RUU Omnibus Law Tumpang Tindih dengan RUU Minerba?

Merdeka.com - Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI ke-8 telah mensahkan RUU Mineral dan Batu Bara (Minerba) bersama dengan RUU Omnibus Law Cipta Kerja sebagai RUU Prioritas di antara 50 RUU dalam Prolegnas prioritas tahun 2020.
Saking prioritasnya, Komisi VII DPR RI sampai membentuk Panitia Kerja (Panja) khusus yang membahas revisi RUU Minerba.
Namun yang tidak boleh dilupakan ialah dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja terdapat pula peraturan tentang sektor pertambangan yang mungkin akan menimbulkan pertanyaan: apakah akan tumpang tindih dengan RUU Minerba yang sedang dikebut revisinya?
Mengutip Policy Brief Omnibus Law dan Catatan Proses Perumusan Undang-Undang di Sektor Pertambangan yang diterima Liputan6.com, Senin (24/2), tertulis bahwa dua RUU ini memiliki kesamaan dalam menghapus maupun menambahkan pasal yang ada di UU yang sama.
"Pasal yang akan dihapus, diubah atau ditambahkan terdapat di UU yang sama, yaitu UU Minerba Nomor 4/2009. Pasal mana yang akan diselesaikan oleh revisi UU Minerba? Pasal Mana yang akan digarap di RUU Omnibus Law?" demikian dikutip dari kolom poin 4, "RUU Minerba vs RUU Cipta Kerja, Mana yang Lebih Prioritas?".
Lebih lanjut, muncul kekhawatiran lain, bagaimana jika ada pasal dari RUU Minerba dan berkaitan dengan sektor lain di RUU Omnibus Law, seperti di sektor kelautan, lingkungan hidup, energi kelistrikan, dan lainnya?
"Proses yang berulang (redundant) dan dikhawatirkan tumpang tindih (overlapping) ini tentu akan berpengaruh pada kualitas RUU yang dihasilkan nantinya," demikian tertulis dalam catatan tersebut.
Oleh karenanya, proses pembahasan dua RUU ini harus dijalankan secara transparan, partisipatif dan berkualitas baik di tingkat eksekutif maupun legislatif.
Pembahasan RUU yang berkualitas akan memiliki nilai prioritas dan integrasi yang lebih baik serta tentu berpengaruh pada efisiensi pembahasan serta efektivitas pelaksanaan regulasi tersebut nantinya.
Eksplorasi Tambang Bisa Selamanya Asal Ada Hilirisasi
Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Kerja dicanangkan untuk mempermudah izin dan regulasi demi meningkatkan peluang investasi dan lapangan kerja di Indonesia. Tentu, seluruh sektor tak lepas dari pokok pembahasan RUU ini, termasuk sektor pertambangan mineral dan batu bara (minerba).
Dalam diskusi Polemik RUU Cipta Kerja di Sektor Pertambangan Minerba yang dihelat di Jakarta, Senin (24/2), ada beberapa pasal yang dibahas dan dipertanyakan substansinya.
Misalnya, pasal 102 yang menyatakan perusahaan tambang wajib melakukan hilirisasi jika ingin melakukan ekspor. Bukan sekadar kewajiban, ternyata melakukan hilirisasi memberi keuntungan lain terhadap pengusaha tambang, seperti dibebaskan dari Domestic Market Obligation (DMO), mendapat pemotongan pajak, pengenaan royalty 0 persen bahkan bisa memperpanjang kegiatan usaha tiap 10 tahun hingga seumur tambang.
"Pertanyaannya, mampu nggak semua perusahaan tambang di Indonesia melakukan hilirisasi? Hilirisasi kan nggak semudah itu, perlu biaya, perlu infrastruktur," ujar peneliti Auriga, Iqbal kepada Liputan6.com.
Namun, dampak lingkungan yang akan ditimbulkan dari insentif perpanjangan kegiatan usaha hingga seumur tambang pasti akan sangat besar. Sumber daya mineral yang terkandung di alam Indonesia bisa-bisa bakal habis tak tersisa karena dieksploitasi.
"Kalau semangatnya investasi, ya bisa, tapi pasti SDA kita akan cepat habis," ujar Deri, Kepala Bidang Geologi Dinas ESDM Provinsi Banten, menambahkan.
Reporter: Athika Rahma
Sumber: Liputan6.com
(mdk/idr)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya