Ahok sindir Menteri Ferry soal NJOP: Pegawai gaji pas-pasan gimana?
Penghapusan NJOP akan membuat harga tanah di pasaran semakin tinggi dan tidak terkendali.
Kementerian Agraria dan Tata Ruang berencana menghapus nilai jual objek pajak (NJOP), Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), serta Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Rencana ini, berlaku untuk rumah tinggal, rumah ibadah, dan rumah sakit.
Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, belum tahu detail soal rencana itu. Dia menilai kebijakan itu akan sulit diterapkan di lapangan.
"Saya nggak tahu kajiannya, itu urusan pusat ya. Tapi saya kira tidak semudah itu. Kami menaikkan harga tanah, naik empat kali lima kali. Kami naikkan NJOP dua kali saja orang sudah setengah mati," ungkapnya di Balai Kota DKI Jakarta, Jumat (30/1).
Dia menjelaskan, NJOP menjaga harga tanah di pasaran tetap memiliki barometer. Menurutnya, keputusan menghapus NJOP harus memiliki landasan hukum, setidaknya undang-undang. Sebab dampaknya akan terjadi banyak perubahan terhadap penerimaan pajak, baik untuk nasional maupun daerah.
"Misalnya kalau kamu punya rumah itu bebas pajak misalnya. PBB-nya tidak dihitung, tidak bayar misalnya. Waktu kamu mau jual baru bayar," jelasnya.
Sisi negatifnya, penghapusan NJOP akan membuat harga tanah di pasaran semakin tinggi dan tidak terkendali. Sehingga untuk pensiunan atau pekerja lepas akan semakin sulit untuk memiliki tempat hunian layak.
"Gimana kalau kamu pensiunan atau pekerja lepas biasa dengan gaji pas-pasan. Lalu harga tanah tinggi. Memang betul rumah saya naik sih, tapi saya kan tidak menjual rumah saya," tutupnya.
Pemprov DKI Jakarta menaikkan NJOP hingga 100 persen pada tahun 2014. Namun, Ahok menegaskan, pada tahun ini tidak akan ada kenaikan untuk pajak tersebut.
"Karena itu aja kami udah setengah mati. Kalau mau harga pasar itu masih kurang naik empat kali lipat," tambahnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang, Ferry Mursyidan Baldan, mengatakan, ada beberapa pertimbangan yang digunakan oleh kementeriannya dalam menggodok tiga usulan tersebut. Dalam kaitannya dengan NJOP misalnya, rencana penghapusan dilakukan karena selama ini Kementerian Agraria dan Tata Ruang menilai komponen tersebut tidak pernah digunakan sebagai acuan baik dalam transaksi jual beli.
"Kami melihat NJOP ini tidak benar, dan sering dijadikan standar penzaliman untuk merendahkan nilai, maka itu kami ingin hapus saja, ganti dengan harga pasaran yang setiap tahun dipublish," kata Ferry Kamis (29/1).
Dalam kaitannya dengan penghapusan PBB dan BPHTB, tujuannya untuk meringankan beban masyarakat. Oleh karena itulah Ferry mengatakan, kementerian berkeinginan agar nantinya PBB untuk rumah tinggal, rumah sakit dan sekolah cukup dibayarkan saat proses pengurusan sertifikat saja.