Kilas Balik Kasus Rafael Alun: Dari Sang Anak Jadi Tersangka Penganiayaan, Sampai Dituntut 14 Tahun Penjara
Rafael Alun sebelumnya dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp18,9 miliar terkait kasus korupsi di Ditjen Pajak.
Rafael Alun sebelumnya dituntut 14 tahun penjara dan denda Rp18,9 miliar terkait kasus korupsi di Ditjen Pajak.
Kilas Balik Kasus Rafael Alun: Dari Sang Anak Jadi Tersangka Penganiayaan, Sampai Dituntut 14 Tahun Penjara
Sidang kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) mmantan Pejabat Ditjen Pajak Kementerian Keuangan, Rafael Alun Trisambodo telah memasuki pembacaan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU).
Rafael dituntut 14 tahun kurungan penjara dan denda Rp1 miliar, subsider 6 bulan kurungan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU).
"Terdakwa Rafael Alun Trisambodo terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi," ujar Jaksa KPK saat membacakan tuntutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Senin (11/12).
Selain dituntut 14 tahun penjara, Rafael juga dituntut membayar uang pengganti ke negara Rp18,9 miliar.
Apabila tidak membayar uang pengganti dalam jangka waktu satu bulan, harta benda Rafael dapat disita atau jika tidak mencukupi ditambah penjara 3 tahun.
Kilas Balik Kasus Korupsi Rafael Alun
Kasus dugaan korupsi Rafael bermula sejak kasus penganiayaan yang menjerat anaknya, Mario Dandy Satriyo terhadap David Ozora pada 20 Februari 2023 di Kompleks Grand Permata, Kecamatan Pesanggrahan, Ulujami, Jakarta Selatan terbongkar.
Semenjak Mario ditetapkan sebagai tersangka kekerasaan dan penganiayaan terhadap anak, harta kekayaan keluarganya yang melimpah mulai terkena sorotan publik.
Mario yang kerap memamerkan gaya hidup mewah di media sosial semakin memicu rasa penasaran warganet, hingga sumber harta kekayaan sang ayah, Rafael juga ikut 'dikuliti' sampai ke akarnya.
Merespons kericuhan publik, Menteri Keuangan Sri Mulyani meminta Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan untuk melakukan pemeriksaan terhadap Rafael pada Kamis 23 Februari 2023.
Dalam pemeriksaan tersebut, Rafael diminta untuk memberikan klarifikasi atas harta kekayaan yang dimilikinya.
Keesokan harinya, tepatnya pada 24 Februari 2023, Sri Mulyani meminta Rafael segera dicopot dari jabatannya, berdasar pada Pasal 31 ayat 1 PP 94 tahun 2021 mengenai disiplin Pegawai Negeri Sipil.
"Dalam rangka untuk Kemenkeu mampu melakukan pemeriksaan, maka mulai hari ini saudara RAT (Rafael) dicopot dari tugas dan jabatannya," ujar Sri dalam konferensi pers yang digelar pada Jumat (24/2).
Rafael Ditetapkan Sebagai Tersangka
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya menetapkan Rafael sebagai tersangka penerima gratifikasi usai menjalani pemeriksaan pada Kamis (30/3).
KPK memastikan sudah menemukan unsur pidana lewat dua alat bukti terkait kepemilikan harta ayah Mario Dandy itu. Atas dasar itulah, Rafael ditetapkan sebagai tersangka.
Terkait gratifikasi, Rafael diduga menerima USD 90 ribu atau sekitar Rp1,3 miliar melalui perusahaan konsultan pajak miliknya.
Firli Bahuri yang saat itu masih menjadi Ketua KPK mengatakan, kasus ini bermula saat Rafael diangkat menjadi Kepala Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak pada Kantor Wilayah Ditjen Pajak Jawa Timur I pada 2011.
"Dengan jabatannya tersebut diduga RAT (Rafael Alun) menerima gratifikasi dari beberapa wajib pajak atas pengkondisian berbagai temuan pemeriksaan perpajakannya," ujar Firli dalam jumpa pers di gedung KPK, Jakarta Selatan, Senin (3/4).
Firli mengatakan, Rafael juga diduga memiliki beberapa usaha yang satu di antaranya PT Artha Mega Ekadhana (PT AME) yang bergerak dalam bidang jasa konsultansi terkait pembukuan dan perpajakan.
Proses Persidangan
Dalam sidang perdananya, Jaksa mendakwa Rafael menerima gratififikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU), dakwaan tersebut dibacakan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (PN Jakpus), Rabu (30/8).
JPU KPK menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi dan melakukan pencucian uang bersama sang istri, Ernie Meike Torondek. Rafael Alun didakwa menerima gratifikasi senilai Rp16.664.806.137,00 atau sekitar Rp16,66 miliar.
"Telah melakukan atau turut serta melakukan beberapa perbuatan yang ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipandang sebagai perbuatan berlanjut menerima gratifikasi sebesar Rp16.664.806.137,00,” kata jaksa KPK membacakan berkas dakwaan.
Jaksa menyebut Rafael Alun menerima gratifikasi melalui PT Artha Mega Ekadhana (PT ARME), PT Cubes Consulting, PT Cahaya Kalbar, dan PT Cahaya Bali Internasional Kargo.
Rafael menerimanya dalam kurun waktu Mei 2002 hingga Maret 2013 bersama-sama dengan Ernie Meike Torondek, selaku komisaris dan pemegang saham PT ARME, PT Cubes Consulting, dan PT Bukit Hijau Asri.
Jaksa menyebut pada tahun 2002 Rafael mendirikan PT ARME dengan menempatkan Ernie Meike Torondek sebagai komisaris utama. Perusahaan tersebut bergerak di bidang jasa kecuali jasa di bidang hukum dan perpajakan.
Namun pada kenyataanya perusahaan ini memberikan layanan sebagai konsultan pajak dengan merekrut Ujeng Arsatoko selaku konsultan pajak sehingga bisa mewakili klien PT ARME dalam pengurusan perpajakan.
Jaksa mengungkap, penerimaan uang melalui PT ARME dalam kurun waktu 15 Mei 2002 sampai dengan 30 Desember 2009 sebesar Rp12.802.566.963,00. Kemudian penerimaan melalui PT Cubes Consulting pada 19 Oktober 2010 sampai dengan 14 November 2011 sebesar Rp4.443.302.671,00.
Kemudian, penerimaan dari wajib pajak PT Cahaya Kalbar pada sekitar bulan Juli 2010 sejumlah Rp6 miliar disamarkan dalam pembelian tanah tanah dan bangunan di Perumahan Taman Kebon Jeruk Blok G1 Kav 112 Kelurahan Srengseng, Kembangan, Jakarta Barat oleh Jinnawati selaku Direktur Operasional dan Keuangan PT Cahaya Kalbar yang merupakan salah satu perusahaan dari Wilmar Group yang menjadi wajib pajak pada Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak Jakarta.
Tidak berhenti sampai di situ, penerimaan dari wajib pajak PT Krisna Bali International Cargo pada sekitar Maret 2013 bertempat di Kelurahan Maumbi Kecamatan Kalawat Kabupaten Minahasa Utara, Rafael Alun menerima uang sejumlah Rp2 miliar dari Anak Agung Ngurah Mahendra selaku Direktur PT Krisna Group.
Rafael didakwa dengan Pasal 12 B jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) Ke-1 KUHP jo Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sementara berkaitan dengan pencucian uang, jaksa menyebut Rafael Alun melakukannya bersama-sama dengan Ernie. Jaksa menyebut Rafael Alun sebagai PNS di DJP Kemenkeu dari tahun 2002 - 2010 diduga menerima gratifikasi sebesar Rp36,8 miliar, kemudian periode 2011 - 2023 menerima sebesar Rp11.543.302.671, SGD2.098.365, USD937.900, serta sejumlah Rp14.557.334.857,00.
"Kemudian dengan tujuan untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaannya, terdakwa membelanjakan dan menempatkan harta kekayaan hasil penerimaan gratifikasi tersebut,” ujar jaksa.