Kisah Hidup Bambang Hermanto, Aktor Legendaris Karismatik Tahun 1950-an yang Dijuluki John Derek dari Indonesia
Ia merupakan simbol kejantanan yang banyak dipuja kaum hawa.
Ia merupakan simbol kejantanan yang banyak dipuja kaum hawa.
Kisah Hidup Bambang Hermanto, Aktor Legendaris Karismatik Tahun 1950-an yang Dijuluki John Derek dari Indonesia
Nama aslinya Herman Dulong. Nama Bambang Hermanto merupakan nama pemberian dari sutradara legendaris Indonesia pada masanya, Usmar Ismail.
Bambang Hermanto merupakan artis yang terkenal pada tahun 1950-an hingga pertengahan tahun 1960-an.
Pada masa itu, Bambang adalah sebuah lambang kejantanan. Ia dipuja-puja kaum hawa dan dijuluki John Derek dari Indonesia.
-
Bagaimana Herman Pratikto menulis "Bende Mataram"? Saat menulis Bende Mataram, Herman Pratikto selalu menyebut dirinya sebagai penggubah cerita, bukan pengarang cerita.
-
Kapan Herman Pratikto menulis "Bende Mataram"? Dia menulis “Bende Mataram” pada periode 1960-an.
-
Apa keinginan Anang Hermansyah? Saat merayakan ulang tahunnya yang ke-55, Anang Hermansyah mengungkapkan keinginannya untuk memiliki anak lagi. Ia menyampaikan hal ini kepada awak media, mengungkapkan keinginan pribadinya untuk memperluas keluarga.
-
Kenapa Mbah Herman sering disangka tidak mandi? Mbah Herman mengatakan bahwa ia kerap kali dikira tidak pernah mandi oleh warga sekitarnya.
-
Siapa Bapak Harto? Saat itu ada Bapak Harto, ayah dari Gilga Sahid.
-
Siapa istri Hengky Tornando? Pada tahun 1992, Hengky Tornando menikahi aktris Baby Zelvia.
John Derek merupakan aktor sekaligus sutradara asal Amerika Serikat yang terkenal akan ketampanan serta bakatnya yang luar biasa dalam dunia seni peran.
Bambang Hermanto lahir pada 1 Agustus 1925 di Batu Jamus, Sragen, Jawa Tengah. Ayahnya adalah keturunan Prancis berkebangsaan Belanda yang menikah dengan perempuan pribumi. Sebagai anak Indonesia, Bambang dianugerahi ketampanan dan postur tubuh yang atletis.
Saat Jepang menjajah Indonesia, ayahnya yang berkebangsaan Belanda dijebloskan ke kamp oleh Jepang. Sang ayah kemudian meninggal pada tahun 1945. Bambang sendiri lolos dari penahanan tersebut dengan menjadi anggota Heiho.
Mengutip YouTube Indonesia Insider, Bambang sempat masuk korps militer setelah peristiwa Madiun 1948. Namun ia hanya bertahan dua tahun karena sifatnya yang tempramental.
Namun karena sifat inilah ia tak sengaja masuk ke dunia film. Saat itu pada tahun 1951 usai menonton film di Bioskop Menteng, seorang pria asing menatapnya penuh selidik. Bambang yang pemarah tak suka dengan tatapan itu. Dia hampir saja menghajar pria asing itu.
Tak disangka pria itu ternyata merupakan seorang karyawan film. Perkenalannya dengan pria asing itu membawanya bermain film “Lenggang Djakarta” pada tahun 1953.
Penampilan yang garang dan tampang yang rupawan menarik minat sutradara Usmar Ismail untuk menggaetnya.
Kemudian lahirlah film legendaris Harimau Tjampa pada tahun 1953. Pada film itu, Bambang beradu peran dengan Nurnaningsih, yang dijuluki Marilyn Monroe dari Indonesia.
Pada tahun 1954, Bambang bermain film Lewat Jam Malam. Film tersebut berhasil mendapat penghargaan sebagai film terbaik Indonesia pada tahun 1955. Saat itu, Bambang dinobatkan sebagai pemeran pendukung pria terbaik.
- Kisah Hidup Herman Pratikto, Novelis Legendaris dari Blora Teman Masa Kecil Pramoedya Ananta Toer
- Disebut sebagai Nenek Moyangnya Seblak, Icip Nikmatnya Kudapan Legendaris Kerupuk Banjur Khas Bandung
- Barry Prima Unggah Foto saat Remaja, Netizen Sebut 'Dari Remaja Sampai Tua Tetap Ganteng'
- Laporan Dicabut, Pelaku Ikat Bendera Merah Putih ke Anjing Bebas & Ikrar Cinta NKRI Depan Bupati
Tak hanya penghargaan di Tanah Air, Bambang juga mendapat penghargaan internasional. Pada tahun 1961, ia dianugerahi penghargaan sebagai aktor terbaik di Festival Film Moscow lewat perannya dalam film Pejuang karya Usmar Ismail.
Bambang pun tak hanya terkenal di Tanah Air, dirinya juga dikenal di negara-negara blok timur. Sebuah perusahaan film asal Cekoslovakia tertarik dengan bakat Bambang.
Mereka berniat membuat film berjudul Aksi Kalimantan dengan Bambang sebagai aktor utamanya.
Nama besar Bambang yang terkoneksi dengan industri film Blok Timur ternyata mengundang perasaan gelisah intelejen Amerika di Indonesia.
Mengutip YouTube Indonesia Insider, Bill Palmer, direktur serikat distribusi American Motion Picture Association Indonesia, lantas mendekati Bambang dengan iming-iming bermain film Hollywood. Dia ditawarkan untuk bermain dua judul film buatan Amerika.
Namun syaratnya ia harus memutus kontrak di film Aksi Kalimantan. Syarat itu ternyata membuat Bambang marah dan tersinggung. Ia sadar bahwa kariernya sebagai aktor sedang dipermainkan. Tanpa basa-basi ia meninggalkan kantor Palmer saat itu juga.
Peristiwa itu membuat Bambang semakin kuat ingin menaikkan derajat perfilman Indonesia. Ia kemudian lebih banyak bergaul dengan sutradara sosialis seperti Bachtiar Siagian dan Kotot Sukardi.
Bersama Bachtiar ia menghasilan film berjudul Violetta (1962). Karena banyak bergaul dengan para seniman kiri, Bambang ikut terseret dalam intrik politik pada masa itu.
Pers sensasional menyebarkan tuduhan bahwa kemenangannya di Moskow semata-mata karena kegiatan politiknya bersama panitia aksi pengganyangan film imperialis Amerika Serikat (PAPFIAS).
Pada tahun 1964, Bambang sadar bahwa PAPFIAS sudah terlalu jauh terjun ke propraganda politik PKI. Lembaga itu dinilai sudah disetir oleh orang-orang Komunis yang suka merinci kejahatan film produksi Amerika dengan sebutan “propaganda perang”, “raja rasialis internasional”, serta julukan-julukan lainnya.
Bambang pun memutuskan keluar dari PAPFIAS bersama artis-artis lain atas desakan Persatuan Artis Film Indonesia. Namun sebelum keinginannya terpenuhi, ia dihubungi oleh seorang perwira TNI yang memintanya bertahan di PAPFIAS demi memata-matai kegiatan organisasi seniman film tersebut.
Saat itu juga ia ditugaskan untuk memata-matai Lekra, organisasi seniman yang terafiliasi dengan PKI. Namun pada akhirnya gerak-gerik Bambang tercium juga sehingga ia sangat jarang diikutkan pada kegiatan organisasi tersebut.
Partisipasinya di Lekra ternyata membuatnya ikut terseret setelah peristiwa G30S PKI. Bambang yang sedang pulang kampung ditangkap karena dituduh melakukan pemberontakan. Ia sempat ditahan beberapa bulan sebelum akhirnya dibebaskan dan kembali ke Jakarta pada April 1966.
Bambang memang dinyatakan bersih. Namun butuh waktu lima tahun baginya untuk bisa kembali ke perfilman. Pada tahun 1971, ia menulis naskah dan memainkan sendiri sebuah film berjudul Djembatan Emas.
Sepanjang kariernya, Bambang sudah bermain di lebih dari 50 judul film. Ia hampir selalu memerankan tokoh militer, pria gagah, tampan, tapi tempramental.
Dalam kehidupan pribadinya, Bambang menikah sebanyak tiga kali. Ia berjumpa dengan istri-istrinya tak lama setelah terjun ke dunia akting. Ia dan ketiga istrinya hidup harmonis bersama 14 anak dan 12 cucu.