Sudirman Said sebut ketergantungan impor pemerintah masih tinggi

Merdeka.com - Mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menilai pemerintah masih terbelenggu dengan impor komoditi untuk memenuhi kebutuhan di berbagai sektor industri. Menurutnya, hal ini dikarenakan lemahnya perencanaan jangka panjang.
"Perhatian kita yang sifatnya strategis dan jangka panjang memang rendah," ujarnya dalam diskusi di Jakarta, Sabtu (24/9).
Di sektor energi, kebutuhan bahan bakar minyak (BBM) di Indonesia sudah mencapai 1,5 barel perh hari (bph), sementara produksi minyak dalam negeri hanya sebesar 800 ribu bph. Ini artinya ada 700 ribu barel gap yang harus dipenuhi oleh pemerintah melalui PT Pertamina (Persero).
"Energi makin hari gap-nya semakin lebar. Kalau lihat tentara baris di satu negara, walaupun tentaranya canggih-canggih tapi itu impor semua. Betapa seringnya kita terperangkap pada cara pandang dan sikap kerja yang gampang, kalau kurang impor saja," jelasnya.
Tak hanya itu, sewaktu dirinya menjabat sebagai Direktur Utama PT Pindad (Persero) di era presiden Susilo Bambang Yudhoyono, pembelian alat utama sistem pertahanan (Alutsista) saat itu di prioritaskan pemerintah kepada asing.
Dari anggaran Rp 100 triliun untuk pembelian alutsista selama 10 tahun, hanya Rp 20 triliun digunakan untuk membeli alutsista dalam negeri. Sementara Rp 80 triliun digunakan untuk impor alutsista.
"Dulu saya pernah di industri pertahanan walaupun cuman sebentar. Selama 10 tahun pemerintahan pak Susilo Bambang Yudhoyono itu kita menghabiskan Rp 100 triliun untuk belanja alutsista. Artinya daya mampu kita itu sangat rendah dan ketergantungan pada luar sangat tinggi," imbuhnya.
(mdk/bim)Cobain For You Page (FYP) Yang kamu suka ada di sini,
lihat isinya