Rajai kendaraan niaga, kapan Mitsubishi FUSO punya R&D di Indonesia?
Rajai kendaraan niaga, kapan Mitsubishi FUSO punya R&D di Indonesia? KTB belum memiliki fasilitas riset dan pengembangan (R&D) untuk kegiatan rancang-bangun truknya di Indonesia. Selama ini kegiatan R&D FUSO dilakukan di Jepang. Karena Volume produksinya baru 1,2 juta unit; untuk pasar domestik 1,04 juta unit.
Mitsubishi FUSO dikenal sebagai rajanya kendaraan niaga di Indonesia. Lihat saja pangsa pasarnya di Tanah Air, pada semester I tahun ini mencapai 46,1 persen. Sejak komersial pada 1970, lewat PT Krama Yudha Tiga Berlian Motors (KTB), populasi FUSO di Indonesia menembus satu juta unit.
Sayangnya, sebagai raja kendaraan niaga di Indonesia, KTB belum memiliki fasilitas riset dan pengembangan (R&D) untuk kegiatan rancang-bangun truknya di Indonesia. Selama ini kegiatan R&D FUSO dilakukan di Jepang.
Kapan KTB punya R&D di Indonesia?
Atsushi Kurita, Presiden Direktur KTB, mengaku selama ini fasilitas rancang-bangun FUSO dilakukan di Jepang, setelah mendengar permintaan dan kebutuhan konsumennya. Namun, KTB sedang melakukan studi secara serius untuk memiliki fasiitas ini di Indonesia. Apalagi pesaingnya sudah memiliki fasilitas rancang-bangun sendiri di Indonesia.
Kurita-san tidak berani memastikan kapan KTB memiliki fasilitas R&D sendiri di Indonesia. Karena pertimbangan banyak faktor termasuk prinsipal
Sementara ini fungsi rancang bangun yang dilakukan KTB di Indonesia berupa kustomisasi lokal atau modifikasi kecil terhadap FUSO. Ini sesuai dengan kebutuhan konsumen Indonesia.
"Selama ini fungsi R&D dengan fasilitas rancang-bangun FUSO selain di Jepang, juga ada di India. Tapi kami sungguh melakukan studi soal ini," ujar Kurita, menjawab Merdeka.com, usai meresmikan diler truk FUSO ke-227 di Cikokol, Tangerang.
Fasilitas rancang bangun otomotif di Indonesia memang masih rendah, meski Indonesia menjadi pusat basis produksi banyak merek otomotif dunia. Padahal fasilitas R&D ini sangat penting dalam proses perencanaan dan pengembangan produk otomotif, karena melibatkan insinyur, teknologi, komponen, dan vendor lokal sebagai pendukungnya.
Tim riset Persatuan Insinyur Indonesia bidang Industri Otomotif menyebutkan fasilitas R&D industri otomotif Indonesia kalah dibandingkan Thailand, apalagi India. Begini gambarannya, Thailand memiliki fasilitas R&D dari lima pabrikan, yakni Isuzu, Honda, Toyota, Nissan, dan Mitsubishi. Sedangkan Indonesia hanya dua; Isuzu dan Daihatsu.
Sementara India lebih banyak lagi fasilitas R&D-nya, meski sebagian adalah pabrikan otomotif India, seperti Tata, Mahindra, Ashok Leyland, Eicher, Hindustan, Hyundai, Mercedes-Benz, Suzuki, Renault-Nissan, dan Honda.
Keunggulan fasilitas R&D tersebut berdampak terhadap kemampuan produksi Thailand dan India. Berdasarkan kinerja 2016, volume produksi Thailand sebanyak 1,94 juta unit, dengan rincian untuk pasar domestik 769 ribu unit dan ekspor 1,2 juta. India lebih besar lagi. Volume produksinya 4,49 juta unit; untuk pasar domestik 3,67 juta unit dan ekspor 800 ribu.
Indonesia? Volume produksinya baru 1,2 juta unit; untuk pasar domestik 1,04 juta unit dan ekspor 200 ribu unit.