Ada Wiranto di kabinet, Jokowi diyakini tak akan tuntaskan kasus HAM
Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia, Usman Hamid menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki komitmen untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di masa lalu. Namun, komitmen dari Presiden tak seiring dengan komitmen dari pembantunya.
Direktur Eksekutif Amnesty International perwakilan Indonesia, Usman Hamid menilai Presiden Joko Widodo (Jokowi) memiliki komitmen untuk menuntaskan kasus pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) yang terjadi di masa lalu. Namun, komitmen dari Presiden tak seiring dengan komitmen dari pembantunya, khususnya Menko Polhukam Wiranto.
Usman mengatakan Presiden Jokowi tak bisa mewujudkan janjinya dalam menyelesaikan kasus HAM masa lalu yang pernah dituangkan dalam salah satu butir nawacita apabila ada nama Wiranto. Wiranto merupakan mantan Panglima ABRI yang acapkali disebut berperan besar dalam kasus peristiwa Mei 1998.
Usman mengutip pernyataan Sumarsih, ibu dari Bernardus Realino Norma Irmawan (Wawan), mahasiswa Unika Atma Jaya Jakarta, yang menjadi salah satu korban penembakan aparat saat demonstrasi mahasiswa pada 13 November 1998. Dalam peristiwa yang dikenal dengan Tragedi Semanggi I itu, Sumarti menyebutkan Wiranto bertanggung jawab atas kematian anaknya karena kala itu Wiranto menjabat sebagai Menteri Pertahanan dan Keamanan/Panglima ABRI.
"Di sisi lain memang benar nama Wiranto ada di dalam katakanlah daftar nama high level suspect di dalam badan PBB (Perserikatan Bangsa-Bangsa). Misalnya Komisi Ahli yang dibentuk Sekjen PBB Kofi Annan saat itu. Nah reputasi ini membuat dunia melihat RI sebelah mata pada keseriusan untuk menyelesaikan kasus pelanggaran HAM," kata Usman usai mengisi sebuah diskusi di Jakarta, Minggu (14/5).
Usman mengatakan apabila memang ada keraguan untuk mencopot Wiranto, Jokowi bisa saja untuk menonaktifkan sementara Ketua Dewan Pembina Partai Hanura itu dari jabatan Menko Polhukam sampai dugaan keterlibatan dalam pelanggaran HAM dapat diselesaikan.
"Nonaktifkan saja sementara sampai perkara yang melibatkan dirinya diusut terlebih dahulu. Itu sebenarnya bisa dilakukan Jokowi, atau yang kedua memang memilih orang yang lebih tepat," katanya.
Ryamizard Ryacudu juga layak dicopot
Usman Hamid mengatakan Presiden Jokowi juga layak mencopot Ryamizard Ryacudu dari jabatannya sebagai Menteri Pertahanan. Usman pesimis Ryamizard dapat membawa reformasi dalam tubuh militer termasuk dalam penuntasan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh militer.
"Saya sulit melihat ada semacam arah perkembangan reformasi TNI, reformasi pertahanan yang positif di bawah kepemimpinan Pak Ryamizard," ujarnya.
Untuk mengisi posisi Menko Polhukam dan Menteri Pertahanan, Usman mengusulkan ada dua nama yang lebih layak ketimbang Wiranto dan Ryamizard. Mereka adalah Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Letjen (purn) Agus Widjojo.
"(Agus Widjojo) memang mengerti dunia pertahanan berlatar belakang militer dan memiliki kecerdasan intelektual cukup tinggi di sektor pertahanan, HAM," katanya.
Nama lain yang menurut Usman layak didapuk Jokowi sebagai Menko Polhukam atau Menteri Pertahanan yaitu nama Rizal Sukma yang kini menjabat sebagai Duta Besar RI untuk Kerajaan Inggris, merangkap Irlandia dan International Maritime Organization (IMO), yang berkedudukan di London.
"Rizal Sukma pernah menjadi bagian dari para ahli yang memproduksi UU sektor keamanan dari mulai UU TNI tahun 2004, UU Pertahanan, UU Kepolisian 2002 dan UU Intelijen. Jadi orang seperti itu saya kira, juga orang-orang punya hubungan dekat dengan Jokowi, dan mungkin perlu dipertimbangkan."