2 Anak buah ditangkap, Jaksa Agung ungkap susahnya hidup jaksa Devy
Prasetyo sebut Jaksa di Subang yang ditangkap KPK sehari-hari jual kue pengajian dan suaminya sopir.
Jaksa Agung HM Prasetyo sempat sesenggukan menceritakan latar belakang jaksa di Kejaksaan Tinggi Jawa Barat, Devyanti Rochaeni yang terjerat operasi tangkap tangan (OTT) oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurutnya Devy mengalami kesulitan ekonomi.
Prasetyo merasa iba dengan kehidupan yang dijalani Devi. Menurut dia, Devy selain jadi Jaksa juga jualan makanan atau kue. Sementara suaminya hanya sebagai seorang sopir.
"Dia ditangkap saat membuat kue pengajian atau dijual, kasihan memang. Devy, ini jaksa pernah bertugas di Pontianak, kemudian juga Sumatera Selatan, Batu Raja, terakhir dipindahkan ke Bandung. Suaminya sopir," kata Prasetyo sambil terbata-bata menjelaskan dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/4).
Prasetyo mengaku sedih, sebab di saat pihaknya berupaya memperbaiki citra dan mengembalikan kepercayaan masyarakat kepada Kejagung, ternyata ada jaksa yang dicokok KPK. Dia menegaskan, hal ini akan menjadi evaluasi khusus bagi internalnya.
"Kami perlu sampaikan bahwa OTT Jaksa Jawa Barat ini, berawal dari satu kasus dugaan korupsi BPJS di lingkungan daerah kabupaten Subang. Di tengarai di situ bahwa bupatinya terlibat dalam kasus itu. Namun ada usaha bagaimana agar bupati dinyatakan tidak terlibat dengan kasus itu," tuturnya.
Kemudian nama kedua yang terjerat OTT lembaga antirasuah yaitu Jaksa yang baru pindah ke Kejaksaan Tinggi Jawa Tengah Fahri Nurmallo. Menurut Prasetyo, Fahri berasal di satu kampung bersamanya daerah Borneo.
"Anak ini baik. Saya coba telusuri track recordnya, dikenal jaksa yang baik. Tapi kembali lagi itu musibah, harus dihadapi," ungkapnya.
Prasetyo menambahkan, pihaknya percaya jika KPK memiliki alat bukti yang kuat. Selain itu, dia berharap KPK tetap bekerja secara objektif, proposional, dan professional.
"Namun ada pernyataan dari para jaksa yang bersangkutan bahwa uang itu sebenarnya uang pengganti yang akan diserahkan pada saat nanti proses pidana. Tapi keburu tercium oleh KPK kemudian melakukan OTT," pungkasnya.