Ada tiga kekuatan yang bermain di Muktamar NU Jombang
Muktamar NU sempat diwarnai adu kuat dua kubu yang menolak dan mendukung sistem Ahwa untuk memilih rois aam.
Muktamar ke-33 Nahdlatul Ulama (NU) di Jombang, Jawa Timur, sudah selesai Kamis (6/8) dini hari. Bagaimana pandangan peneliti Islam asal Belanda, Martin van Bruinessen terkait ribut-ribut di dalam tubuh NU saat hajatan akbar Organisasi Islam terbesar di Tanah Air itu digelar di Jombang.
"Ada tiga kekuatan bermain di sini (Muktamar). Anda sebagai orang Jawa Timur pasti melihatnya juga. Memang banyak kepentingan yang masuk di organisasi Islam seperti NU ini, apalagi NU ini memiliki jemaah besar," kata Martin di Jombang.
Martin memang tidak menyebut kekuatan apa yang bermain dalam Muktamar di Jombang ini. Namun di lapangan, kenyataan bicara. Misalnya ketika pendukung Kiai Hasyim Muzadi dan Gus Sholah memilih berkumpul di Pondok Pesantren Tebuireng ketika Sidang Pleno Muktamar dengan agenda pemilihan rois aam dan ketua umum PBNU dilakukan.
Gus Sholah menegaskan, produk Muktamar NU di Jombang, cacat hukum. Bahkan Gus Solah menyebut proses muktamar sejak awal penuh masalah. "Dari awal, proses muktamar ini sudah bermasalah. Orang dipaksa mengisi daftar calon anggota Ahwa, kalau tidak, tidak boleh hadir," ujarnya di Ponpes Tebuireng.
Gus Sholah juga menuding, rapat pleno pembahasan tata tertib (tatib) dilakukan dengan penekanan. Puncaknya saat menentukan model pemilihan rais aam melalui sistem Ahwa. Kemudian, kata adik kandung Gus Dur ini, sidang pleno menyatakan Ahwa berlaku mulai Muktamar ke-33 dan sudah masuk ke AD/ART.