UMKM Eank Solo, Ubah Limbah Paralon Jadi Sangkar dan Akuarium Hingga Ekspor ke Eropa
Di tangan kreatif, sampah bisa berubah menjadi berkah dan menghasilkan barang bernilai tinggi. Bahkan bisa sampai diekspor hingga ke Eropa.
Di tangan kreatif, sampah bisa berubah menjadi berkah dan menghasilkan barang bernilai tinggi. Bahkan bisa sampai diekspor hingga ke Eropa.
Hal inilah yang dialami oleh Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) Eank Solo, UMKM yang fokus menciptakan sangkar burung dari limbah paralon yang telah berdiri sejak tahun 2014.
"Eank Solo bergerak dalam bidang craft kerajinan tangan yang berupa sangkar burung berbahan limbah paralon, sangkar bahan limbah akrilik plastik transparan dan akuarium berbahan limbah paralon," kata pemilik UMKM Eank Solo, Eko Alif Muryanto kepada merdeka.com, Minggu (25/06) lalu.
Eko mengaku tertarik dengan dunia bisnis UMKM lantaran enggan menjadi karyawan.
"Usaha sendiri itu entah kecil atau besar kita miliki sendiri. Di situ kita lah yang akan jadi bosnya. Tidak terikat waktu, tidak terikat pekerjaan, dan tidak terikat bos atau atasan kita. Lebih enak dan lebih nyantai. Tapi hasilnya insya Allah lebih besar dari mereka-mereka yang pekerja," ungkap Eko.
Dari usaha yang dia geluti ini, Eko mengaku mendapatkan omzet per bulan sekitar 10-14 juta rupiah.
Ide Awal Membuat Sangkar Burung dari Limbah Paralon
Eank Solo merupakan usaha rumahan yang berdiri pada tahun 2014 dan berlokasi di kampung Debegan, kelurahan Mojosongo, kecamatan Jebres, kota Surakarta. Eank Solo memproduksi sangkar burung dan akuarium yang berbahan limbah paralon dan limbah akrilik transparan.
Sedangkan Mojosongo adalah sentra pengrajin sangkar berbahan bambu dan kayu terbesar di Indonesia. Bahan kayu atau bambu yang notabene mudah terkena hama seperti rayap atau hama bubuk (totor), mudah patah dan tidak tahan air.
"Sering kita dengar konsumen mengeluh burung kesayangannya lepas karena sangkar patah atau mati dimakan tikus. Sering kita lihat limbah paralon PVC dan akrilik dibuang atau bertumpuk di penampungan limbah. Sering kita lihat iklan pipa paralon PVC yang diinjak gajah atau digilas truck tronton tapi tetap utuh tidak pecah," ungkap pria kelahiran tahun 1977 tersebut.
Dari permasalahan itulah Eko mencoba memanfaatkan limbah paralon dan limbah akrilik transparan tersebut menjadi kerajinan sangkar dan akuarium yang berkualitas dan bernilai ekonomi tinggi dan banyak digemari penghobi burung dan ikan hias baik di dalam atau di luar negeri.
"Eank Solo juga dikenal sebagai pioneer produksi sangkar dan akuarium berbahan limbah paralon dan akrilik transparan," imbuhnya.
Dapat Banyak Pelatihan, Khususnya Digital
Eko mengaku sebagai UMKM pertama binaan Rumah BUMN Solo. Dimulai pada tahun 2014, saat itu Eko mendapatkan challenge dari Rumah BUMN Solo untuk bisa menjaring UMKM-UMKM lain untuk bergabung dengan Rumah BUMN Solo.
"Kebetulan saya itu UMKM pertama, UMKM pertama di Rumah BUMN Solo saya sendiri. Dulu pertama kali pelatihan di Rumah BUMN Solo itu diambil 5 perwakilan masing-masing kecamatan. Setelah itu kita dihubungi teman-teman komunitas dan mereka ikut bergabung. Setelah 2 bulan kita bertemu Pak Asnawi (BRI Solo) dikasih challenge dalam 1 bulan bisa nggak tambah anggota 100-200. Sya bilang bisa karena saya punya kominitas," cerita Eko.
Seiring dengan banyaknya jumlah UMKM yang bergabung dengan Rumah BUMN Solo, mulai sering diadakan pelatihan, baik untuk UMKM yang sudah punya usaha atau baru mau menjalankan usaha.
©2023 Merdeka.com
Berbagai pelatihan yang diadakan di antaranya pelatihan pemsasaran, optimalisasi produk, pembukuan, marketing online dan sebagainya. Tak cuma diberi pelatihan, Eko mengaku juga diajak Rumah BUMN Solo untuk mengikuti pameran beberapa kali serta ditunjuk sebagai narasumber atau motivator acara yang diikuti oleh UMKM.
"Kita diminta menjadi narasumber seminar nasional di UNSRI, terkait dengan UMKM dan ekspor. Kita juga sering jadi narasumber untuk pelatihan marketing online," ujarnya.
Ekspor ke Australia Hingga Eropa Berkat Rumah BUMN Solo
Eank Solo mengalami masa keemasan sekitar tahun 2016-2020 di mana saat itu UMKM miliknya mendapatkan banyak orderan dari luar negeri.
"Tahun 2016-2020 awal kita paling banyak orderan. Bahkan tahun 2019 kita pernah dipesan oleh suatu komunitas kompleks apartemen di Singapura sebanyak 218 sangkar burung yang selesai kita kerjakan dalam waktu 3-4 bulan," cerita Eko.
Namun usaha yang dia rintis mulai mengalami masa-masa surut saat awal mula Pandemi Covid-19, sekitar tahun 2020-2021. Saat itu pesanan anjok hingga 70-80 persen.
"Kita menyikapinya dengan sering posting-posting di dalam negeri. Waktu itu kita dapat pesenan ke luar negeri tapi setelah kita kirim dikembalikan lagi dengan alasan kapal Indonesia tidak bisa merapat ke pelabuhan sana," ujarnya.
©2023 Merdeka.com
Tak patah arang, Eko tetap melayani permintaan ekspor ke negara-negara tetangga tapi dilakukannya dengan menggunakan jalur kota-kota yang berdekatan dengan perbatasan Indonesia dengan negara-negara sahabat.
"Misal kita dapat pesanan dari Malaysia, Sabah dan Serawak, atau Brunei Darussalam, kita bisa lewat darat bisa lewat Nunukan, Pontianak. Kalau ada pesanan dari Singapura kita bisa lewat Batam. Dari Batam ke Singapura kan cuma beberapa menit," ungkap Eko.
Berkat link dari Rumah BUMN Solo, Eank Solo bahkan bisa ekspor sampai ke Eropa. Namun setelah pandemi, kegiatan ekspor pun harus terhenti.
"Alhamdulillah saya sudah ekspor. Sudah banyak jual ke luar negeri terutama Singapura, Brunei, Malaysia dan Thailand. Akuarium pernah ekspor ke Belgia, Australia, Kanada hingga India. Tapi karena pandemi semua berhenti," ujar Eko yang pernah menjadi Juara 3 Nasional Brilianpreneur 2019.