Akhir Manis Perjuangan Guru Honorer Supriyani, Lolos dari Jeruji Besi Usai Dituduh Aniaya Anak Polisi
Putusan bebas guru honorer Supriyani itu disambut ucapan syukur dari para rekan-rekan dan keluarga Supriyani di dalam ruangan sidang.
Supriyani tak bisa membendung air matanya usai mendengar vonis dibacakan majelis hakim Pengadilan Negeri Andoolo, Senin (25/11). Guru honorer Sekolah Dasar Negeri (SDN) 4 Baito, Kabupaten Konawe Selatan, itu menangis terharu sembari memeluk rekan-rekannya usai palu hakim menjatuhkan vonis bebas.
Anggota majelis hakim PN Andoolo Vivi Fatmawaty Ali saat membacakan amar putusan mengatakan bahwa dalam fakta-fakta persidangan, terdakwa Supriyani dinyatakan tidak terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan tindak pidana sebagaimana yang telah didakwakan jaksa penuntut umum dalam dakwaan alternatif kesatu dan alternatif kedua.
- Guru Honorer Supriyani Divonis Bebas, Tangis Haru Keluarga dan Rekan Kerja Pecah di Ruang Sidang
- Suasana Kebatinan Guru Honorer Supriyani Diajak ke Rujab Bupati Konsel buat Teken Surat Damai
- Tertekan, Guru Honorer Supriyani Cabut Surat Perdamaian dengan Keluarga Polisi
- Deretan Kejanggalan Kasus Guru Honorer Dituduh Aniaya Anak Polisi, Berujung Supriyani Dibui
"Maka majelis hakim sependapat dengan nota pembelaan terdakwa maka majelis hakim tidak sependapat dengan tuntutan penuntut umum, menimbang bahwa oleh karena terdakwa dibebaskan, maka haruslah dipulihkan hak-hak terdakwa," kata Vivi.
Senada dengan itu, Ketua Majelis Hakim PN Andoolo Stevie Rosano juga mengungkapkan bahwa terdakwa Supriyani tidak terbukti secara sah melakukan tindak pidana, sehingga pihaknya memutuskan untuk membebaskan terdakwa dari semua dakwaan penuntut umum. Dia juga menyampaikan bahwa seluruh pembiayaan persidangan tersebut akan dibebankan kepada negara.
"Dan memulihkan hak-hak terdakwa dalam kemampuan, kedudukan, harkat, serta martabatnya. Menetapkan barang bukti berupa satu pasang baju seragam SD dan baju lengan pendek, motif batik dan celana panjang warna merah dikembalikan kepada saksi Nur Fitriana, satu buah sapu ijuk dikembalikan kepada saksi Lilis Sarlina Dewi," ujar Stevie Rosano.
Putusan bebas guru honorer Supriyani itu disambut ucapan syukur dari para rekan-rekan dan keluarga Supriyani di dalam ruangan sidang. Supriyani pun tak bisa menahan air matanya yang mengucur usai persidangan.
Awal Kasus
Namun putusan bebas dibacakan hakim itu tidak mudah diraih Supriyani. Butuh perjuangan berliku dilakukan guru muda tersebut.
Kasus Supriyani ini bermula pada 25 April 2024, ketika Aipda Wibowo Hasyim, anggota polisi sekaligus orang tua dari seorang siswa kelas 1 di SDN 4 Baito, melaporkan Supriyani atas dugaan penganiayaan ke Polsek Baito.
Berdasarkan keterangan Aipda Wibowo, laporan diajukan setelah ibu korban melihat ada bekas luka memar di paha belakang anaknya. Namun, Supriyani membantah tuduhan ini, menegaskan bahwa ia tidak mengajar di kelas korban dan tidak pernah berinteraksi langsung dengan anak tersebut.
Penahanan Supriyani dan Viral di Media Sosial
Setelah berbulan-bulan proses hukum berjalan, kasus ini mencapai titik baru pada 16 Oktober 2024, ketika Supriyani resmi ditahan oleh Kejaksaan Negeri Konawe Selatan dan ditempatkan di Lapas Perempuan Kendari.
Penahanan ini memicu perbincangan luas di media sosial, terutama setelah beberapa kalangan mempertanyakan urgensi penahanan dalam kasus yang melibatkan tuduhan penganiayaan terhadap seorang guru. Pihak kepolisian menyatakan bahwa proses hukum ini sudah dijalankan dengan prinsip keadilan, namun pihak Supriyani dan beberapa tokoh publik mengkritisi tindakan tersebut.
Eksepsi di Pengadilan dan Tuntutan Kuasa Hukum
Pada sidang yang digelar pada 28 Oktober 2024 di Pengadilan Negeri Andoolo, tim kuasa hukum Supriyani mengajukan eksepsi dan menolak surat dakwaan yang dilayangkan jaksa. Jaksa Penuntut Umum (JPU), yang diwakili oleh Kepala Kejaksaan Negeri Konawe Selatan Ujang Sutisna, menyatakan bahwa mereka menolak eksepsi dari kuasa hukum Supriyani, karena dianggap tidak relevan dengan pokok perkara.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan, menyebut bahwa prosedur hukum yang dijalankan mengandung pelanggaran etik, karena pelapor dan penyidik berasal dari kantor yang sama, yaitu Polsek Baito. Andre juga menambahkan bahwa ada dugaan permintaan uang damai sebesar Rp50 juta dari pihak korban kepada Supriyani, sebuah praktik yang dianggapnya melanggar prosedur hukum.
Pemeriksaan Terhadap Penyidik dan Desakan Restorative Justice
Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Ahmad Sahroni, angkat bicara terkait penanganan kasus ini. Ia meminta Propam Polda Sultra untuk melakukan pemeriksaan terhadap penyidik kasus ini secara objektif tanpa intervensi.
“Propam harus konkret, harus ada tindakan, jangan cuma sekedar jadi tempat mengungkap kronologi,” ungkap Sahroni pada Selasa (29/10/2024), dikutip dari Merdeka.com.
Selain itu, Sahroni mendorong agar opsi restorative justice dijadikan prioritas untuk menghindari tindakan kriminalisasi berlebihan.
Dugaan Penembakan Mobil Dinas Usai Persidangan
Isu terbaru yang mencuat adalah dugaan penembakan terhadap mobil dinas Camat Baito yang saat itu ditumpangi oleh Supriyani setelah mengikuti sidang. Kepala Bidang Humas Polda Sultra, Kombes Iis Kristian, menyatakan bahwa dugaan tersebut masih diselidiki oleh Tim Labfor dari Makassar. Kombes Iis juga meminta masyarakat untuk tidak terprovokasi dengan berita yang beredar, dan menunggu hasil investigasi.
Jaksa Tuntut Bebas
Di pro kontra hingga teror dihadapi Supriyani, persidangan perkara dugaan penganiayaan itu tetap berlangsung dengan beragendakan tuntutan jaksa.
Dalam tuntutannya, jaksa membebaskan Supriyani dari segala tuduhan. Pembacaan tuntutan tersebut berlangsung di Pengadilan Negeri (PN) Andoolo, Senin (11/11).
Jaksa penuntut umum, Ujang Sutisna mengatakan sesuai fakta persidangan, bahwa terdakwa melakukan kekerasan kepada anak sebanyak satu kali secara spontan dan tidak dapat dibuktikan adanya sifat jahat yang dilakukan Supriyani
"Oleh karena itu terhadap terdakwa Supriyani tidak dapat dikenakan pidana. Unsur pertanggungjawaban pidana tidak terbukti jadi dakwaan ke dua tidak dapat dibuktikan lagi," Jaksa. Demikian dikutip dari Antara.
Jaksa Ujang menambahkan, dalam perkara ini perbuatan terdakwa Supriyani memukul saksi anak korban bukan merupakan bukan tindak pidana.
Jaksa juga menilai Supriyani bersikap sopan selama persidangan. Dia juga telah mengabdi sebagai honorer dari 2009 sampai sekarang. Dia mempunyai dua orang anak kecil dan terdakwa tidak pernah dipidana.
"Berdasarkan uraian tersebut dengan memperhatikan ketentuan pasal 80 ayat 1 junto pasal 76 huruf C undang undang republik Indonesia nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas undang undang nomor 23 tahun 2002 tentang perlindungan anak, kami dari Jaksa Penuntut menuntut terdakwa Supriyani untuk lepas dari segala tuntutan hukum," katanya.
Kedua membebaskan terdakwa Supriyani dari dakwaan ke satu, biaya perkara sebesar Rp5.000 dibebankan kepada negara.
Setelah mendengar tuntutan Hakim Pengadilan Negeri Andoolo memberikan kesempatan kepada penasihat hukum terdakwa untuk pembelaan sehingga sidang ditunda pada Kamis.
Kapolsek Baito dan Kanit Reskrim Dicopot
Tak hanya jaksa tuntut bebas, Kepala Kepolisian Resor Konawe Selatan Ajun Komisaris Besar Febry Syam menarik Kepala Kepolisian Sektor Baito Inspektur Dua Muh Idris dan Kepala Unit Reserse Kriminal Aipda Amirudin. Penarikan terhadap Kanitreskrim dan Kapolsek Baito terungkap setelah beredarnya surat telegram Kapolres Konsel.
"Iya benar sudah kami tarik ke Polres. Kalau mau faktanya coba jalan-jalan ke Polsek Baito," ujar Febry.
Febry menjelaskan penarikan Ipda Muh Idris dan Aipda Amiruddin sebagai Kapolsek dan Kanitreskrim bertujuan untuk menurunkan ketegangan di Kecamatan Baito. Ia memastikan Muh Idris dan Aipda Amiruddin sudah tidak berada di Polsek Baito.
"Itu hanya cooling down saja. Kalau sudah tidak ada di polsek berarti sudah tidak ini (menjabat)," tegasnya.
Sebelumnya, pencopotan Muh Idris dan Aipda Amiruddin berdasarkan surat telegram beredar dari Polres Konawe, Sulawesi Tenggara, per tanggal 11 November 2024.
Dalam surat telegram tersebut menyebutkan jabatan Kapolsek Baito yang sebelumnya dijabat oleh Ipda Muhammad Idris dimutasi ke bagian SDM Polres Konawe Selatan.
Saat ini, jabatan Kapolsek Baito untuk sementara waktu diisi pelaksana harian (Plh), Ipda Komang Budayana. Kemudian jabatan Kanit Reskrim Polsek Baito yang sebelumnya dijabat oleh Aipda Amiruddin dijabat oleh Aiptu Indriyanto.
Sekadar diketahui, Ipda Muh Idris dan Aipda Amiruddin sebelumnya diperiksa Propam Polda Sulawesi Tenggara terkait isu permintaan uang sebesar Rp2 juta.
Bakal Tuntut Balik Perekayasa Kasus Penganiayaan Anak
Kini perjuangan Supriyani tak sia-sia. Dia divonis bebas setelah hakim menyatakan tak terbukti menganiaya. Kendati begitu, upaya Supriyani meraih keadilan tak berhenti di meja hijau. Supriyani sudah menyiapkan langkah selanjutnya.
Kuasa hukum Supriyani, Andre Darmawan mengatakan, setelah membacakan pleidoi atas tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Supriyani sudah menyiapkan langkah selanjutnya. Menurut Andre, langkah ini diambil setelah kasus tersebut mengakibatkan keluarga Supriyani menderita.
"Selanjutnya kita akan menempuh langkah-langkah lain. Begini ya, Ibu Supriyani ini kan sudah menderita sejak bulan 4 (April)," ujar Andre kepada wartawan.
Andre mengungkapkan akibat kasus ini, suami Supriyani mengalami tekanan dan tidak bisa bekerja. Selain itu, Supriyani juga tidak bisa mengajar karena ditahan akibat kasus yang menjeratnya.
"Suaminya tertekan. Suaminya tidak bisa bekerja. Ibu Supriyani tidak fokus (mengajar) karena ditahan," tutur Andre.
Untuk itu, Andre mengatakan Supriyani sudah menyiapkan langkah hukum selanjutnya jika divonis tidak bersalah. Andre mengungkapkan langkah selanjutnya yakni menggugat balik pihak yang telah merekayasa kasus ini.
"Ibu Supriyani harus diberikan keadilan dengan perlakuan sama terhadap orang. Misalnya orang yang sudah melakukan rekayasa terhadap ibu Supriyani," tegas Andre.