NasDem: Sumbangan terbesar dari Ketua Umum
Dari catatan ICW salah satu sumbangsih terbesar korupsi yang melibatkan kader didasari untuk membiayai parpol.
Dana bantuan yang diberikan negara untuk dana parpol sebesar Rp 108 per suara setahun dinilai memberatkan partai politik dalam menjalankan operasionalnya. Dengan alasan itulah, partai secara tak langsung melegalkan kadernya meraih uang guna ikut membiayai operasional partainya.
Partai NasDem yang tengah menjadi sorotan lantaran kasus suap dana bansos dan hibah Pemprov Sumut yang menyeret mantan Ketua Dewan Mahkamah OC Kaligis dan bekas Sekjen Patrice Rio Capella membuat anggaran keuangan partainya dipertanyakan. Padahal dalam beberapa kesempatan Ketum NasDem Surya Paloh menyatakan menolak dana bantuan parpol dari pemerintah.
Namun, Ketua DPP Partai NasDem Taufik Basari membantah partainya menerapkan hal tersebut. Uang yang didapat partainya diperoleh dari sumbangan-sumbangan.
"NasDem sendiri mengelola partai ini dengan mandiri, dengan sumbangan-sumbangan. Apalagi ya termasuk harus kita akui ya sumbangan terbesar ya dari Ketua Umum (Surya Paloh)" kata Taufik.
Sementara, dari catatan Indonesia Corruption Watch (ICW) salah satu sumbangsih terbesar korupsi yang melibatkan kader didasari untuk membiayai segala macam kegiatan partainya.
"Kenapa kita bilang ada sumbangsih persoalan keuangan partai dalam persoalan kasus korupsi ini karena kita melihat partai kan ada ketimpangan antara penerimaan dan pengeluaran partai, di sisi penerimaan, partai sangat terbatas untuk mendapatkan sumber-sumber dana yang legal," kata anggota divisi Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) Almas Sjafrina saat berbincang dengan merdeka.com, Rabu (4/11).
Menurut dia, sejumlah temuan ICW, partai politik semacam memberikan 'kewajiban' bagi tiap kadernya yang menjabat sebagai jabatan publik. Caranya, yaitu dengan menyisihkan gaji tiap bulannya yang didapat selama menjabat sebagai pejabat publik untuk disetorkan ke partainya.
"Itu semacam uang komitmen," ujar dia.
Selain setoran per bulan itu, kata dia, tiap kader juga diwajibkan memberikan sumbangan ke partai, apabila partainya sedang melaksanakan kegiatan besar yang membutuhkan anggaran yang besar pula tentunya.
"Jumlahnya juga berbagai macam dan juga berbagai model, jadi ada yang dipotong oleh sekretaris fraksi, dan fraksi, ada yang setoran langsung dari anggota DPR ke partai, ada juga yang dia belum terima tapi udah dipotong, jadi ini memang terstruktur dan partai terbuka aja ya, mereka mengakui tidak punya sumber uang lain, ya salah satu yang jadi andalan mereka ya sumbangan ataupun sumbangsih dari kader yang punya jabatan," kata dia.
Guna mencegah praktek korupsi yang melibatkan partai politik pemerintah melalui Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mewacanakan memberikan bantuan keuangan partai politik sebesar Rp 1 triliun per partai. Menurut Menteri Dalam Negeri Tjahjo, acana tersebut bukan tanpa alasan, Tjahjo menyatakan selama ini dana untuk partai politik dianggap terlalu kecil sehingga tidak mencukupi untuk membiayai kegiatan partai.
"Itu kan masih kita lempar dulu, tunggu 2019 dulu, anggaran pemerintahnya gimana. Cukup atau tidak untuk infrastruktur, kalau sudah sejahtera seperti Jerman atau Australia semua mendanai partai, jumlah itu relatif. Misalnya Rp 1 triliun siap enggak partai itu enggak korupsi," kata Tjahjo kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (11/3).