Siksa biar terbuka
"Hampir dua jam, habis saya di situ kayak binatang, diinjak juga kepala saya."
Pikiran D masih kalut usai interogasi lisan. Ditambah pertanyaan bertubi tubi soal di mana barang haram itu dia sembunyikan. Kondisi lelah dan mental tertekan membikin dia pasrah. Akhirnya, delapan anggota satuan narkotik dari Kepolisian Resor Kota (Polresta) Bekasi menggeledah rumahnya. D juga ikut menumpang dalam sedan Baleno milik seorang polisi.
Orang tua D bingung sekaligus terkejut melihat kedatangan polisi. Sehabis menunjukkan surat penggeledahan sudah lecek, polisi langsung memeriksa kamar tidur D. "Di rumah saya masih diapit dua petugas, dianterin ke kamar saya di lantai dua," kata D menyesal kepada merdeka.com di Jakarta Kamis pekan lalu. "Ibu saya menangis histeris."
Setelah menyerahkan barang bukti, dia mengaku mendapatkan ganja itu dari teman kampusnya. Namun polisi tak langsung percaya.
Selepas dari rumahnya, kondisi makin kejam. D diperlakukan bak penjahat jalanan. Pukulan hingga jambakan didapatkan dari anggota reserse untuk dari mana asal ganja itu. Malam itu juga D dibawa dengan tangan terikat tali plastik biru ke Markas Kepolisian Resor Kota Bekasi, Jawa Barat.
Dalam ruangan unit satuan narkotik terletak di bagian belakang gedung tepat di lantai dua, D dijebloskan ke dalam sel berukuran 5x4 meter. Belum selesai sampai di situ, tengah malam interogasi secara fisik mulai dilakukan.
Dalam kondisi bertelanjang dada, kepala D direndam ke dalam ember merah berisi air dan pecahan es. D bertahan dengan jawaban semula: ganja itu didapatkan dari di kawasan Jakarta Selatan. Anggota reserse makin berang sampai seluruh tubuhnya disiram air dingin. Badannya kuyup.
Sambil menggigil kedinginan, tangisnya pecah bercampur jerit kesakitan akibat siksaan. "Hampir dua jam, habis saya di situ kayak binatang, diinjak juga kepala saya," ujarnya mengingat. D kemudian dikembalikan ke dalam sel bergabung dengan tiga tangkapan kasus sabu.
Esoknya, D bisa berkomunikasi dengan keluarga meminjam telepon seluler milik teman satu selnya. Dia berbisik seraya menangis. Dia menyatakan menyesal kepada orang tuanya.
"Ya udah kamu berdoa aja, lagi diusahain ini. Tapi nggak tahu bisa apa nggak (bebas)," tutur D menirukan ucapan ayahnya. Saat itu kasusnya ditangani oleh Unit II Satuan Narkoba Polresta Bekasi dipimpin oleh Ajun Komisaris Albert Papilaya.
Kepala Polresta Bekasi Komisaris Besar Priyo Widianto mengaku tak tahu menahu perihal kasus bergulir sudah dua tahun lalu itu. "Saya juga tidak tahu kasusnya, coba di sms serta tempat kasusnya," kata dia saat dihubungi melalui telepon selulernya akhir pekan lalu.
Hingga berita ini dilansir, Ajun Komisaris Albert Papilaya tidak menjawab panggilan telepon dan tak membalas pesan singkat dikirimkan.