PM mendadak mundur, kondisi internal Libanon bergejolak
Sistem pemerintahan koalisi di Libanon sangat ringkih akibat konflik terjadi di antara mereka di masa silam. Hal itu juga membikin ketegangan baru antara kelompok Syiah dan Sunni, masing-masing berkelindan dengan kekuatan asing seperti Iran dan Arab Saudi.
Kondisi dalam negeri Libanon dikabarkan kini sedang bergejolak, selepas Perdana Menteri Saad al-Hariri mendadak mengundurkan diri Sabtu pekan lalu. Presiden Libanon, Michel Aoun, khawatir negara itu bakal terseret kembali ke dalam situasi perang saudara seperti di masa lampau.
Dilansir dari laman Reuters, Senin (6/11), Saad akhir pekan lalu menyatakan dia memilih mengundurkan diri karena khawatir dengan nyawanya. Dia menuding Iran dan sekutunya di Libanon, Hizbullah, sedang berusaha meluaskan pengaruh dan berupaya menyingkirkan dia dengan cara menghabisinya.
Pernyataan dan tudingan Saad seketika memantik perselisihan di antara faksi politik pemerintahan di Libanon. Apalagi sistem pemerintahan koalisi di Libanon sangat ringkih akibat konflik terjadi di antara mereka di masa lalu. Hal itu juga membikin ketegangan baru antara kelompok Syiah dan Sunni, masing-masing berkelindan dengan kekuatan asing seperti Iran dan Arab Saudi.
Sehari setelah Saad menyatakan mengundurkan diri, Aoun menggelar rapat kabinet di Istana Baabda membahas keamanan negara. Aoun lantas meminta pimpinan partai-partai politik menenangkan pengikut mereka dan tidak terpancing hasutan.
"Presiden mengatakan saat ini keamanan, ekonomi, keuangan, dan stabilitas politik dalam titik bahaya," kata Menteri Hukum Libanon, Salim Jreissati, usai rapat.
Saad menyampaikan pengunduran dirinya di Arab Saudi, dan hingga saat ini masih berada di sana. Dia juga menyempatkan diri bertemu dengan Raja Arab Saudi, Raja Salman.
Nampaknya Saad berkaca dari sang ayah sekaligus mendiang mantan PM Libanon, Rafik Hariri. Rafik dibunuh dalam ledakan bom mobil pada 2005 setelah menyatakan Iran dan sekutunya, Hizbullah, hendak menguasai Libanon. Diduga Hizbullah ada di balik insiden itu. Rafik adalah pengusaha berbisnis di Arab Saudi. Sedangkan Saad lahir di Ibu Kota Riyadh.
Menurut Saad, beberapa tahun belakangan Hizbullah tidak segan menggunakan kekerasan dan senjata demi mencapai tujuan.
Menteri Urusan Kawasan Teluk Kerajaan Arab Saudi, Thamer al-Sabhan, mengklaim kalau dia yang mengungkap adanya rencana pembunuhan kepada Saad. Dia mengatakan Saad saat ini dalam keadaan aman di Riyadh.
Iran justru menanggapi miring keputusan Saad mengundurkan diri dari jabatannya. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Bahram Qassemi, menilai hal itu justru bakal menimbulkan polemik baru di kawasan teluk.
"Pengunduran diri itu adalah skenario baru buat memantik ketegangan di Libanon dan kawasan itu. Hal ini adalah indikasi dia berada dalam permainan buat merusak kawasan teluk," kata Qassemi.
Hizbullah adalah organisasi politik perlawanan Syiah didukung Iran dalam perang sipil pada 1975 sampai 1990. Mereka adalah satu-satunya partai politik di Libanon yang sampai saat ini masih memelihara sayap militer. Jumlah dan jenis persenjataan mereka miliki juga terus bertambah, bahkan menyalip militer Libanon.
Hizbullah beralasan sengaja menyimpan persenjataan buat menghadapi Israel. Mereka membantu rezim Presiden Basyar al-Assad dengan menerjunkan bantuan persenjataan dan tenaga dalam melawan kelompok oposisi serta Negara Islam Irak dan Syam (ISIS) di Suriah.