Audiensi dengan Ridwan Kamil, Buruh Sampaikan Kekecewaan Soal Upah Tak Naik
Ridwan Kamil meminta pekerja memaklumi keputusannya untuk tidak menaikkan UMP. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi industri di Jabar masih minus. Alasan lain mengapa UMP tidak naik adalah menahan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Perwakilan buruh meminta Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil, merevisi keputusan mengenai Upah Minimum Provinsi (UMP) yang tidak dinaikkan. Mereka menilai alasan pandemi Covid-19 tidak masuk akal dalam keputusan tersebut.
Hal itu mengemuka dalam audiensi yang dihadiri perwakilan buruh dan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil di Gedung Sate, Jalan Diponegoro, Kota Bandung, Senin (9/11).
-
Kapan Ridwan Kamil menyelesaikan kuliahnya? Selanjutnya adalah potret Ridwan Kamil saat menyelesaikan Sarjana S-1 Teknik Arsitektur Institut Teknologi Bandung pada tahun 1995.
-
Siapa yang menyambut Ridwan Kamil di Cagar Budaya Setu Babakan? Kedatangannya itu langsung disambut oleh mantan Gubernur Fauzi Bowo alias Foke, Rabu (4/9).
-
Kapan Ridwan Kamil mencoblos? Hal itu ia sampaikan usai mencoblos surar suara di TPS 45, Jalan Gunung Kencana, Ciumbuleuit, Kota Bandung, Rabu (14/2).
-
Kenapa Ridwan Kamil menemui Jusuf Kalla? “Beliau kan orang pintar ya dan penuh dengan pengalaman, arif, bijaksana. Sehingga saya perlu mendapatkan arahan, wejangannya dari beliau,” sambungnya.
-
Siapa yang memberikan wejangan kepada Ridwan Kamil? Dalam pertemuan itu, Foke mengaku telah memberikan sejumlah wejangan kepada mantan Gubernur Jawa Barat tersebut.
-
Siapa saja yang Ridwan Kamil ajak mencoblos? Alhamdulillah saya dan istri dan ibu mertua sudah mencoblos melaksanakan kewajiban warga negara untuk mencoblos lima urusan satu pilpres, dua DPD, DPR RI provinsi dan DPRD kota
Ketua umum Pimpinan Pusat FSP TSK SPSI Jabar, Roy Jinto Ferianto, mengatakan ada beberapa hal yang dia sampaikan.
"UMP yang kita minta tetap naik walau diterbitkan tidak naik kita minta direvisi, kemudian terakhir dalah mengenai UMSK (Upah Minimum Sektoran Kabupaten/Kota;UMK)," ucap dia.
"UMK itu dalam ketentuan ditetapkan paling lambat tanggal 21 November. Dan ini waktunya sebentar lagi. Kita minta Pak Gubernur untuk menaikkan jangan sampai seperti UMP tidak naik," kata dia.
Ia menjelaskan bahwa dalam PP 78 pasal 43 dan 44 di bab penjelasan bahwa untuk menghitung pertumbuhan ekonomi itu tidak di akhir. Perhitungan year to year (yoy), menurut dia, adalah triwulan ketiga dan keempat tahun 2019 kemudian triwulan pertama dan kedua di tahun 2020.
"Kalau diambil terakhir triwulan ketiga memang minus, tapi kan ada pertumbuhan di tahun sebelumnya dan amanat PP 78 begitu menghitungnya, saya mau berdebat tapi belum waktunya. Itu di bab penjelasan kalau menghitung, tiga triwulan ini, ketiga-keempat 2019 dan kesatu di 2020 itu plus semua, yang minus hanya di kuartal kedua ini. Maka kalau diambil rata-rata dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi di angka 8," jelas dia.
"Jangan dilihat hari ini pandemi, di akhir minus 5. Kalau lihat minus di kuartal ketiga kita tidak menghitung ke belakang yang plusnya, ini ada pertumbuhan ekonomi. Pak Gubernur jangan melihat SE dari Menaker yang enggak boleh naik dan tak mempertimbangkan hukum, tata cara penetapan upah minimum. Karena sudah jelas dalam UU 13 tahun 2003 dan PP 78 sudah jelas aturannya. Jangan gara-gara ada pandemi diabaikan aturan," terang dia.
Sabila Rosyad dari DPW SPMI Jabar pun mengamini pernyataan Roy Jinto. Ia bahkan meminta kepala daerah di tingkat kabupaten kota dan dewan pengupahan agar tidak takut menaikkan UMK.
"Dewan pengupahannya tidak usah khawatir merekomendasikan kenaikan, karena kami juga kecewa kepada Gubernur yang mengirimkan surat kepada bupati walikota sejabar agar mengikuti SE Menaker, artinya mengirimkan sinyal agar UMK tidak naik. padahal UMK adalah otnomi daerah, dan tata cara kenaikan daerah diatur dalam PP 78 tahun 2015," jelas dia.
Respons Ridwan Kamil
Ridwan Kamil meminta pekerja memaklumi keputusannya untuk tidak menaikkan UMP. Pasalnya, pertumbuhan ekonomi industri di Jabar masih minus. Alasan lain mengapa UMP tidak naik adalah menahan potensi pemutusan hubungan kerja (PHK).
Meski begitu, ia menilai UMK di 27 kabupaten/kota, masih ada kemungkinan untuk naik karena keputusannya diserahkan para kepala daerah dengan pertimbangan dinamika ekonomi yang berbeda antara satu daerah dengan daerah lain.
"Mungkin ada yang naik, mungkin ada yang tidak dan lain sebagainya. Saya belum ada datanya tapi nanti menjelang tanggal 21 November kita akan sampaikan secara resmi ke publik," kata dia
(mdk/lia)