Agar Gayus Tambunan & Rafael Alun Baru Tak 'Lahir' Kembali di Ditjen Pajak
Aksi nakal pegawai pajak kembali terjadi. Setelah Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika, Angin Prayitno, kini muncul Rafael Alun Trisambodo. Kinerja Kemenkeu dan Ditjen pajak dalam mengawasi anak buahnya memungut pajak pun menjadi sorotan.
Aksi nakal pegawai pajak kembali terjadi. Setelah Gayus Tambunan, Dhana Widyatmika, Angin Prayitno, kini muncul Rafael Alun Trisambodo. Kinerja Kemenkeu dan Ditjen pajak dalam mengawasi anak buahnya memungut pajak pun menjadi sorotan.
Peneliti Transparency Internasional Indonesia (TII) Alvin Nicola menilai, satu cara agar tak lagi lahir pegawai pajak nakal dengan mengesahkan UU Perampasan Aset.
-
Apa itu pajak? Pungutan Wajib KBBI mendefinisikan pajak sebagai pungutan wajib untuk penduduk kepada negara atas pendapatan, pemilikan, dan lainnya.
-
Siapa yang bertapa di Desa Pajajar? Lokasi ini konon jadi tempat pertapaan Raja Prabu Siliwangi. Sri Baduga Maharaja Prabu Siliwangi merupakan salah satu raja paling berpengaruh sepanjang masa kerajaan Sunda Pajajaran.
-
Siapa suami Dastia Prajak? Dilansir dari akun Instagram pribadinya, ia diketahui menikah dengan seorang pria bernama Dimas.
-
Kapan P.K. Ojong meninggal? Sebulan kemudian, Ojong meninggal dunia pada 31 Mei 1980.
-
Apa yang ada di Desa Pajajar? Lokasi itu kini ramai dikunjungi, karena terdapat petilasan Prabu Siliwangi yang dikabarkan menghilang di sini.
-
Siapa Pak Raden? Tanggal ini merupakan hari kelahiran Drs. Suyadi, seniman yang lebih akrab disapa dengan nama Pak Raden.
Alvin menilai, saat ini belum ada regulasi khusus untuk merampas kekayaan yang tidak dapat dipertanggungjawabkan atau Illicit Enrichment. Maka, UU Perampasan Aset adalah jawabannya.
"Ada dua upaya simultan yang dapat dilakukan. Pertama, di level regulasi, saat ini sangat urgen ada ketentuan khusus yang dapat merampas kekayaan akibat illicit enrichment, yang salah satunya dapat terjawab oleh kehadiran RUU Perampasan Aset," kata Alvin saat dihubungi merdeka.com, Selasa (4/4).
Menurut Alvin penggunaan UU Pencucian Uang dan Tindak Pidana Korupsi masih sulit untuk membuktikan kasus seperti Rafel. Penyebabnya, harus dibuktikan dulu upaya menyembunyikan asal-usul kekayaan seseorang.
"Hal ini karena penggunaan UU Pencucian Uang dan UU Tipikor saat ini masih menyimpan kompleksitas dalam proses pembuktian, seperti harus dibuktikannya upaya menyembunyikan asal-usul kekayaan," terangnya.
Cara Kedua
Cara kedua, lanjut Alvin, di level organisasi pemerintah perlu penguatan deteksi yang dipimpin oleh Irjen yang didukung KPK, Kejaksaan Agung, PPATK, dan BPK atau BKPK.
"Ke depan, harus ada mekanisme sistem audit dan analisis profil terhadap pejabat dan pegawai pajak di lingkungan pemerintah," ucapnya.
Alvin melanjutkan, diperlukan juga proses pemenuhan kepatuhan pelaporan dan melakukan verifikasi/validasi terhadap pelaporan, menguji kewajaran dan kejujuran dalam pelaporan.
"Serta menganalisis pelaporan adalah hal harus segera dilakukan secara simultan," ucapnya.
Cara Lain
Sementara itu, Wakil koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Agus Suryananto mengatakan, UU Perampasan Aset memang dibutuhkan untuk kasus seperti Rafel Alun. Tetapi, untuk sementara ini bisa memakai UU Tipikor.
"UU Perampasan Aset dibutuhkan, tapi sementara ini aturan ada sudah mumpuni kok, gratifikasi sesuai UU Tipikor itu bisa pembuktian terbalik juga," kata Agus.
Agus melanjutkan, untuk cara pencegahannya pengawas internal harus bekerja lebih keras. Serta, memetakan area yang rawan korupsi dan TPPU.
"Cek rutin gaya hidup pegawai dan LHKPN-nya, kalau aparatur pengawas internalnya hedonis juga ya enggak bakal berjalan pengawasannya," ujarnya.
Berikutnya, Agus menerangkan, pendidikan anti korupsi juga penting untuk pondasi para pegawai pajak. Selain itu, pengawasan di media sosial mengenai gaya hidup mewah perlu dicermati.
"Tapi pasca bekerja tetap harus diawasi karena godaan bisa datang darimana saja, salah satunya itu (dari medsos), orang yang mudah dapat uang banyak alaminya akan suka dipamerkan itu bisa jadi pintu masuk. Masyarakat juga bisa lapor kalau LHKPN yang bersangkutan enggak sesuai," pungkasnya.
Kasus Gayus Tambunan
Nama pegawai pajak Gayus Tambunan pernah bikin heboh medio 2010-2011. Dia diketahui memiliki kekayaannya yang jumlahnya fantastis.
Laporan PPATK, Gayus memiliki harta senilai Rp100 miliar. Padahal, gaji resminya hanya Rp12,1 juta per bulan.
Penegak hukum pun bergerak. Gayus ternyata terlibat kasus mafia pajak. Dia dituntut sejumlah perkara. Bukan cuma soal pajak. Tapi aksinya yang juga melakukan suap ke berbagai pihak. Hingga akhirnya divonis 29 tahun penjara.
Dhana Widyatmika
Dhana salah satu pegawai Ditjen Pajak yang terlibat kasus mafia pajak. Dia terbukti melakukan tiga perbuatan pidana.
Pertama, menerima gratifikasi berupa uang senilai Rp2,75 miliar berkaitan dengan kepengurusan utang pajak PT Mutiara Virgo.
Selain itu, Dhana dianggap terbukti menerima cek perjalanan senilai Rp750 miliar yang dianggap gratifikasi.
Dhana juga melakukan pemerasan terhadap PT Kornet Trans Utama. Sebagai ketua tim pemeriksa khusus wajib pajak PT Kornet, Dhana dan rekannya Salman Magfiron meminta kepada PT Kornet Trans Utama agar mau memberikan uang Rp1 miliar supaya dibantu menurunkan kurang bayar pajak PT Kornet sebesar Rp 3,2 miliar.
Selanjutnya, pencucian uang. Dhana dianggap terbukti melakukan tindak pidana pencucian uang atas kepemilikan uang Rp11,41 miliar dan USD 302.000 di rekeningnya.
Angin Prayitno
Berikutnya, pegawai pajak bernama Angin Prayitno. Dia divonis bersalah dalam kasus suap pengurusan dan rekayasa nilai pajak.
Angin Prayitno terbukti menerima suap dari kuasa khusus wajib pajak PT Bank Pan Indonesia (Panin), Veronika Lindawati; senilai Rp8,75 miliar. Dia juga menerima suap dari sejumlah pihak dari pengurusan pajak sebesar Rp 7,5 miliar.
Angin Prayitno divonis 9 tahun penjara dan denda Rp300 juta subsider 2 bulan kurungan. Selain itu, Angin Prayitno juga dihukum dengan pidana tambahan. Ia harus membayar Rp3,375 miliar dan USG 1,095 juta.
Rafael Alun Trisambodo
Teranyar, Rafael Alun Trisambodo. Dia telah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK. Pada tahun 2011, Rafael diangkat dalam jabatan selaku Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Dirjen Pajak Jawa Timur I.
Dengan jabatannya tersebut Rafael menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya.
Selain itu, Rafael Alun juga memiliki sejumlah perusahaan yang salah satu di antaranya adalah PT Artha Mega Ekadhana atau PT AME yang bergerak di bidang konsultasi terkait pembukuan dan perpajakan.
Para wajib pajak yang memiliki persoalan pajak direkomendasikan Rafael Alun menggunakan jasa konsultasi PT AME miliknya.
Sejauh ini, KPK menemukan jumlah gratifikasi yang diterima Rafael Alun sekitar USD 90 ribu atau sekitar Rp 1,3 miliar melalui PT AME.
(mdk/rnd)