Asnawir, Kepsek SMP Muhammadiyah 2 Kaltara yang Dijuluki Duta PMM
Aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) telah diunduh oleh lebih dari 3,5 juta guru.
Sejak tahun lalu pemerintah mengembangkan PMM sebagai platform yang akan mengintegrasikan pengembangan karier guru.
- Menko PMK Muhadjir Effendy Dukung Mahasiswa Pakai Pinjol Buat Bayar Kuliah: Asal Resmi dan Dipertanggungjawabkan
- Siap-Siap, Pemerintah Bakal Rekrut 419.146 Guru PPPK
- Minta Tak Direpotkan Isi Platform Merdeka Mengajar, Guru: Beri Kami Ruang untuk Bercengkerama dengan Keluarga
- PMM adalah Platform Merdeka Mengajar, Ketahui Tujuan dan Cara Aksesnya
Asnawir, Kepsek SMP Muhammadiyah 2 Kaltara yang Dijuluki Duta PMM
Pak Asnawir, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2, Kalimantan Utara, dulunya tidak mengerti dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM). Dengan sabar dia mempelajari PMM, menggunakannya dengan serius, dan kemudian merasakan sendiri manfaat aplikasi ini bagi sekolahnya. Dia kemudian berkeliling ke sekolah lain agar ikut memaksimalkan pemanfaatan PMM. Atas dedikasinya itu Pak Asnawir dijuluki sebagai 'Duta PMM' oleh para guru di daerahnya.
Semenjak diluncurkan pada awal 2022 lalu sebagai pendukung Implementasi Kurikulum Merdeka, aplikasi Platform Merdeka Mengajar (PMM) telah diunduh oleh lebih dari 3,5 juta guru. Pada mulanya, platform ini dirancang agar dapat membantu guru dalam mendapatkan referensi, inspirasi, dan pemahaman tentang Kurikulum Merdeka. Namun, seiring waktu, fasilitas yang disediakan dalam aplikasi ini semakin berkembang.
Dalam PMM juga tersedia berbagai sumber ajar di mana bisa membantu peningkatan kompetensi guru secara keseluruhan. Sejak tahun lalu pemerintah mengembangkan PMM sebagai platform yang akan mengintegrasikan pengembangan karier guru.
Banyak guru di penjuru Indonesia yang mengakui bahwa PMM sangat membantu mereka dalam
memperbaiki kualitas pembelajaran, namun tentu saja masih ada perbedaan pandangan di lapangan. Bagi beberapa pihak, keberadaan aplikasi ini menimbulkan tantangan yang berbeda bagi para guru.
Salah satunya Pak Asnawir, Kepala Sekolah SMP Muhammadiyah 2, Tarakan, Kalimantan Utara.
"Jujur aja, kami juga awalnya bingung seperti apa caranya menerapkan Kurikulum Merdeka," ungkapnya.
"Tapi ternyata di Platform Merdeka Mengajar ada fasilitas seperti video pembelajaran, pelatihan mandiri. Lalu adanya hal lain seperti fungsi perangkat, asesmen, video bukti karya, dan seterusnya. Dari semua itu akhirnya kami mendapatkan banyak inspirasi untuk menerapkan Kurikulum Merdeka," ia melanjutkan.
Seiring perjalanan waktu, Pak Asnawir yang mulanya bingung dengan Platform Merdeka Mengajar (PMM), lama-lama ia dikenal sebagai "Duta PMM" di Kalimantan Utara. Ini tentu bukan julukan yang datang dari atas ke bawah, dari pemerintah pusat ke individu, melainkan muncul dari kalangan guru itu sendiri, yang menyaksikan langsung dedikasi Pak Asnawir untuk memajukan pendidikan di daerahnya, salah satunya dengan berbagi praktik baik dalam memanfaatkan PMM.
Semuanya bermula dari pandemi Covid 19 lalu. Kondisi itu turut mempengaruhi penurunan jumlah siswa yang mendaftar di sekolahnya. Pak Asnawir mencari cara untuk meningkatkan kembali minat anak-anak untuk mendaftar ke sekolahnya. Saat itu, pemerintah mengenalkan Platform Merdeka Mengajar dan Pak Asnawir mencoba untuk memahaminya. Meski sempat bingung tapi kemudian ia mengaku platform tersebut memberikan dampak yang nyata bagi sekolahnya.
"Saat itu teman-teman di sekolah lain belum menggunakan PMM. Kami berani menerapkan
beberapa materi-materi di PPM untuk dilakukan di sekolah kami. Kami percaya orang akan tetap memilih sekolah swasta kalau itu berkualitas. Nah, dengan adanya PMM ini, kami mencoba untuk belajar bersama. Luar biasa, dari perkembangan PMM jumlah siswa kami sudah surplus, bahkan sudah indent. Jadi kami merasa bahwa terbantu dengan PMM ini," ungkapnya senang.
Sebelum adanya Platform Merdeka Mengajar, kesempatan pelatihan para guru di Indonesia tidak mudah seperti sekarang ini. Para guru mesti melewati berbagai proses sehingga membutuhkan waktu dan usaha yang cukup panjang sampai akhirnya mendapat kesempatan pelatihan. Bahkan tidak sedikit guru yang sudah mengajar puluhan tahun, belum juga mendapatkan pelatihan karena harus menunggu giliran dan ditunjuk oleh dinas dan satuan pendidikannya.
Hal tersebut dikarenakan adanya keterbatasan sumber daya, logistik, dan juga biaya untuk dapat menghadirkan pelatihan yang merata di seluruh Indonesia. Itu sebabnya, dengan setelah adanya PMM ini, Kemendikbudristek membayangkan bahwa semua guru di Indonesia memiliki kesempatan belajar yang sama dan dengan begitu pendidikan Indonesia akan jauh lebih maju.
Butuh Kesabaran
Berkat capaian yang didapatkan sekolahnya dalam menerapkan Platform Merdeka Mengajar, Pak Asnawir berinisiatif untuk mengajak sekolah lain di Kalimantan Utara untuk mendapatkan dampak baik dari pemanfaat aplikasi tersebut.
Pak Asnawir sangat menyadari bahwa melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka tidak semudah membalikkan telapak tangan, apalagi kondisi di lapangan sangat berbeda dan beragam di setiap daerah di Indonesia. Kemendikbudristek RI pun memahami hal itu dan kemudian menyediakan berbagai mekanisme untuk mengatasi persoalan yang beragam di masing-masing daerah, di antaranya dengan adanya Komunitas Belajar dan penyediaan tiga opsi untuk melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Artinya, satuan pendidikan diberikan kebebasan untuk memilih cara penerapan Kurikulum Merdeka sesuai dengan kesiapan satuan pendidikan dengan opsi Mandiri Belajar, Mandiri Berubah, dan Mandiri Berbagi. Selain itu, pembentukan komunitas belajar dalam sekolah dan antar sekolah juga didorong supaya guru dapat saling berbagi praktik baik implementasi Kurikulum Merdeka.
Kegiatan belajar mengajar di SMP Muhammadiyah 2
Pak Asnawir dan sekolahnya melakukan keduanya dengan baik. Ia tak hanya menjalankan tanggung jawab sebagai kepala sekolah, tetapi juga dedikasi untuk memajukan pendidikan di Kalimantan Utara. Saat itu, SMP Muhammadiyah 2 yang dipimpin Pak Asnawir merupakan satu-satunya sekolah yang mendapatkan status "Mandiri Berbagi" dari Kemendikbudristek RI, yang berarti mendapat tanggung jawab untuk membimbing sekolah lain dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
Terhitung semenjak Oktober 2022 hingga Oktober 2023 lalu, Pak Asnawir sudah berkeliling
mengunjungi lebih-kurang 490 sekolah. Jumlah sekolah itu terus bertambah karena tak sedikit sekolah lain yang memintanya datang memberikan bimbingan kepada para guru untuk
memaksimalkan Platform Merdeka Mengajar (PMM).
Pak Asnawir memahami bahwa di lapangan terjadi perbedaan persepsi dalam menerapkan PMM, sehingga seringkali menimbulkan miskonsepsi tentang platform tersebut, bahkan tak jarang itu membuat banyak pihak merasa PMM hanya merepotkan guru.
"Banyak kawan-kawan menggunakan PMM hanya untuk mengejar centang hijau. Akhirnya kita ajarin kawan-kawan itu menggunakan PMM. Baik fungsi mengajar, belajar, dan bekerja, di PMM lengkap semua," tuturnya.
Suasana pembelajaran kelas di SMP Muhammadiyah 2
"Saya juga meminta guru-guru agar tidak me-skip video pembelajaran di PMM melainkan ditonton sampai habis. Wah luar biasa, setelah itu, mereka jadi paham bahwa kalau hanya untuk mengejar centang hijau ya ilmunya jadi ga dapat, karena ilmunya ada di video-video berbagai. Setelah itu, para guru dapat melakukan aksi nyata sebagai cara untuk menerapkan ilmu tersebut," ungkap Pak Asnawir mengemukakan salah satu miskonsepsi yang dapat ia luruskan di lapangan.
Pak Asnawir mengatakan bahwa respons para guru sangat mengharukan. "Pak, kami nggak tahu loh, Pak, apa manfaatnya PMM kalau bapak nggak masuk begini. Awalnya kami belum tahu manfaat PMM, tapi ternyata di PMM itu lengkap banget ya untuk Implementasi Kurikulum Merdeka," ujarPak Asnawir menirukan kembali komentar seorang guru dari sebuah sekolah yang ia kunjungi.
Berbeda dengan miskonsepsi yang mengatakan PMM menambah beban, Pak Asnawir juga mengalami sendiri hal sebaliknya. Platform digital ini justru membuatnya lebih fokus mengurussekolah. Ia sebagai kepala sekolah tidak perlu menghabiskan waktu untuk kunjungan terus, karena di PMM sudah menyediakan banyak materi.
"Kalau PMM, bapak dan ibu kapanpun mau belajar, 15 menit, 20 menit, atau 1 jam, itu Insya Allah bisa," ujarnya.
Selain itu, Pak Asnawir menekankan kepada para guru tentang pentingnya Komunitas Belajar. Kemendikbudristek mendorong adanya komunitas bagi guru untuk saling belajar justru agar terjadi praktik saling berbagi dan berkembang bersama dalam melakukan Implementasi Kurikulum Merdeka.
"Kami buat mereka berkelompok dan kami ajari pola berkolaborasi di mana mereka kami suruh mendengarkan video-video itu sampai tuntas. Kalau sudah ditonton sampai selesai, mereka pun dapat berbagi pemahaman," ungkap Pak Asnawir.
Kegiatan Lokakarya Penggerak Komunitas Belajar Kota Tarakan
"Karakteristik dan kondisi sekolah sangat berbeda, tetapi dengan adanya video PMM ini kan tentunya membuat mereka menyadari ada konten penting yang dapat mereka pahami. Lalu, mereka pun dapat mencoba mengkontekstualisasikan ke dalam kondisi lingkup sekolah mereka masing-masing. Dan mereka ternyata bisa begitu," lanjutnya.
Setelah mengunjungi ratusan sekolah, bahkan hingga dijuluki sebagai "Duta PMM", Pak Asnawir meyakini bahwa dampak baik Platform Merdeka Mengajar PMM) hanya bisa dirasakan kalau kit punya keinginan untuk mendapatkan dan mempraktikkan ilmu baru. Bukan sekadar mencari centang hijau. "Lakukan dengan sabar," tutupnya.