pelanggan yang mana saja. Tapi secara umum, masyarakat atau konsumen akan memilih yang tidak mengenakan biaya administrasi.
"Ini kan insentif buat masyarakat dan insentif buat bank yang tidak mengenakan. Tapi dengan aturan yang sekarang kan seolah-olah menjadi semua top up, yang melakukan pembayaran melalui penerbit kartu jadi berbayar Rp 1.500, jadi sebenarnya idealnya kami mengusulkan ini kan masih tahap edukasi dan sosialsiasi gerakan non tunai," jelas Enny.
Dia melanjutkan, gerakan ini tidak hanya penggunaan transaksi non tunai tetapi yang lebih utama menggerakan sumber penghimpunan dana dari masyarakat. Jika masyarakat lebih banyak menggunakan transaksinya melalui non tunai maka masyarakat tidak perlu lagi menaruh uangnya di dompet. Artinya uang yang dimiliki masyarakat semua masuk ke sistem perbankan berbentuk tabungan.
"Kalau jumlahnya 200 juta orang ini kan sudah dana yang luar biasa masuk ke dalam sistem perbankan kita, itu yang kita harapkan nanti industri perbankan juga lebih efisien, dana perbankan kita kan terbesar di deposito," tandasnya.
(mdk/sau)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya