Sumarsono akui sulit data warga yang tinggal di apartemen
Soemarsono akui sulit data warga yang tinggal di apartemen. Soemarsono mengatakan, masih ada sekitar 56 ribu warga Jakarta yang belum terekam data kependudukannya untuk bisa masuk dalam DPT. Pihaknya merasa kesulitan mendata warganya karena tidak diketahui keberadaannya.
Putaran pertama Pilgub DKI Jakarta telah digelar pada 15 Februari 2017 lalu. Penyelenggaraan putaran pertama itu masih menyisakan sejumlah persoalan, salah satunya soal Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masalah itu diamini oleh Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur DKI Jakarta yang juga Dirjen Otda Kemendagri, Sumarsono.
Sumarsono mengatakan, masih ada sekitar 56 ribu warga Jakarta yang belum terekam data kependudukannya untuk bisa masuk dalam DPT. Pihaknya merasa kesulitan mendata warganya karena tidak diketahui keberadaannya. Ini dikarenakan sebagian warga tinggal di apartemen atau rumahnya telah digusur.
Laporan itu disampaikan Sumarsono saat hadir sebagai Dirjen Otda Kemendagri dalam rapat bersama Komite I DPD RI soal evaluasi Pilkada serentak 2017 siang tadi.
"Ada sekitar 56 ribu yang belum merekam, dicari enggak ketemu. Sebagian karena tinggal di apartemen atau lokasi rumahnya sudah digusur. Dikejar terus sampai ada mobil keliling," kata Sumarsono kepada wartawan, Selasa (7/3).
Pihaknya pun akhirnya turun langsung mencari warga yang belum terekam data e-KTP-nya. Cara itu dianggap berhasil mencari keberadaan warga agar bisa didata. Dia juga mengakui masalah blanko e-KTP masih kurang. Akan tetapi, masalah itu masih bisa disiasati dengan menggunakan surat keterangan agar warga bisa menggunakan hak pilihnya.
"Memang setelah merekam belum ada hard kopinya, tapi ada Suket untuk pilkada. Ini pun belum 100 persen," terangnya.
Persoalan lain yang dilaporkan adalah soal kurangnya ketersediaan form atau kartu suara tambahan di tiap-tiap TPS. Antusiasme warga untuk mencoblos tergolong besar namun tidak diimbangi dengan form DPT dari KPU.
"Target 75 persen partisipasi pemilih yang datang 78 persen. Padahal sesuai ketetapan KPU hanya 20 lembar tambahan, form habis. Itu problem kedua dan di luar dugaan. Meningkat luar biasa sehingga form DPTb (tambahan) habis," ujar Sumarsono.
Kemudian, masalah lain yang ditemukan yakni banyak warga yang tidak masuk DPT dan ingin menyalurkan hak suaranya tetapi tidak membawa persyaratan yang ditetapkan. Untuk itu, pihaknya akan melakukan pendataan ulang untuk memastikan tidak ada warga yang tidak masuk DPT.
"Tidak boleh satu orang pun kehilangan hak suaranya. Maka kami keliling mulai dari tingkat kelurahan, dibuka pendaftaran, siapa yang tidak bisa memilih didata, dilist, dikroscek. Itu langkah kedepan dari koreksi kami putaran pertama," tandasnya.
Di lokasi yang sama, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengungkapkan, sulitnya mendata warga Jakarta karena banyak yang tinggal di apartemen, luar negeri atau bekerja di luar daerah.
"Yang belum terdata tinggalnya di apartemen. Atau KTP DKI tapi lebih banyak tinggal di luar negeri atau sekolah di luar negeri atau dinas di luar daerah. Ini yang sulit terdata. Yang tinggal di apartemen sulit dicari," ungkapnya.
Kendati demikian, Tjahjo telah meminta kepada Soemarsono dan KPU untuk mencari solusi untuk masalah DPT tersebut jelang putaran kedua Pilgub DKI pada April mendatang.
"Saya minta ke Plt Gubernur dan KPU bagaimana menyiasati. Kalau di luar daerah tidak menjadi prinsip karena tingkat partisipasinya cukup bagus," pungkasnya.