Diminta naikkan pajak rokok, Ahok ngaku terbentur undang-undang
Ahok mengatakan, dalam UU kisaran pajak rokok tidak boleh di atas 10 persen.
Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengaku kesulitan menaikkan pajak rokok dalam bentuk peraturan daerah (Perda) di atas 10 persen. Sebab, hal itu berbenturan dengan undang-undang yang ada.
"Kita kebentur dengan undang-undangnya," ujar Ahok di Balai Kota, Jakarta, Kamis (10/10).
Politisi Gerindra itu menegaskan, kisaran pajak rokok tidak boleh di atas 10 persen. Dengan pajak 10 persen atau di bawahnya perusahaan rokok sudah menyumbang 5 persen dari target Pendapatan Asli Daerah (PAD) sebesar Rp 300 miliar.
"Perda kan gak boleh melawan undang-undang. Kita lagi siapin perdanya, lagi dibahas. Jadi tadi dari Sampoerna datang nanya, sejauh mana perda yang seperti itu. Mereka ingin taat aturan mereka ingin lakukan dulu sebelum perda ini keluar. Kita bilang ya mengacu pada undang-undang saja," jelas Ahok.
Sebelumnya, anggota Komisi A DPRD DKI, Wanda Hamidah meminta Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menaikkan cukai rokok hingga 100 persen. Tujuannya untuk mengurangi konsumsi rokok yang sudah menyasar pada anak sekolah dan untuk menekan angka perokok pasif.
"Kami berharap ada inisiatif dari Pemprov DKI Jakarta naik 100 persen," ujar Wanda yang ditemui di Balai Kota, Jakarta.
Menurut Wanda, saat ini harga rokok di Indonesia sangatlah murah sehingga tak sedikit pelajar di bawah umur mudah mendapatkan rokok. Namun, hal tersebut terbentur undang-undang soal cukai rokok yang telah disepakati DPR, yakni kenaikan cukai rokok hanya boleh di bawah 10 persen.
"Sekarang kan pelajar mudah mendapatkan rokok, dengan harga Rp 10.000, karena itu ruang gerak para perokok itu maksudnya agar dapat dibatasi, tapi ternyata oleh UU sudah dipagari. Jadi Pemda dibuat tidak berkutik atas UU, ini kerjaan DPR RI juga sih yang mungkin banyak dilobi oleh pengusaha-pengusaha rokok," tegas dia.