Jejak Ahok dan Anies di JLNT Pluit yang Mangkrak
Pembangunan JLNT Pluit sebagai kewajiban pengembang pulau reklamasi, dimulai era Ahok. Namun berhenti di tengah jalan, di era kepemimpinan Anies Baswedan.
Marsono (50) tak lagi mendengar deru alat berat menghujam bumi. Sekitar delapan tahun lalu, suara hilir mudik kendaraan berat dan pengerjaan proyek menjadi santapan sehari-hari. Wajar saja, kantor Marsono hanya berjarak beberapa meter dari lokasi proyek Jalan Layang Non Tol (JLNT) Pluit.
Proyek jalan melayang yang membentang di atas Jalan Pluit Barat Raya, Jakarta Utara. Panjangnya sekitar dua kilometer. Menjadi penghubung dari Jalan Tol Pluit menuju Green Bay Pluit, sebuah kawasan elite milik perusahaan raksasa properti di Jakarta Utara.
-
Siapa yang bertemu dengan Prabowo dan Anies Baswedan? Susi Pudjiastuti mencuri perhatian publik setelah melakukan pertemuan dengan Prabowo dan Anies Baswedan.
-
Siapa kakek dari Anies Baswedan? Sebagai pria berusia 54 tahun, Anies Baswedan adalah cucu dari Abdurrahman Baswedan, seorang diplomat yang pernah menjabat sebagai wakil Menteri Muda Penerangan RI dan juga sebagai pejuang kemerdekaan Indonesia.
-
Siapa yang dijemput Anies Baswedan? Calon Presiden (Capres) nomor urut satu Anies Baswedan mendatangi kediaman Calon Wakil Presiden (Cawapres) Muhaimin Iskandar atau Cak Imin di Jalan Widya Chandra IV Nomor 23, Jakarta Selatan, Jumat (22/12).
-
Apa yang diyakini Anies tentang Jawa Tengah? “Saya rasa nuansa perubahan itu semakin terasa. Menginkan perubahan. Dan itu kemudian menonjol,” kata Anies usai acara Istighosah Kubro Masyayich & Alumni Pondok Pesantren di Semarang, Jawa Tengah, Minggu (24/12). Sehingga, Anies pun menilai anggapan Jawa Tengah yang selama ini identik dengan julukan 'Kandang Banteng' bisa saja berubah. Menurutnya Jateng bukan hanya milik satu partai saja.
-
Siapa kakek buyut dari Anies Baswedan? Umar merupakan kakek buyutnya.
-
Apa berita bohong yang disebarkan tentang Anies Baswedan? Mantan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjadi sasaran berita bohong atau hoaks yang tersebar luas di media sosial. Terlebih menjelang Pilkada serentak 2024.
Dia tak ingat persis kapan alat berat ‘menghilang’ dari lokasi proyek tersebut. Marsono hanya menduga, proyek infrastruktur itu berhenti lantaran pandemi Covid-19 melanda Indonesia.
"Saya kira karena pandemi mungkin jadi tidak dilanjutin. Padahal pandeminya sekarang sudah selesai. Lumayan ini padahal kalau dilanjutin," ungkap Marsono, seorang petugas Damkar Pluit saat berbincang dengan merdeka.com, akhir pekan lalu.
Di bawah lokasi proyek itu, berdiri kantor PDAM. Seorang petugas, Tajudin (40) sudah empat tahun berkantor di sana. Selama itu pula dia tak pernah melihat aktivitas pengerjaan proyek. Dia hanya melihat banyak warga yang justru memanfaatkan proyek mangkrak itu untuk menghabiskan waktu saat sore hari.
"Saya datang ke sini dari tahun 2019 dan sudah mangkrak. Saya malah belum pernah ngeliat ke atas isinya kayak gimana," ucap Tajudin.
Pintu masuk JLNT berada di Pluit Karang Utara atau dari arah Apartemen Green Bay. Terpampang jelas dari pinggir jalan, Pintu masuk sudah ditutupi tumpukan sampah dan bekas tanaman ditebang. Sehingga kendaraan tidak bisa naik ke atas.
Bagian ujung jalan JLNT Pluit kini seolah menjadi teras permukiman warga. Ada jemuran, motor yang terparkir, dan kursi-kursi kayu yang lapuk dimakan usia. Bagian ini sulit dijangkau sebab lokasinya terpencil dan sudah masuk rumah warga. Di sekitarnya, tumbuh rumput liar dan sampah berserakan.
Proyek yang tak selesai ini adalah saksi bisu. Saat pohon-pohon rindang yang semula berbaris di pinggir Kanal Banjir Barat (KBT), dikorbankan atas nama pembangunan jalan layang. Proyek mangkrak ini tidak merugikan keuangan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Mengingat seluruh biaya pembangunan proyek tidak keluar dari kas pemerintah. Proyek infrastruktur ini bagian dari kewajiban tambahan dan kontribusi dari pengembang pulau reklamasi. Penggagasnya, Gubernur DKI Jakarta saat itu, Basuki Tjahaja Purnama.
"Yang pasti, pulau reklamasi harus ada kontribusi tambahan sebesar 15 persen dari NJOP (Nilai Jual Objek Pajak) saat mereka jualan," kata Basuki Tjahaja Purnama yang akrab disapa Ahok saat dikonfirmasi merdeka.com.
Kewajiban bagi pengembang pulau reklamasi itu termaktub dalam Peraturan Gubernur Nomor 137 Tahun 2017 Tentang Panduan Rancang Kota Pulau G Hasil Reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta. Saat itu, PT Agung Podomoro Land (APL) mengantongi izin dari Pemprov DKI untuk pembangunan reklamasi Pulau G. Reklamasi Pulau G dilaksanakan anak usahanya yakni PT Muara Wisesa Samudra (MWS).
Kewajiban itu dijelaskan dalam Bab V tentang kewajiban pengembangan sarana dan prasarana. Seperti tertulis dalam Pasal 8 ayat 1 berbunyi ‘Untuk mendukung sistem sarana dan prasarana yang memadai, terhadap perubahan peruntukan dan/ atau peningkatan intensitas lahan pada Pulau G hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta merupakan kewajiban Pihak Ketiga yang mengembangkan Pulau G hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta’
Serta ayat 4 yang berbunyi ‘Rincian lebih lanjut terhadap kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat 1, serta kewajiban tambahan lainnya akan diatur dalam Perjanjian. Kerja Sama antara Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dengan Pihak Ketiga yang akan mengembangkan Pulau G hasil reklamasi Kawasan Strategis Pantai Utara Jakarta dengan mengacu pada Izin Prinsip Pemanfaatan Ruang termasuk perpanjangan/ penyempurnaannya.’
"Pasal 1 & 4 itu yang jadi dasar Ahok bikin perjanjian dengan APL," ujar sumber merdeka.com di parlemen DKI.
Aktivitas pembangunan JLNT Pluit sesungguhnya sudah dimulai tahun 2015. Jauh sebelum Ahok mengeluarkan Pergub tersebut. Menurut sumber itu, seharusnya yang menjadi dasar hukum perjanjian kerja sama dengan pengembang adalah peraturan daerah (Perda), bukan Pergub.
Dia menduga, Ahok akhirnya mengeluarkan Pergub sebagai jalan pintas yang cepat. Sebab, pembahasan raperda harus dilakukan bersama DPRD dan membutuhkan waktu. Di sisi lain, sudah ada kesepakatan antara Pemprov DKI dengan pengembang agar memberikan kontribusi tambahan sebagai syarat jika ingin segera menggarap Pulau G.
"Kalau kita imajinasikan saat itu, Podomoro sudah mau reklamasi buru-buru cuma kan Ahok bilang prosedurnya belum, mesti pakai raperda segala macem. Tetapi pokoknya nanti di raperda dikenain 15 persen. Kalau emang mau buru-buru jalan (reklamasi) bikin dulu deh jalannya (JLNT)," jelas sumber tersebut.
Dari analisisnya, saat itu Ahok pede bisa menggolkan raperda. Mengingat Partai Gerindra dan PDI Perjuangan sebagai partai pengusungnya, menguasai perolehan suara di parlemen DKI. Tapi nyatanya, raperda itu tak pernah dibahas sama sekali. DPRD enggan membahas raperda tersebut.
"Ternyata tidak berjalan seperti yang diharapkan juga sampai dia (Ahok) selesai."
Merdeka.com mencoba mengkonfirmasi mengenai proyek JLNT kepada pihak pengembang yakni PT Agung Podomoro Land (APL). Namun, hingga berita ini diturunkan, pesan singkat yang dikirim kepada pihak manajemen, tidak direspons.
Dimulai Ahok, Berhenti era Anies
Jalan melayang yang membentang sepanjang kawasan Pluit Barat, menjadi penghubung Pluit Utara menuju Pluit Selatan. Anggota Fraksi Partai Solidaritas Indonesia (PSI) DPRD DKI, Justin Adrian Untayana mengaku hanya mengetahui bahwa proyek itu tanpa campur tangan Pemprov DKI.
"Jadi dibiayai pengembang sebagai kewajiban pulau reklamasi yang 15 persen kontribusi dari harga jual per meter sesuai harga NJOP," ujar Justin.
Skenario awal, dibangun sejajar jalur di sebelahnya yakni Jalan Pluit Barat Raya. Namun dengan berbagai pertimbangan, disepakati jalan dibuat layang akhirnya.
"Sudah ada perencanaan jalannya. Dibuat tingkat (melayang) karena biayanya non-APBD. Jadi dikerjakan rencana jalanan layang tersebut," ucap Ahok.
Saat itu Ahok memberi target pada pengembang. Proyek harus rampung dalam waktu satu tahun. Artinya, 2016 harus sudah selesai. Dia tak tahu persis biaya yang dibutuhkan untuk proyek infrastruktur ini. Proyek yang tak menguras kantong APBD, tapi dianggap menguntungkan bagi Pemprov DKI. Ahok meyakini, proyek ini bermanfaat bagi warganya.
"Tidak ingat nilainya. Sistemnya pakai Appraisal. (Bagi Pempov) Untung menambah ruas jalan untuk kurangi kemacetan," kenang Ahok.
Kenyataannya, proyek itu mangkrak hingga hari ini. Proyek berhenti setelah Ahok tak lagi menjadi Gubernur DKI Jakarta. Era kepemimpinan Anies Baswedan sebagai Gubernur DKI, mengubah cerita. Anies mengeluarkan Pergub baru yang otomatis membatalkan Pergub yang dikeluarkan Ahok. Pergub No.31/2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang Wilayah Perencanaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta.
"Gagalnya salah satunya ya karena Anies keluarkan pergub. Isinya menghilangkan kewajiban 15 persen itu," tegas Justin.
Pergub yang ditandatangani Anies baru dikeluarkan pada 2022, namun proyek JLNT berhenti sekitar tahun 2019. Itu terjadi karena pada masa awal kepemimpinan Anies, sempat gonjang-ganjing larangan pembangunan Pulau G.
"Setelah saya kan dibatalkan (izin reklamasi). Izin dibatalkan oleh Pemda DKI, pulaunya dilarang bangun ya pengembang otomatis juga hentikan pembangunan kontribusi (JLNT)," papar Ahok.
September 2022, merdeka.com sempat menyambangi Pulau G untuk melihat perkembangan pengerjaan pulau reklamasi. Saat itu, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan telah menetapkan Pulau G hasil reklamasi Teluk Jakarta sebagai zona ambang yang diarahkan untuk kawasan permukiman. Sesuai Pergub Nomor 31 Tahun 2022 tentang Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) Wilayah Perencanaan DKI Jakarta.
Pulau tersebut kosong selama 6 tahun sejak dibangun. Tidak pernah terlihat aktivitas pengerjaan apapun di sana. Sesampainya di Pulau G, terlihat banyak sampah yang berserakan seperti plastik, botol kemasan air minum, kayu, hingga sepatu. Selain itu, beberapa wilayah terlihat ditumbuhi rumput. Tidak hanya itu, pasir urukan terlihat terkikis. Berdasarkan pantauan merdeka.com, dengan luas Pulau G yang tampak lebih kecil dari sebelumnya, kawasan ini tidak mungkin untuk dijadikan pemukiman.
Pembangunan Pulau G dihentikan, otomatis berimbas pada kelangsungan pembangunan proyek JLNT. "Namanya juga kewajiban tambahan untuk pengembang dari pulau reklamasi," tutup Ahok.
Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta Ida Mahmudah sudah berkomunikasi dengan dinas terkait menanyakan alasan proyek tersebut mangkrak. Setelah mengetahui bahwa proyek itu didanai sepenuhnya oleh perusahaan swasta, Ida mencoba berpikir baik.
"Kita bersangka baik saja barangkali dalam waktu pembangunan atau keuangan yang kacau dan lain sebagainya," ujar Ida.
Ida belum menyimpulkan pihak-pihak yang membuat proyek itu mangkrak. Dia juga tidak ingin melempar kesalahan pada pihak tertentu.
"Saya tidak tahu apakah perusahaan tersebut yang akhirnya tidak ditindaklanjuti atau tidak ada komunikasi yang baik dengan Pemda setelah Pak Ahok, saya belum tahu sampai sejauh sana," katanya.
Dia mencoba memahami alasan Pemprov DKI tidak cawe-cawe proyek tersebut hingga akhirnya tak selesai. Pemerintah tidak melakukan pengawasan dengan alasan proyek itu murni didanai perusahaan swasta.
"Karena urusan CSR enggak urusan APBD. Itu CSR yang swasta lah memberikan," singkatnya.
Kepala Sudin Bina Marga Jakarta Utara, Ilham Raya mengaku tidak mendapat banyak informasi mengenai seluk beluk proyek mangkrak tersebut. Pengakuannya, informasi yang diperoleh sangat terbatas. Sehingga, dia tidak bisa memberikan penjelasan lebih detail soal langkah Pemprov DKI.
"Masih belum ranah Bina Marga karena asetnya belum diserahkan, Saya cuma tahu infonya sebatas itu saja," singkat Ilham.
Terlepas dari itu, seharusnya proyek ini sudah selesai dan bisa digunakan. Setidaknya, itu harapan Pemkot Jakarta Utara.
"Kami maunya jalan itu cepat selesai dan dapat dimanfaatkan," harapnya.
Reporter: Ronald dan Rafi Indra Jaya Putra
(mdk/noe)