Doa untuk Capres Partai Republik AS
Trump tidak sendirian dalam berpendapat demikian. Beberapa kandidat lain dari Partai Republik punya pandangan senada.
Retorika anti-Muslim dan Islam bakal calon presiden dari Partai Republik AS, Donald Trump tak pernah surut, selalu membakar, menyedot perhatian media dan disambut pendukungnya. Yang paling mutakhir Donald Trump, menyatakan selama periode tidak terbatas, orang beragam Islam harus dilarang memasuki negaranya gara-gara insiden penembakan massal di San Bernardino, California, pekan lalu yang menewaskan 14 orang.
Trump menegaskan seandainya terpilih dalam pemilu tahun depan, dia akan serius menghentikan orang Islam untuk dapat masuk ke AS. Pelarangan itu, menurutnya, harus dilakukan dari pintu imigrasi darat, laut, maupun udara. Katanya larangan masuk itu berlaku sampai AS bisa memutuskan dan mengerti permasalahan ideologi Islam dan ancamannya yang berbahaya.
Menurutnya AS tidak bisa menjadi korban serangan kaum yang percaya pada konsep Jihad dan tidak memiliki nalar untuk menghormati sesama manusia. Trump tidak sendirian dalam berpendapat demikian. Beberapa kandidat lain dari Partai Republik punya pandangan senada dan bahkan makin tak memperdulikan political correctness terhadap Islam karena tahu hal itu akan dianggap sebagai kelembekan dan kelemahan. Selain itu mereka tahu retorika yang membakar cukup memberi hasil dalam jajak pendapat seperti yang diperoleh oleh Trump.
Tak heran jika calon lain, Ben Carson menyatakan akan menentang jika seorang Muslim diperbolehkan mencalonkan diri sebagai capres AS karena menurutnya Islam tak sejalan dengan konstitusi AS dan pernah menyamakan pengungsi Suriah dengan anjing gila. Tak ketinggalan, Jeb Bush, setelah serangan teroris di Paris dengan agak malu-malu mendukung larangan masuknya pengungsi muslim dari Suriah atau setidaknya memprioritaskan bagi yang kristen saja.
Senator asal Texaz, Ted Cruz yang juga kandidat presiden punya retorika berbeda. Setelah insiden San Bernadino, dihadapan kaum konservatif di Iowa ia menyatakan bahwa Jaksa Agung AS, Loretta Lynch telah mengeluarkan ancaman akan menuntut siapa saja yang menentang Islam radikal. Padahal sejatinya Lynch mengatakan bahwa akan menuntut mereka yang memprovokasi kekerasan terhadap muslim. Meski demikian plintiran itu disambut gempita apalagi ketika ia juga menantang Jaksa Agung untuk menangkapnya karena menyebut terorisme kaum radikal Islam sebagai kebiadaban dan bersumpah AS tak
akan menjalankan hukum syariah.
Anda akan menemukan retorika serupa dari calon lain seperti Chris Christie, Gubernur New Jersey yang sebelumnya justru dikecam karena dekat dengan kelompok muslim pun sekarang mau tak mau ikut menentang dengan keras masuknya pengungsi Suriah. Mantan Gubernur Arkansas, Mike Huckabee menyebut Islam sebagai agama yang yang mendorong pembantaian di muka bumi, sedang Gubernur Ohio, John Kasich mengusulkan agar pemerintahan federal menyebarkan nilai-nilai Judeo-Kristen.
Harus diakui tak semua kandidat berpandangan seragam. Senator Marco Rubio dari Florida yang dikenal konservatif menyatakan bahwa ia tidak setuju dengan usulan-usulan Donald Trump karena menurutnya kebiasaan Trump membuat pernyataan yang menyerang akan memecah belah AS. Tokoh partai Republik seperti mantan Wapres Dick Cheney juga menyebut larangan terhadap muslim memasuki AS seperti yang diusulkan Trump adalah tak berwatak Amerika (un-American) dan bertentangan dengan nilai-nilai AS.
Meluasnya retorika Islamofobia khususnya di kalangan partai Republik mudah dimengerti karena cukup tingginya kecurigaan terhadap Islam di kalangan mereka. Sebuah jajak pendapat yang dilakukan oleh lembaga riset PPP di AS pada September tahun ini menunjukkan 30 persen pendukung Partai Republik berpandangan bahwa Islam seharusnya
dilarang di AS.
Survei juga pernah dilakukan oleh Pew Research di tahun 2014. Mereka meminta pendukung Republik untuk menilai dari 0 sampai 100 untuk menunjukkan rasa penerimaan terhadap muslim. Hasilnya, mereka memberi nilai rata-rata 33 untuk muslim, nilai yang hampir sama terhadap kaum ateis dan di bawah nilai kepada kalangan agama lain.
Berdasarkan poll ABC News/Washington baru-baru ini, 83 persen pendukung partai Republik setuju dengan Ben Carson bahwa Muslim tidak boleh menjadi presiden AS dan hanya 49 persen yang memandang Islam boleh berkembang di AS.
Siapapun yang terpilih menjadi presiden AS dalam pemilu tahun depan adalah hak rakyat AS. Hanya saja saya berdoa agar capres yang berpandangan islamofobia mau membuka mata dan hati, berdialog langsung dengan muslim dan belajar langsung mengenai Islam dengan mereka. Nilai-nilai budaya tinggi dan universal AS tentang keterbukaan dan toleransi jangan sampai dikorbankan dan dipadamkan dalam retorika politik untuk kepentingan sesaat.