Jelang Sidang Vonis, Pengacara Ungkap Sederet Kejanggalan Kasus Rafael Alun
Rafael Alun terjerat kasus gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU).
Salah satu kejanggalan menurut pengacara Rafael Alun adalah laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang baru dipermasalahkan pada 2023.
Jelang Sidang Vonis, Pengacara Ungkap Sederet Kejanggalan Kasus Rafael Alun
Pengacara mantan pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan (DJP Kemenkeu) Rafael Alun Trisambodo, Junaedi Saibih menilai ada banyak kejanggalan dalam penanganan kasus dugaan penerimaan gratifikasi, dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat kliennya.
Salah satunya, kata Junaedi, soal laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) yang baru dipermasalahkan pada 2023.
“LHKPN sudah beberapa kali diklarifikasi, kalau memang ada masalah sudah (seharusnya) dipermasalahkan dari tahun 2011, karena daftar harta yang dilaporkan sama saja dengan hari ini (yang dilaporkan pada 2023),” kata Junaedi, Rabu (3/12).
Junaedi mengatakan kasus kliennya merupakan penyidikan terbuka dan bukan berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT). Namun, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai menangani perkara kliennya dengan tergesa-gesa layaknya OTT.
Dia juga menilai jaksa KPK keliru menghitung nilai gratifikasi dalam tuntutannya terhadap Rafael Alun. Sebab, jumlahnya lebih kecil dari total aset yang sudah disita.
"Yang dituntut Rp18 miliar, yang disita seluruh harta dalam LHKPN (sekitar Rp50 miliaran) ditambah SDB (safe deposito box) ditambah harta pihak ketiga (yang) tidak terkait, jadi, jauh lebih besar," kata Junaedi.
Kejanggalan lain juga karena jaksa tidak mengindahkan keterangan Rafael Alun soal dana dalam SDB yang merupakan hasil gaji, dan bisnis. Menurut Junaedi, kliennya rajin menabung, sehingga, normal jika memiliki uang simpanan yang banyak.
"RAT (Rafael Alun Trisambodo) nabung pertahun, sejak 2010. Selain itu, ada juga hasil penjualan aset, dan aset yang dijual juga sudah dilaporkan tax amnesty, hanya berupa bentuk saja dari aset tetap ke uang tunai yang disimpan di SDB," ujar Junaedi.
Junaedi menyebut jaksa juga tidak mengindahkan fakta persidangan selama proses peradilan berlangsung.
Padahal, kata Junaedi, Rafael fasih menjelaskan asal muasal harta bendanya di depan majelis hakim.
Selain itu, menurut Junaedi, jaksa juga menggunakan barang bukti di luar perkara. Sejumlah aset milik orang lain sudah disita karena diyakini penuntut umum berkaitan dengan kasus Rafael.
"Seluruh aset pihak ketiga, harus dibebaskan karena sama sekali tidak ada keterkaitan dengan RAT," kata Junaedi.
Atas dasar itu, Junaedi berharap Majelis Hakim Pengadilan Tipikor tidak memercayai jaksa dengan sepenuhnya. Juanedi meminta hakim memperhatikan fakta persidangan dengan baik, salah satunya yakni dokumen laporan amnesti pajak Rafael.
"Hakim harus mempertimbangkan karena dokumen ini memiliki nilai pembuktian yang sempurna, jika hakim tidak memberikan pertimbangan berdasarkan bukti ini, maka dokumen perpajakan tidak dianggap dokumen yang memiliki nilai pembuktian, artinya kepastian hukum perpajakan sedang dipertaruhkan," kata Junaedi.
Rafael Alun bakal menjalani vonis pada Kamis, 4 Januari 2023. Rafael dituntut penjara 14 tahun dan denda Rp1 miliar subsidair 6 bulan kurungan dalam perkara ini. Rafael juga dituntut uang pengganti sebesar Rp18,994.806.137 ke ayah Mario Dandy Satriyo ini.