Mengenal Geriten, Rumah Penyimpanan Tulang-belulang Nenek Moyang Batak Karo yang Penuh Makna
Secara umum geriten hampir mirip seperti bangunan tradisional milik Suku Batak Karo yaitu siwaluh jabu, hanya saja ukuran dari rumah ini lebih kecil.
Secara umum geriten hampir mirip seperti bangunan tradisional milik Suku Batak Karo yaitu siwaluh jabu, hanya saja ukuran dari rumah ini lebih kecil.
Mengenal Geriten, Rumah Penyimpanan Tulang-belulang Nenek Moyang Batak Karo yang Penuh Makna
Suku Batak memiliki berbagai kebudayaan dan tradisi yang mengandung makna yang begitu mendalam. Tradisi-tradisi tersebut telah diwariskan secara turun terumun.
Suku Batak terdiri dari beberapa sub suku, salah satunya adalah Suku Batak Karo. Mereka memiliki salah satu tradisi menepatkan kerangka manusia yang telah meninggal di sebuah bangunan rumah yang dinamakan geriten. (Foto: Wikipedia)
-
Siapa yang dimakamkan di Makam Bergota? Di sana juga terdapat makam sejumlah tokoh penting. Makam Bergota Krajan, menurut warga sekitar, merupakan kompleks pemakaman paling tua di Bergota. Di sana banyak dimakamkan para pejabat penting pada masa Kerajaan Mataram Islam dan juga para pejabat penting dari pemerintah Hindia Belanda.
-
Mengapa makam tertua disebut gerobak? Tumulus Bougon merupakan makam yang paling tua di dunia. Struktur tertua dari Tumulus Bougon berasal dari tahun 4800 SM. Struktur tersebut adalah sekelompok lima gerobak Neolitikum yang terletak di dataran tinggi batu kapur di Bougon, Perancis.
-
Siapa yang dikuburkan di dalam peti mati? Peti mati ini berisi sisa-sisa mumi Tadi Ist, putri dari imam besar El-Ashmunein, sebuah kota di tepi barat Sungai Nil, sekitar 43 km (27 mil) selatan tempat dia dimakamkan di Minya.
-
Kenapa warga Kampung Bergota mengandalkan Makam Bergota? 'Sebagai contoh, gali kubur, pembuatan batu nisan di tempat, pembersihan makam, tempat jual bunga, dan orang yang mendoakan,' kata Kartiko.
-
Dimana tengkorak disimpan? Saat ini, tengkorak tersebut disimpan di Museum Arkeologi Baru Patras, Yunani.
-
Siapa yang dikuburkan di makam kuno? Makam yang ditemukan secara tak terduga di pusat desa itu dibangun sebagai ruang kayu yang rumit dan berisi sisa-sisa kerangka seorang pria berusia sekitar 60 tahun.
Adat menaruh kerangka manusia di dalam geriten ini masih terus dilakukan oleh masyarakat Batak Karo. Geriten sendiri adalah rumah khusus yang digunakan untuk menyimpan tulang-belulang dan kerangka nenek moyang mereka.
Secara umum geriten hampir mirip seperti bangunan tradisional milik Suku Batak Karo yaitu siwaluh jabu, hanya saja ukuran dari rumah ini lebih kecil.
Geriten bukan sekadar bangunan untuk menyimpan kerangka manusia saja, melainkan juga memiliki makna tersendiri.
Hanya Jenazah Terpilih
Tak sembarang kerangka manusia bisa disimpan di geriten.
Kerangka yang bisa disimpan di sini salah satunya adalah kerangka kepala desa.
Selain itu, orang yang akan kerangkanya akan disimpan di dalam Geriten ini harus memiliki latar belakang budi pekerti dan tingkah laku yang baik. Semasa hidup orang tersebut harus bisa menjadi teladan bagi yang masih hidup.
Di samping menjadi teladan, jenazah yang ada di dalam geriten ini akan dirayakan pada waktu tertentu untuk mengenang perilaku mereka yang sudah meninggal.
Dikubur Terlebih Dahulu
Mengutip dari berbagai sumber, permakaman orang yang meninggal di Batak Karo lebih dulu dimakamkan selama beberapa tahun. Kemudian makam tersebut digali kembali, lalu diambil tulang-belulangnya, barulah disimpan di dalam geriten.
Pada saat itulah diadakan upacara adat yang disebut nurun atau upacara kematian. Kemudian tulang dan kerangka yang sudah kering itu dibungkus dengan kain putih barulah ditaruh dalam geriten.
Nilai Filosofis Geriten
Bagian-bagian konstruksi dari Geriten ini sarat dengan nilai moral dan filosofis yang mendalam. Mulai dari nilai moral, religius, sosial, dan pedagogis yang diharapkan bisa ditiru oleh generasi yang mendatang.
Penempatan geriten tak bisa jauh dari rumah adat, hal ini ketika sebuah raga sudah hilang, maka roh akan kembali ke rumah untuk mengayomi keluarga yang ditinggalkan. Maka, tempat tulang-belulang dimasukkan ke geriten tidak boleh jauh dari rohnya yang tinggal di rumah.
Kemudian untuk tulang-belulang yang dinaikkan ke atas adalah sebuah simbol penghargaan. Mengutip dari beberapa sumber, terdapat makna filosofis yang menjadi prinsip masyarakat Batak Karo yaitu dareh jadi lau, daging jadi taneh, kesah jadi angin, buk jadi ijuk, tulan jadi batu, tendi mulih ku dibata simada tinuang yang berarti roh kembali kepada Sang Maha Pencipta.
Pada bagian bawah geriten ini merupakan tempat duduk atau tempat berkumpul bagi sebagian warga, terutama kaum muda. Di sini lah merupakan tempat bertemunya seorang pemuda dengan sang gadis untuk saling lebih mengenal.