Pasukan peliharaan netizen bayaran
"Ada yang khusus menggunakan akun facebook maupun twitter," ujar IM.
Sebetulnya, istilah buzzer buat mengadang pemberitaan dalam media online sudah lama terdengar, tepatnya ketika Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta empat tahun lalu. Kemudian para buzzer politik ini juga ramai menjadi perbincangan pada Pemilihan Presiden tahun 2014. Tugas para Buzzer media sosial ini adalah memberikan citra positif terhadap sosok tertentu untuk dibela mati-matian melalui kicauan.
Bukan hanya satu dalam Pilkada maupun Pemilihan Presiden, Buzzer media sosial ini juga digunakan oleh individu untuk menghalau berita-berita negatif. Tujuannya tak lain ialah mempengaruhi publik dari opini yang dihasilkan. Dalam terminologi media sosial, para buzzer ini disebut sebagai netizen. Mereka ada yang menggunakan akun nyata dan juga akun anonim.
IM, nama inisial, salah seorang pernah bekerja di sebuah perusahaan bergerak di bidang Buzzer sosial media mengatakan, sejatinya tujuan para buzzer memang untuk memberikan citra positif. Misal dalam konteks ini, adalah buzzer untuk salah satu pasangan calon dalam Pemilihan Kepala Daerah. Biasanya para buzzer ini akan memberikan komentar dalam pemberitaan bernada nyinyir, menyudutkan atau menghakimi sejadi-jadinya.
"Intinya untuk mengcounter berita-berita negatif. Misal si A ada kasus korupsi, kita para buzzer yang di bayar tugasnya mengcounter berita itu," ujar IM saat berbincang dengan merdeka.com beberapa waktu lalu. Dia menambahkan, dalam media sosial para buzzer ini tidak hanya digunakan untuk mempromosikan produk berbentuk barang, melainkan bisa juga mengkampanyekan seorang tokoh.
"Tujuannya untuk membentuk opini publik," katanya.
IM menuturkan, selama dia bekerja, pada tahun 2014 lalu, dia pernah ditugaskan mengadang berita negatif terhadap salah satu bekas anggota Dewan Perwakilan Rakyat namanya terseret disebut dalam kasus korupsi. Waktu itu, dia bersama dengan buzzer lain di kantornya mengadang berita-berita itu dengan hal-hal yang positif. Masing-masing para buzzer bertugas mengadang berita-berita yang membawa nama si klien dengan komentar-komentar positif dalam sebuah pemberitaan.
"Ada yang khusus menggunakan akun facebook maupun twitter. Kalau untuk klien yang ini, dia di counter lewat komentar pembaca," tutur IM. Untuk cara kerja dia pun menjelaskan, jika satu orang bisa memiliki beberapa akun anonim yang berfungsi mengadang pemberitaan-pemberitaan negatif.
Pakar Media Sosial, Enda Nasution mengatakan, keberadaan para buzzer ini sejatinya memang banyak digunakan dalam mempromosikan produk maupun juga dalam kampanye pasangan dalam Pilkada. Dia mengatakan, tujuan para buzzer ini tak lain ialah menjual followernya untuk menjadi sasaran kampanye maupun promosi produk.
Media sosial yang digunakan pun beragam, Enda menyebut biasanya para buzzer menggunakan twitter, facebook, maupun youtube untuk melakukan kampanye atau promosi produk. Istilah buzzer dalam masing-masing media sosial pun berbeda. Ada Youtubers, selebgram dan juga selebtwit.
"Kriterianya ya akun-akun yang memiliki follower yang banyak lah yang dapat menjadi buzzer jadi mereka bisa mengiklankan, menginformasikan sesuatu dan harus memiliki pengaruh pada followernya," ujar lelaki yang disebut sebagai tokoh blog Indonesia ini melalui sambungan seluler pekan lalu.
Pengamat Komunikasi Politik dari Universitas Indonesia, Irwansyah mengatakan, keberadaan para buzzer atau biasa disebut netizen ini dalam ajang pertarungan Pilkada adalah bentuk kampanye murah meriah. Apalagi kebanyakan kata dia, dengan menggunakan para buzzer, ada informasi bias juga dijadikan sebagai kampanye negatif.
"Buzzer juga akan membangun informasi yang dianggap bisa menjatuhkan pamor dan bisa membuat citra seseorang akan menjadi baik," ujar Irwan.
Dia pun menjelaskan, di dalam media virtual kehadiran para buzzer ini sangat mempunyai peran penting untuk mencitrakan sebuah karakter penokohan. Sebab, dalam konteks ini, para buzzer lebih menggunakan kedekatan emosional bagi pengguna media sosial. Jadi jangan kaget, jika menjelang Pilkada serentak bakal berlangsung 2017 nanti, pasukan-pasukan virtual ini ada yang memang sudah di pelihara untuk membangun reputasi dari calpn yang akan di bentuk.
"Ya akan berkembang nanti, tetapi tidak semua buzzer yang mendukung satu calon saja, kemungkinan mereka punya akun lain yang memang untuk membuat calon tersebut jelek atau diserang," ujarnya.
"Jadi bisa saja kemungkinan buzzer memiliki satu akun berbeda tidak hanya mendukung pasangan A,tetapi bisa saja mereka menyerang, "
Budi Raharjo pakar Teknologi Informasi dari Institut Teknologi Bandung juga mengatakan hal sama. Menurut dia kehadiran para buzzer politik menjelang Pilkada Serentak bakal berlangsung tahun nanti bisa jadi memang sudah dimulai oleh tim kampanye tokoh itu sendiri. Biasanya kata dia, para buzzer politik berperan untuk menentukan postingan atau kicauan bakal digunakan untuk melakukan kampanye.
Dia pun tak menampik jika para buzzer ini juga banyak yang menggunakan akun anonim untuk melakukan kampanye. "Kalo buzzer mereka ada waktunya misalnya jam segini mereka mau posting apa. Jam segini mau posting apa," ujar Budi.