'Modus' ala Bung Tomo Bikin Hati Gadis Pujaannya Bergetar dan Jatuh Cinta
Sulistina: Matanya seperti menancap di mataku, entah mengapa hatiku bergetar. Aku tak kuasa.
Pagi hari pada 9 November 1945. Udara dingin di Malang mengiringi suara radio sayup-sayup terdengar. Kemudian digantikan suara menggelegar Bung Tomo yang seperti guntur. Membakar semangat para muda-mudi untuk ikut berjuang.
"Saudara-saudara.. kita pemuda-pemudi.. rakyat Indonesia disuruh datang membawa senjata kita kita kepada Inggris dengan membawa bendera putih, tanda bahwa kita menyerah dan takluk kepada Inggris. Inilah jawaban kita, jawaban pemuda-pemuda… rakyat Indonesia: Hai Inggris, selama banteng-banteng, pemuda-pemuda Indonesia masih mempunyai darah merah yang dapat membuat secarik kain putih menjadi merah dan putih… selama itu kita tidak akan menyerah. Teman-temanku seperjuangan.. terutama pemuda-pemuda Indonesia, kita terus berjuang, kita usir kaum penjajah dari bumi kita Indonesia yang kita cintai ini.. Sudah lama kita menderita, diperas, diinjak-injak. Sekarang adalah saatnya kita rebut kemerdekaan kita. Kita semboyankan: KITA MERDEKA ATAU MATI. ALLAHU AKBAR… ALLAHU AKBAR… ALLAHU AKBAR.. MERDEKA!" Pidato Bung Tomo yang ditulis oleh Sulistina dalam Bung Tomo Suamiku.
-
Di mana sejarah terasi dapat ditelusuri? Sejarah terasi di kawasan Cirebon dapat ditelusuri hingga masa kekuasaan Pangeran Cakrabuana, yang memainkan peran penting dalam perkembangan kawasan tersebut.
-
Bagaimana sejarah Waduk Sempor? Waduk Sempor diresmikan pada 1 Maret 1978 yang ditandai dengan adanya prasasti bertanda tangan Presiden Soeharto. Semula, waduk ini difungsikan sebagai sumber pengairan bagi sejumlah kompleks persawahan di sekitarnya. Namun lambat laun waduk itu menjadi destinasi wisata baru bagi warga sekitar.
-
Bagaimana Asisi Suharianto menyajikan kisah-kisah sejarah? Asisi dan sang istri pun mendapatkan pengalaman luar biasa selama keliling dunia. Keduanya bertemu dengan saksi mata maupun para korban perang masa lalu di beberapa negara.
-
Bagaimana sejarah Lembah Anai terbentuk? Konon, dulunya air terjun ini menjadi saksi bisu pergerakan rakyat Minang dalam melawan penjajahan. Pada masa kolonial, masyarakat setempat dipaksa untuk menjadi pekerja membangun jalan lintas Sumatera yang menghubungkan antara Kota Padang dan Padang Panjang via Lembah Anai.Masyarakat Minang yang bekerja dalam proyek pembangunan jalan tersebut harus menempuh jarak yang cukup jauh, bahkan bisa berhari-hari dari tempat mereka tinggal menuju lokasi pembangunan jalan.
-
Siapa yang meneliti sejarah Sidoarjo? Mengutip artikel berjudul Di Balik Nama Sidoarjo karya Nur Indah Safira (Universitas Nahdlatul Ulama Sidoarjo, 2000), Kabupaten Sidoarjo terkenal dengan sebutan Kota Delta yang merujuk pada sejarah daerah ini yang dulunya dikelilingi lautan.
-
Bagaimana KEK Singhasari memanfaatkan sejarah? Keunggulan lain dari KEK Singhasari yakni adanya sektor pariwisata dengan tema heritage and sejarah. Hal ini dilatarbelakangi nilai situs sejarah kerajaan Singhasari.
Semangat Sulistina turut bergelora mendengar itu. Keinginan untuk meninggalkan Malang dan ikut berjuang semakin besar. Esok harinya Sulistina pergi ke Surabaya untuk ikut berjuang dalam barisan PMI.
Pada 11 November 1945, Sulistina dan beberapa gadis PMI lainnya tiba di markas BPRI yang sudah penuh dengan para pemuda usia remaja dan orang dewasa, mereka yang menyandang senjata berseliweran.
Ada satu pemuda menghampiri Sulistiana. Dia menggunakan setelan dril ala Jepang. Peci hijau tua disematkan emblem banteng merah putih. Kumisnya rapi persis kumis Errol Flinn, bintang film Amerika terkenal di masa itu.
"Jeng, kita pindah markas. Kita mundur di jalan mawar. Di sini sudah tidak aman lagi. Dan keadaan gawat, palang merah juga harus pindah," ucap pria itu dengan kalem.
"Matanya seperti menancap di mataku, entah mengapa hatiku bergetar. Aku tak kuasa menjawabnya," tulis Sulistiana.
Pemuda yang punya wajah ganteng dan mata cemerlang itu adalah Bung Tomo. Suaranya yang membuat Sulistiana terpanah, tak disangka mereka bisa berada di satu markas.
Bung Tomo yang Memesona
Kisah romansa Bung Tomo dan Sulistiana, dimulai. Pada suatu pagi, Sulistiana diperintahkan ke Rumah Sakit Simpang. Perjalanan ditempuh menggunakan truk, dengan sopir dan beberapa pemuda bersenjata di belakang.
Dalam perjalanan, ada sesuatu yang dirasakan Sulistiana. Benda dingin menempel di kuduknya. Saat menoleh, ternyata benda dingin itu moncong sebuah pistol. Tak disangka yang memegang pistol tersebut adalah Bung Tomo.
"Eee bung! Pistolnya jangan diarahkan kepadaku! Tapi pada musuh!" teriak Sulistiana.
Pasca moncong pistol Bung Tomo mengenai kuduknya, Sulistiana makin memperhatikan Bung Tomo. Bahkan saat malam harinya. Sulistiana membayangkan sepasang mata Bung Tomo yang bulat penuh wibawa.
"Aku memperhatikan Bung Tomo. Matanya bulat dan hitamnya bersinar-sinar. Dia tidak tinggi, mungkin hanya beberapa senti lebih tinggi dari aku. Dia menghampiri mereka yang terluka satu persatu," curhat Sulistiana.
Modus ala Bung Tomo
Pada sore hari esoknya, beberapa pemuda datang. Yaitu Mashur dan pemuda BPRI lainnya. Termasuk Bung Tomo. Mereka mengatakan pada Sulistiana bahwa ada teman yang berulang tahun dan akan mentraktir mereka di restoran Hongkong.
"Cepat Lies, ayo ikut. Kawan-kawan yang lain sudah menunggu di sana! Kapan lagi kita makan di restoran? Di garis depan kan kita cuma makan nasi bungkus!" kata Mashur semangat.
Setibanya di restoran ternyata tidak ada kawan wanita seorangpun dari seperjuangan, kawan dari dapur umum pun tak ada.
"Mana kawan-kawan yang lain?" tanya Sulistiana heran.
"Sudah berangkat ke rumah yang ulang tahun, sepertinya kita ditinggal. Nanti kita susul, kita makan enak dulu," jawab Mashur.
Lepas makan, mereka semua pergi menggunakan mobil menuju rumah Mbakyu Kadi. Di dalam mobil Sulistiana kaget karena kawan-kawannya sengaja membuat dia dan Bung Tomo duduk berdampingan.
Selama perjalanan, Sulistiana memperhatikan Bung Tomo. Tak disangka yang diperhatikan salah tingkah.
"Bung Tomo selama perjalanan tidak mau diam ada saja yang dikerjakannya. Memakai kaos kaki, kacamata yang dibolak-balik dibersihkan, pura-pura memperhatikan jalanan. Aku diam saja, pura-pura tak mengacuhkannya," cerita Sulistiana.
Ternyata tidak ada yang berulang tahun, di rumah Mbakyu Kadi hanya ada acara rapat biasa. Pertemuan Sulistiana dan Bung Tomo rupanya telah direncanakan dan hasil rekayasa anak buah Bung Tomo.
Girang Dipanggil Mas
Pertemuan selanjutnya terjadi karena ketidaksengajaan saat Sulistiana sedang berboncengan sepeda dengan adiknya, muncul Bung Tomo.
"Dari mana jeng?" Sapanya pelan.
"Berjalan-jalan dengan adik. Kapan ke front mas?" Sulistiana menjawab dan bertanya balik. Namun tak dijawab oleh Bung Tomo.
Beberapa hari setelah kejadian itu, Sulistiana mendengar dari kawannya, jika Bung Tomo berteriak girang mendengar kata panggilan 'Mas' keluar dari mulut Sulistiana.
"Aku dipanggil Mas. Aku dipanggil Mas oleh Jeng Lies. Seperti mendapat rembulan ai..ai..ai." teriak Bung Tomo.
Bung Tomo, seorang pejuang yang tidak takut mati ternyata tetap seorang pemuda biasa yang bisa bergetar hatinya dan jatuh cinta.
Reporter Magang: Ita Rosyanti